Minggu, 19 April 2009

Bendungan Sodong


Jalan pagi hoby yang menyehatkan badan, 19 April 2009 ba,da shalat Tahajud dan Shalat Shubuh,kami berempat ( Ahmad Sanusi, Suripto HS, Embah Kartasuwirja dan Bapak Nurzaman, bergegas mempersiapkan diri untuk jalan-jalan pagi, kebetulan cuaca cerah jadi tidak ada hambatan, jalan-jalan ini merupakan kali ke dua dan the destination yang di pilih adalah Bendungan Sodong di Dukuh Belibiran-Desa Limbangan -Madukara. Pemandangannya cukup menarik berikut adalah photo-photonya :

Kenangan Bersama :
air memang membawa Pesona tersendiri dalam benak setiap kita yang melihatnya. lihat saja ketiga bapak-bapak ini mereka asyik memperhatikan air bendungan yang tiada henti mengalir, sepertinya baru kali ini saja melihat air pak!! hehe...air memang sumber kehidupan manusia tak dapat di pisahkan darinya, semoga kita bisa menjaga lingkungan agar air juga mau berdamai dengan kita,,,kalau tidak kita akan seperti cigintung,,na'udzubillah.

Hati-hati ya naik tangganya
asyik juga naik tangga, lihat kami berbaris di tangga bendungan ini, namun perhatian tetap saja ke aliran sungai, bendungan sodong ini di buat dengan perencanaan yang bagus juga, dengan tujuan utama sebagai irigasi dan juga sebagai upaya penanggulangan banjir. tercatat sungai kali tulis ini beberapa kali meluap sebelum ada bendungan tulis di Sokaraja.


Bendungan Sodong nan indah

pesonanya cukup memikat, diapit dua tebing yang tinggi sekaligus membagi menjadi dua wilayah,yakni Kabupaten Wonosobo dan Banjarnegara. penduduk di sini nampak sudah biasa melihatnya, tapi bagi kami para pelancong ini serasa tak bosan melihatnya...ok baguslah.
album kenagan ini akan berlanjut sesuai peristiwa yang di alami, sampai jumpa

Selasa, 14 April 2009

MAHZARNAMAH

Merupakan Pembelaan Jemaat Ahmadiyah di Parlemen Pakistan, meninjau beberapa segi dari sudut pandang Hak asasi Manusia dalam hal beragama, tidak ada kebolehan suatu parlemen apapun dan dimanapun yang boleh dan bisa mengekang seseorang untuk beragama.


PEMBUNUHAN TERHADAP ORÀNG MURTAD
MENURUT FAHAM MAUDUDI
Ambisi Maulana untuk memperoieh kekuasaan itu bebas dari se-
gala macarn batasan dan norma; di tiap medan segi demi segi fitrat be-
liau yang cenderung kepada kekerasan itu tampak bergelora. Akidah
beliau tentang pembunuhan terhadap orang-orang pun merupakan se-
kuntum bunga dari akidah ini j'uga. Temyata, mengenai pokok itu
beliau telah mengarang sebuah buku kecil yang beijudul "Murtad ki sa-
la Islami Qanun mein" ("Hukuman terhadap orang Murtad menurut
hukum Islam") yang didalamnya dengan sangat berani beliau meng-
alamatkan faham ini kepada Rasulullah saw. dan menonjolkan pengi-
.riman lasykar oieh Hadhrat Abu Bakar r.a. untuk menumpas pernberon-
takan golongan yang menolak kewajiban membayar zakat (sebagai alas-
an guna mempertahankan faham beliau. peny.).
Sejauh ada pertalian dengan pernbahasan terperinci mengenai dalil-
dalil beliau, baik dari segi akai maupun segi referensi buku-buku, haï
itu inemerklkan suatu buku tersendiri. Jadi, di sini saya akan memba-
tasi diri dengan membahas beberapa seginya saja. Kendatipun benar
bahwa ada sementara ulama lainnya juga yang berhati baik dan bemiat
suci telah tergelincir dalam masalah ini tetapi ada perbedaan besar di
antara ketergelinciran mereka dengan tergelincimya Maulana Maududi.
Pertama-tama ingin saya alihkan perhatian para pernbaca kepada per-
bedaan itu. Kesalahan ulama tersebut hanya kesalahan dalam bidang
fikih serta kekerasan hati mereka sedikit pun tidak berperan. Terbukti
bahwa sekalipun mereka dengan jujur berpegang kepada faham bahwa,
menurut Islam, orang yang murtad harus dihukum mati namun defini-
si musiim menurut mereka begitu luas sehingga tidak pemah timbul
persoalan pembunuhan masal dalam umat Muhammad saw., dan hu-
kuman itu baru dapat diterapkan dalam situasi bila seseorang mening-
galkan agamanya-yang-dahulu lalu memeluk Islam, sesudah itu dia men-
jadi murtad dan dengan tegas menyatakan tidak beragama Islam lagi.
Bahkan di antara para ulama yang mendukung pandangan semacarn itu
juga ada yang memberi fatwa bahwa orang murtad seperti itu harus di-
beri tempo yang tidak terbatas untuk bertobat.
Dari haï ini telah terbukti dengan jelas bahwa kesalahfahaman ini
bukan disebabkan oieh keinginan supaya leher-leher makhiuk Tuhan
masuk di bawah genggaman tangan mereka dan dengan demikian me-
97
reka dapat menjalankanperananTuhan seenak-enaknya. Sekali-kali b»
kan begitu, mereka tidak berambisi untuk memaksakan fatwa kekafîr-
an terhadap mereka yang mengucapkan kalimah syahadat lalu dengan
memegang akidah pembunuhan terhadap yang murtad, dengan harap-
harap cernas mereka rnenunggu-nunggu saat kapan mereka mendapat
kekuasaan dan kapan mereka dapat mengalirkan sungai-sungai darah
dengan membunuh orang-orang murtad itu.
Namun, serupa dengan cara pemuka-pemuka agama di masa abad-
abad kegelapan yang menganggap orang yang murtad dari agama Kris-
ten itu sebagai layak dihukum mati; apa yang dimaksudkan oieh mereka
dengan Kristen ialah orang Kristen yang sesuai dengan jalan pikiran pe-
muka-pemuka itu. Menurut Maulana Maududi pun orang yang murtad
dari Islam harus dihukum mati dan yang dimaksud dengan Islam ia-
lah yang dinyatakan benar oieh Maulana Maududi atau penerus beliau.
Maka dalam "masa pernerintahan" ala Maududi keputusan terakhir me-
ngenai siapakah orang Islam dan siapakah murtad akan terletak di ta-
ngan penguasa dari golongan Maududi. Bagaimanakah keputusan itu
nanti? Jawaban pertanyaan itu telah dicantumkan dalam tulisan-tulisan
Maulana Maududi tanpa bertedeng aling-aling.
Namun sebelum saya membuat corat-coret tentang ide-ide Maula-
na Maududi bertalian dengan persoalan ini pada tempatnyalah bila sa-
ya dengan ringkas membersihkan Rasulullah saw. dari tuduhan bahwa
nauzubillah beliau pun berpegang kepada akidah bahwa bila seorang
memilih agama lain, dengan meninggalkan Islam, ia layak dihukum
mati menurut syariat Islam.
Bila kita menisbahkan suatu pikiran atau perbuatan kepada sese-
orang maka secara wajar timbul pertanyaan dalam hati bahwa, apakah
pengakuan atau perbuatannya itu cocok atau tidak dengan akhiak dan
budi pekerti terbuka orang itu. Atas dasar kriteria itulah kita menguji
banyak haï dalam kehidupan kita sehari-hari dan kriteria ini tidak hanya
dapat diterapkan kepada manusia bahkan berlaku untuk segala sesuatu
di dunia ini.
Misainya, jika ada orang yang mengatakan bahwa ia melihat seekor
kuda di hutan yang sedang merobek-robek badan seekor singa dan me-
makan dagingnya, atau, seekor anak rusa yang dengan sekonyong-ko-
nyong menyerang seekor harimau dan mencabik-cabiknya maka kita
tidak dapat mempercayai barang sejenak pun bahwa haï itu telah terjadi
98

sebagaimana diceritakannya; sebab, pernyataan itu berlawanan dengan
sifat-sifat yang telah dirnakiumi pada kuda atau rusa.
Demikian pula akidah "pembunuhan terhadap orang murtad"
itu sajn heg'tu ~lٌ,yanan dengan tindak kewajaran dan begitu jauh
dari rasa keadila.rýýýý sehingga pada pokoknya sekali-kali tidak dapat di-
nisbahka.n kepada Rasulullah saw. Justru misi beliau ialah supaya
semua orang di «Jun.ia menerima agarna beliau dengan meninggalkan
agama mereka. Jika demikian bagaimana dapat beliau memberi izin
mempergunakan paksaan apa pun terhadap mereka yang mau menukar
agama mereka.
Manakala orang-orang memeluk agama beliau dengan meninggal-
kan agama mereka dan sebagai hukuman terhadap perbuatan itu mereka
dipukul dan disiksa maka beliau mencapnya sebagai kezaliman. Begitu
pula beliau mengganggap haï itu sebagai suatu ikhtiar yang tidak adil
dan sangat bertentangan dengan hati nurani manusia. Kernudian betapa
mungkin wujud yang paling adil itu seakan sama sekali melupakan to-
lok-ukur atau kriteria itu bertalian dengan perkara beliau sendiri. Bila
ada seseorang mernukul orang lain oieh karena orang itu menukar aga-
ma, beliau menganggap orang itu sangat zaiim; tetapi, bila ada yang me-
ninggalkan agama beliau dan berpindah kepada agama lain beliau men-
fatwakan untuk memberlakukan hukuman mati bagi orang itu. Politik
semacarn ini bila dinisbahkan kepada seorang ahli polifik pun akan di-
anggap sebagai penghinaan baginya, apalagi kaiau politik semacarn itu
dinisbahkan kepada Hadhrat Muhammad Mustafa saw.
Selain itu, jika pun akhiak umum beliau yang sebagian daripada-
nya telah disinggung sepintas lalu sebelumnya diperhatikan maka sama
sekali tidak beralasan menisbahkan akidah seperti itu kepada beliau.
Seperti hainya mengenai matahari biarpun seribu dalil diberikan, orang
tidak akan menerima pernyataan bahwa matahari tidak mengirimkan
sinar melainkan kegelapan, demikian puhlah hainya tidak ada alasan
apa pun untuk menisbahkan perbuatan yang tidak wajar semacarn ini
kepada. Rasulullah saw. Tetapi, jika ada yang mau mengatakan bahwa
akidah semacarn itu sama sekali tidax berlawanan dengan keadilan ma-
ka saya tidak mempunyai jawaban kecuali berdiam diri oieh keheranan
yang sangat.
Haï lain yang patut direnungkan, ialah, dengan telaah sepintas pun
tannpak dari AI-Qur'an yang mençutarakan sefarah agama-aeama. bah-

nn
wa di antara para nabi yang telah lalu tidak seorang pun pemah mene-
tapkan hukuman mati atau pengusiran bagi orang yang murtad. Ke-
balikannya, tanpa kecuali, semua lawan mereka menetapkan hukuman
mati atau pengusiran bagi orang mui-tad dan senantiasa berusaha melak-
sanakan hukuman sesuai dengan ketetapan itu. Allah swt. dalam Al-
Qur'an mencap cara mereka demikiaJî sangat tercela dan pantas dihu-
kum. Juga Dia menentukan hukuman dengan kemusnahan-pasti dan
kernurkaan llahi. Kernudian, bagaimana dapat saya benarkan bahwa
Junjungan saya meninggalkan cara semua nabi yang suci itu lalu nauzu-
billah memilih cara-cara tercela lawan mereka yang tidak sah itu serta
menganggapnya benar. Menurut saya haï ini lebih mustahil daripada
menisbahkan kegélapan kepada matahari. Namun, oieh karena menge-
nai haï ini dalam bab pertama dari buku ini pun telah diberi sorotan
terperinci, sebab itu saya menganggap tidak perlu menambah sesuatu.
Haï ketiga yang perlu diputuskan itu ialah bahwa sejarah yang
telah ditampilkan oieh AI-Qur'an mengenai masa Rasulullah saw. de-
ngan tegas menetapkan pandangan ini sebagai batil dan tanpa ber-
dasar. Mengenai sejarah yang ditampilkan oieh AI-Qur'an yang berhu-
bungan dengan masa Rasulullah saw. itu jangankan para ulama Islam
bahkan semua orientalis bangsa Eropa yang bagaimana pun fanatiknya
terpaksa mengakui bahwa uraian itu layak diterima tanpa keraguan
sedikit pun. Fakta-faktà sejarah yang telah dikernukakan oieh AI-
Qur'an, sebagaimana telah saya singgung di sini secara sambil lalu, akan
Insyaallah diutarakan dengan panjang lebar pada akhir bab ini. Pokok-
nya, tiga dalil tersebut bukan saja dalam keseluruhan tetapi secara ter-
pisah-pisah pun adalah begitu berbobot dan padat serta jelas sehingga
setiap dalil lain yang berlawanan dengan itu adalah layak ditolak. De-
ngan mengesampingkan hal-hal lain, lalu hânya sifat-sifat keadilan Ra-
sulullah saw. saja kita perhatikan, maka faham "Pembunuhan terhadap
orang murtad" akan menjadi musnah dengan sendirinya seperti buyar-
nya benteng dari pasir. Bila Maulana Maududi mengernukakan dalil
untuk mcmberi sanggahan terhadap pikiran itu bahwa sejumiah besar
ulama yang cemerlang membenarkan faham ini, maka argumentasi Mau-
lana yang demikian itu, menurut faham saya, adalah serupa dengan
menganggap ranting sebagai permulaan dan akar sebagai akhiran. Bagai-
mana pun tingginya martabat para ulama tetap mereka tidak luput
dari kekeliruan dalam urusan syariat. Tetapi Junjungan kami, Muham-
mad saw., itu bersih dari kesalahan dan kekeliruan.
100

Oieh sebab itu, seandainya semua ulama yang telah lahir dalam
berbagai masa yang berlain-lainan dalain jangka waktu empat bêlas abad
ini mengemukakan sesuatu yang dengan menerima sesuatu itu akan me-
nodai shadaqat (sifat kelurusan), amanat, kejujuran, dan keadilan be-
liau, saya sama sekali tidak akan relamenerimanya;sebab,sayamenge-
tahui bahwa para ulama dengan martabat-martabat yang tinggi pun
dapat kelini dan memang adakalanya mereka keliru juga. Tetapi, sifat-
sifat mulia yang ada pada diri Rasulullah saw. tak dapat diragukan. Per-
tikaian yang sengit di antara para ulama itu sendiri cukup membuktikan
bahwa mereka tidak luput dari kekeliruan. Jika ada sepuluh pan5aangan
tapi semuanya berbeda satu sama lain maka, pada pokoknyà, satulah
yang benar dan selebihnya yang sembilan itu tidak benar, atau, boieh
jadi satu pun tidak benar. Bagaimana juga, terlepas dari persoalan apa-
kah para ulama, secara perorangan atau secara kolektif, dapat keliru
atau tidak, satu haï yang jauh dari segala macarn keraguan dan tentu
benarnya ialah, ranting-ranting dapat dikurbankan untuk akar tetapi
akar tidak dapat dikurbankan untuk ranting. Suatu hadis yang diri-
wayatkan oieh para perawi yang bagaimana pun benarnya jika terang-
terang berlawanan dengan sebuah ayat AI-Qur'an, maka hadis semacarn
itu dalam keadaan apa pun tidak dapat diutamakan dari AI-Qur'an.
Demikian pula setiap ijmak (kesepakatan pendapat) atau ?uara
terbanyak yang terang-terang belawanan dengan suatu keterangan AI-
Qur'an atau yang memberi sorotan buruk kepada akhiak Rasulullah
saw. yang luhur itu layak ditolak tanpa ragu-meragu sedikit pun.
Sesudah pernbahasan singkat ini, kita kernbali kepada pokok pern-
bahasan yang telah kita putuskan rangkaiannya. Pokok persoalan yang
sedang dibahas tadi itu ialah sekte-sekte manakah dari antara mayori-
tas orang-orang yang menyebut diri Islam menurut versi Maududi akan
dicap sebagai murtad agar dapat diperkirakan bahwa jika pada suatu
waktu golongan Maududi memperoieh kekuasaan maka beberapa jum-
lah lehcr makhiuk Allah akan menjadi korban golok-golok mereka.
Menurut Maulana Maududi, orang Ahmadi itu jelas tennasuk ka-
tagori "murtad" dan bagaimana pun merupakan suatu golongan mino-
ritas bukan muslim, namun kernurtadan dan kekafiran tidak terbatas
kepada mereka saja, selain mereka golongan "ahli Qur'an" yaitu mereka
yang mengikuti aliran Tuan "Parwez" pun tanpa ragu-ragu adalah "bu-
kan-musiim" keluar dari daerah Islam atau dengan perkataan lain akan
terhitung "murtad" bahkan lebih dari itu kekafiran mereka akan dihi-
101
tung lebih parah dan "orang-orang Qadiani" (dengan demikian mungkin
mereka dibunuh dengan cara lebih mengerikan). Untuk itu bacalab--di
dalam berkala "Tasnim," terompet "Jemaat Islami," fatwa Maulana
Amin Ahsan Islahi, yaitu ketika beliau masihbelum berpisah dan Mau-
lana Maududi dan bahkaii disebut sebagai tangan kanan beliau, Maulana
Amin Islahi berucap :
"Semcntara orang dengan nnenunjuk kepada perbcdaan-perbc-
daan faham mengenai syariat Islam, memberi musyawarah kepada
orang Islam bahwa dalam negcriinitidak mungkin menegakkan sya-
riat Islam namun hainslah ditegakkan pcmerintahan berdasarkan
prinsip-prinsip AI-Qur'an. Jika menurut mereka syariat itu terbatas
kepada apa yang tersebut dalam AI-Qur'an saja dan segala yang
lain selain ii:ü ddak termasuk katagori syariat maka yang demikian
itu merupakan kekafiran yang nyata bahkan kekafiran semacarn
itu agak lebih parah dan lebih hebat dari kekafiran orang-orang
Qadiani" (diambil dari buku "Mizaj syanas-e-Rasul" atau "sang
pengenal jiwa Rasul," peny.) him. 372 dengan referensi, "Tas-
nim" 15 Agustus 1952).
Kiranya bereslah sudali dengan persoalan Ahmadiyah dan Ahli
Qur'an. Kini timbul pertanyaan, apakah kekafiran dan irtidad (kemur-
tadan) berakhir kepada dua sekte ini saja? Maka, dalam menyelidiki
persoalan ini makin banyak kita menelaah literatur Maududi, semakin
kentara pula hakikat ini bahwa dalam pandangan ala Maududi segala
sesuatu yang lain adalah kekafiran dan kekafiran mutlak, kecuali faham
Maududi. Mari kita menyaksikan ihwai "sekte-sekte musiim" dari
"orang-orang musiim" bahwa menurut Maulana Maududi sejauh mana-
kah benarnya keislaman mereka itu. Dalam menyoroti golongan yang
banyak ini secara sephuas lintas Maulana Maududi menyatakan :
"Golongan besar yang disebut kaum musiim ini keadaannya ada-
lah sedemikian rupa sehingga sembilan ratus sembilan puluh orang
dari seribu tidak memiliki i-lmu Islam, tidak pula mereka bisa mem-
bedakan di antara hak dan batil,jalan pikiran mereka mengenai akh-
Iak serta sikap mental mereka pun tidak mengalami perubahan yang
sejalan dengan Islam. Dari ayah kepada putera dan dari putra kepa-
da cucu secara terus-menerus telah menerima sebutan Islam seba-
gai warisan; oieh sebab itulah mereka itu orang Islam. Mereka tidak
menerima hak karena mengenainya sebagai hak, dan tidak pula
102

nneninggalkan batil karena mengenainya sebagai batil. Jika mereka
diberi tampuk pimpinan oieh karena hak suaranya yang banyak
dan mengharapkan bahwa kereta Millat Islam akan menempuh
jalan Islam maka rasa optimisnya perlu dipuji" (Musalfnan aur
Maujudah Siasi Kasymakasy — Orang-orang Musiim dan Pergola-
kan PolitikDewasaim,"jilid III, him. 130).
Beliau melanjutkan :
"Perumpamaan pcmilihan umum secara dcmokratis adalah be-
nar-benar serupa dengan cara membuat mentega dari susu yang dika-
cau. Jika susu itu beracun maka mentega yang dihasilkannya su-
dah sewajamya lebih beracun daripada susu itu sendiri.......
"Walhasil, mereka yang menduga bahwa bila kawasan-kawasan
tempat jumiah penduduk musiirnnya merupakan mayoritas, me-
lepaskan diri dari kekuasaan Hindu dan di sini ditegakkan pernerin-
tahan yang demokratis maka dengan demikian akan berdirilah ke-
rajaan llahi maka dugaan ini keliru. Sebenarnya apa yang akan di-
peroieh dari proses ini tak lain ialah pernerintahan orang-orang
musiim yang bercorak kekafiran" (Musalman aur Maujudah Siasi
Kasymakasy - "Orang-orang Musiim dan prrgolakan Politik
Dewasa ini," jilid III, him. 132).
Jika sampai sekarang fatwa Maulana mengenai "orang-orang Mus-
iim" yang bukan versi Maududi belum jelas maka untuk lebih memper-
jelasnya saya sajikan satu kutipan lagi:
"Kaum yang dinamakan Musiim di sini terdiri dari segalamacarn
orang yang baik maupun buruk. Dilihat dari segi karakter, seba-.
nyak jumiah tipe orang yang terdapat di kalangan orang kafir se-
banyak itu terdapat pula dalam kaum ini. Jumiah pernberi penyak-
sian paisu dalam pengadilan di kalangan orang kafir, prosentase-
nya hampir sama dengan jumiah orang Islam yang memberi pe-
nyaksian paisu. Dalam kebiasaan rnenyogok, pencurian, perzinah-
an, dusta, dan akhiak-akhiak buruk lainnya orang Islam tidak ka-
lah dari orung kafir" ( 'Musalman aur Maujudah Siasi Kasymaka-
sy — "Orang-orang Musiim dan Pergolakan Politik Dewasa Ini,"
jilid m, him. 166).
Adakah sesudah fatwa-fatwa ini masih diperlukan fatwa-fatwa la-
gi? Jika masih ada keraguan maka, boieh jadi mengingat fatwa ini ber-

103
Iaku terhadap 999 orang dan seribu orang, fatwa ini tidakdapat dikena-
kan kepadapara ulama umat Islam dan para pernimpin lainnya. Namun
jalan pikiran ini tidak benar, sebab dalam pandançan Maulana Maududi
tiap orang yang bukan termasuk golongan Maududi harus diperlakukan
dengan satu macarn cara saja .
"Baik pernimpin politik yang tclah menerima pendidikan ala Ba-
rat maupun para ulama agama dan mufti syariat, kedua macarn pe-
mimpin itu sama-sama sesat dari segi pandangan dan strategi per-
juangan mereka. Kedua-duanya telah tergelincir dari jalan yang
hak dan sedang berkelana dalam berbagai macarn kegelapan, tia-
da seorang pun dari antara mereka yang pandangannya adalah se-
suai dengan pandangan orang-orang Musiim" (Musulman aur Mau-
judah Siasi Kasymakasy — 'Orang-orang Musiim dan Pergolakar
Politik Dewasa Ini," jilid III Mm. 95).
Para pernbaca yang budiman dapat memutuskan sendiri bahwajika
kesesatan demikian itu namanya bukan "irtidad" maka nama apalagi
yang dapat diberikan?
د)engan membaca kedua fatwa Maulana Maududi tersebut saya ter-
ingat kepada suatu cerita bahwa seorang raja sangat menyayangi seekor
kuda, konon kuda itu jatuh sakit keras. Raja mana tahan mendengar
khabar kernatian kudanya. Dia memerintahkan bahwa siapa pun yang
akan membawa berita naas itu akan dibunuh; namun bersamaan dengan
itu dia mengharuskan supaya selang setengah jam ia harus diberi tahu
tentang keadaan kesehatan kudanya. Tetapi apa yang raja dapat perbuat
di hadapan kehendak llahi? Dalam waktu setengah jam kuda itu mele-
paskan nafasnya yang penghabisan. Melihat gelagat ini para pegawai is-
tana merasa sangat gelisah dan khawatir bahwa siapa kiranya akan
menghadap kepada raja menyampaikan berita kernatian kuda tersebut
dan dengan demikian kernbali dengan membawa perintah untuk kerna-
tiannya sendiri. Pada akhimya mereka memaksa seorang miskinyang
tak berharga untuk menyampaikan kabar naas ini kepada raja. Kini ji-
ka ia menolak perintah ini ia akan dibunuh dengan tangan pegawai ista-
na dan jika menerima perintah itu ia akan menjadi sasaran kernurkaan
raja. Walhasil orang tidak berdaya itu telah terlihat dalam kegelisahan
dan kebimbangan yang sangat. Kini bagi dia, menurut suatu piameo
tinggal hanya dua jalan, atau dia tetap berdiri di pantai dan menerima
kernatian atas tangan setan yang mengejamya, atau ia melompat dalam
104

laut biru yang dàlam itu dan tidur lelap untukselaîna-laînanya dibawa
buaian ombak-ombak laut itu. la memang miskin dan tak berdaya, na-
mun sangat cerdik. Akhimya ia menernukan satu jalan untuk mele-
paskan diri dan kernatian kuda kepada raja. Kabar itu disampaikan de-
ngan amat bijak; ia berkata, "Ya Duli bagindaku! Selamat sejahtera ba-
gi yang mulia. Mubarak, mubarak, kinikuda empunya yang mulia da-
lam keadaan amat tenang." Baginda saking gembira bertanya, "Cobaje-
laskan agakitcrpcrinci, berita yang menggembirakan itu." Dia dengan
dua tangan yang tertutup râpât memohon, "Yang Mulia, tadinya kuda
itu anggota badannya bergemetaran, kini ia begitu tenang sehingga tidak
mau membýýlra mata, tadinya suara berdebar-debarjantungnya kede-
ngaran Jauh-jauh, kini tidak akan kedengaran suara debaran biar kita
menarun kuping di dadanya. Tadinya nafasnya amat sesak, kini sudah
habis perkara. Tiada persoalan mengambil nafas lagi."
Mendengar uraian ini baginda dengan berang berkata, "Wahai
orang naas, mengapa engkau tidak berkata bahwa kuda itu telah tiada."
Lalu, orang itu berkata dengan khidmat, "Yang Mulia, bukan hamba
yang mengatakan demikian. Yang Mulialah yang bersabda demikian.
Betapa hamba sampai hati berkata demikian."
Maka, bila ada suatu kaum yang telah menjadi sesat, telah me-
nyimpang dari jalan kebenaran, sedang berkelana dalam beraneka ragarn
kegelapan, pandangannya bukan pandangan seorang musiim, segala ma-
cam tipe manusia yang terdapat di kalangan orang kafir terdapat pula
padanya, maka jika kaum itu tidak dikatakan kafir, sebutan lain apakah
yang akan dikenakan kepadanya? Tetapi, boieh jadi Maulana Maududi
akan menjawab, "Bukan aku yang berkata 'demikian, kamulah yang
mengatakannya."
Oieh sebab itu sekarang pun bila siapa yang belum yakin bahwa
haï ini mungkin teq'adi maka fatwa Maulana yang menganggap murtad
kepada mereka yang memisahkan diri dari "Jemaat Islami" adalah cu-
kup sebagai bukti:
Ini bukan jalan tempat orang yang baginya maju ke depan
dan mundur sama saja. Tidak begitu! Mundurdi sini adalah
sama dengan menjadi murtad ("Laporan Jemaat Islami," bagian
l him. 8).
Jadi, jika meninggalkan "JJemaat Islami" dan menggabungkan diri
dengan jemaat lain dinamakan "murtad" maka.) jika nama jemaat yang
105
lain itu bukan kafir kernudian narna apa lagi yang mungkin diberikan
kepact9me,reka?
Tetapi, jika kesimpulan saya ini tidak benar kernudian kita berta-
nya kepada beliau, bagaimanakah pandangan beliau mengenai orang-
orang Islam yang menganggap Rasulullah saw. .sebagai "Alimul-Ghaib"
serta mengingkari adanya jasad fisik beliau dan bagaimana pandangan.
beliau mengenai orang-orang Islam yang membolehkan meminta-minta
keperluan mereka di kuburan-kuburan para waliullah. Dan bagaimana-
kah pandangan beliau mengenai mereka yang menganggap semua
paraKhalifah Rasyidin r.a.. kecuali Hadhrat Ali r.a., sebagai perampas
hak serta memaki-maki dan melaknati para khalilah dan para sahabat
sahabat yang lain termasuk Hadhrat Aisyah r.a.
Janganlah memberi jawaban seperti caranya menyampaikan berita
mengenai kernatian kuda tetapi beritahulah serupa dengan kata-kata
raja (dalam cerita tadi) sebutan apakah yang diberikan kepada orang-
orang tersebut.
ORANG-ORANG ISLAM KETURUNAN
Di sini timbul suatu pertanyaan sangat penting, ialah seandainya
dibenarkan pula bahwa hukuman bagi orang murtad itu hukuman mati
dan dibenarkan pula. bahwa menurut Maulvi Maududi selain jemaat
beliau semua orang Islam lainnya adalah kafir karena kekafiran mereka
diterima oieh mereka sebagai warisan dari orangtua mereka; maka me-
nurut Maulana sendiri mereka itu tidak dapat dicap sebagai murtad me-
lainkan akan dihitung sebagai "orang kafir keturunan."
Mengingat haï demikian, nampak bericbih-lcbihan bila dinisbahkan .
kepada Maulana Maududi akidah bahwa semua "orang Islam keturunan"
— adalah yang orangtuanya pun kafir menurut beliau — adalah kafir dan
juga murtad. Memang tidak mungkin seseorang itu kafir dan juga sekali-
gus murtad. Bagaimana haï itu mungkin? Saya sendiri mcngakui bahwa
dalam dunia akai haï ini tidak mungkin. Tetapi, jika itu bukan dunia akai,
jika yang berkuasa ialah kekerasan, dan akai manusia tidak berdaya
maka apa yang tidak mungkin? Tentu dalam dunia macarn ini segala
itu mungkin dan memang dalam lingkungan itu adalah mungkin seorang
disebut "kafir" dan "murtad" pada waktu bersamaan.
Jadi, menurut peraturan itu tiap orang "kafir" yang dipanggil se-
bagai "musiim" dan yang telah dilahirkan di rumah "orang-orang mus-
lOfi

lim-kafir" akan disebut "murtad" dan harus dibunuh. Sebab, bila tuju-
annya ialah menguasai jiwa dan kekayaan mereka maka tiadajalan me-
lainkan pertama-tama mereka diakui sebagai musiim keturunan, sesu-
dah itu dikernukakan dengan gigih bahwa sesudah mencapai usia de-
wasa mereka telah menjadi kafir dengan kehendak mereka sendiri sebab
mereka dididik oieh orangtua mereka dalam lingkungan kekafiran. Oieh
sebab itu semua orang Islam semacarn itu adalah kafir dan wajib dibu-
nuh.
Perhatikanlah, betapa anehnya peraturan otokratik ini bahwa se-
jauh bertalian dengan "faham ala Maududi" dan "bukan alaMaududi"
maka faham "bukan Maududi" merupakan kekafiran. Tetapi, sejauh
ada hubungan dengan ikhtiar seorang "kalir keturunan" untuk memilih
mazhab lain selain mazhab Maududi, maka kafir-keturunan itu terma-
suk dalam katagori "musiim keturunan." Aturan main ini tidak ber-
akhir sampai di sini saja bahkanjika di satu pihak dibenarkannya mem-
bunuh orang "murtad" yang mula pertama masuk Islam dengan me-
ninggalkan kekafiran dengan kehendak sendiri di atas dasar bahwa bila
dia mengetahui bahwaJalan inijalan satuJlrah dan tidak mungkinber-
balik dari jalan ini maka mengapa dia masuk dalam Islam sedangkan di
pihak lain hak seorang "musiim keturunan" untuk menukar agamanya
dirampas dengan dalih bahwa, sekalipun benar bahwa "manusia yang
teipaksa" itu tidak berdaya menghadapi keadaan yang menyebabkan
kelahirannya dan ia ditakdirkan dilahirkan di_rumah orang musiim, na-
mun ia tidak dapat diberi izin mengganti agamanya sebab haï ini akan
menimbulkan kesulitan. Makanya dalam usaha memecahkan problema-
problema yang tak dapat dipecahkan ini beliau berkata :
"Kalimat J~~MA~
"< " - maksudnya ialah,
kami tidak memaksa siapa pun masuk ke dalam agama kami,
dan memang demikian Sikap kami; namun, orang yang mau pu-
lang-kembali sesudah masuk, kepada orang semacam
itu kami lebih dahulu memberi peringatan bahwa pintu ini tidak
terbuka untuk masuk dan keluar. Maka, jika kamu mau masuk,
putuskanlah dahulu bahwa kamu tidak akan berbalik.
Jika tidak, silahkanjangan masuk." *"{ • " ~'•~~r
Membaca tafsir yang demikian mengenai ayat ~JIJJ L) * 1 J iy
itu saya teringat kalimat pernimpin Ahli Qur'an, Tuan Parwez, yang de-

107
ngan kata-kata lain menjelaskan faham Maulana Maududi sebagai ben-
kut:
"Islam versi Maulana IMaududi scolah-olah scrupa dengan "pe-
r.angkap tikus." Tikus dapat masukperangkap tetapi tidak dapat kc-
luar dan padanya." (Rupanya keberanian Tuan Parwez mengemu-
kakan inilah yang dibuatnya menjadi sasaran amarah Tuan Maudu-
di).
Tetapi terlepas dan ihwai Maulana telah memperolok-olokkan ayat
ini secara amalan, jika ada orang bodoh atau karena terpaksa menun-
dukkan kepalanya pada keputusan ini lalu ia mengatakan, "Benarlah
apa yang dikatakan Maulana itu, tetapi saya berkata bahwasaya tidak
datang kc dunia dengan kehcndak saya sendiri. Saya telah dilahirkan di-
kalangan orang Islam. Bagaimana dapat saya tahu bahwa jalan ini ja-
lan satu-arah, yakni, terbuka hanya untuk masuk? Karena, saya yang
malang ini tidak tahu akan dilahirkan di masa pernerintahan ala Maudu-
di."
Maulana mengulang" mafhum persoalan itu dengan kata-kata
beliau sendiri, lalu memberi suatu jawaban yang aneh bin ajaib. Selu-
ruh tulisan Maulana bertalian dengan ini adalah sebagai berikut :
ORANG-ORANG MUSLIM KETURUNAN
"Sehubungan ini masih tinggal satu persoalan lagi yang menini-
bulkan kegelisahan sangat dalam benak banyak orang bertalian de-
ngan soal "pembunuhan terhadap orang murtad," ialah, dalam ke-
adaan seorang yang tadinya bukan musiim lalu ia menerima Islam
dengan kehendaknya sendiri dan sesudah itu ia kernbali lagi menja-
di kafir. Mengenai orang seperti itu Anda dapat mengatakan bah-
wa ia sengaja membuat kesalahan mengapa ia tidak puas menjadi
zimmi .(orang kafir yang dibolehkan berdiam dalam negeri Islam
dengan membayar upeti, peny.). Dan mengapa ia masuk dalam à-
gama yapg bersifat kolektif sedangkan ia mengetahui bahwa pintu
ketuamya tertutup. Namun, perkara orang yang tidak menerima
agama Islam dengan kemauan sendiri bahkan oieh karena ia dila-
hirkan di tengah keluarga orang Islam maka agama Islam dengan
sendirinya telah menjadi agamanya, orang seperti itu apabila men-
capai kedewasaan lalu karena tidak puas dengan agama Islam ia
mau meninggalkannya, maka adalah keterlaluan bahwa orang se-

108

perti itu diancarn oieh Anda dengan hukuman mati dan memaksa
dia tetap dalam Islam.
"Halitubukansajanampaknya sebagai tindakan tidak adil bah-
kan salah satuakibatnyayangwajar ialah sejumiah besar orang Islam
keturunan akan terus berkembang dalam sistem kolektif Islam.
Jawab dari kesangsian itu ada yang bersifat prinsipil dan ada yang
bersifat pragmatik. Jawaban secara prinsipil ialah bahwa tidak
dapat diadakan perbedaan bertalian dengan peraturan-peraturan
agamadi antara pengikut-pengikut keturunan dan pengikut dengan
kehendak sendiri, dan tiada agama yang pernah membedakan di-
antara dua golongan itu. Tiap agama pada lazimnya menganggap
keturunan para pengikutnya sebagai pengikut agama itu serta men-
jalankan atas mereka semua peraturan-peraturan yang dapat di-
jalankan kepada mereka yang menjadi pengikut dengan kemauan
mereka sendiri. Haï ini secara amalan (Praktis) tidak mungkin dan
tidak logis ditilik dari sudut akai bahwa keturunan para pengikut
atau, menurut istilah politik, keturunan dari warga negara dan pen-
duduk dididik pada mula pertama sebagai orang-orang kafir atau
orang asing, dan apabila mereka beranjak dewasa, maka diserah-
kan kepada mereka hak keputusan bahwa apakah mereka mau
mengikuti agama ini atau mau menyatakan kesetiaan kepada ne-
saxa. tempat mereka dilahirkaii ini. Tiada sistem kolektif yang da-
pat berjalan dengan cara ini" (Hukuman Terhadap Orang Murtad
Menurut Hukum Islam, him. 76—77).
Saya menyerahkan kepada sidang pernbaca yang budiman untuk
memberi keputusan adakah akai manusia dapat memperoieh kepuasan
atau tidak dengan cara argumentasi Maulana yang khas ini? Secara pri-
badi saya telah sampai kepada kesimpulan bahwa bila pun beliau me-
masukkan kaki beliau ke dalam ruangpermasalahanyanghalus, pandang-
an beliau menjadi kabur sekali sehingga tidak dapat membedakan di-
antara berbagai bentuk dan gambar. Kabut yang menutupi gagasan be-
liau mengenai negara Islam yang oieh karenanya beliau telah membuat
kesalahan fatal dari segi pokok dasar dan prinsip, kini bukan tempat-
nya untuk membahasnya dan untuk itu memerlukan sebuah buku ter-
sendiri mengupasnya. Namun, bertalian dengan argumentasi beliau
yang_ baru telah dibaca oieh sidang pernbaca, saya ingin mengarahkan
perhatian beliau kepada suatu kealpaan kecil yang jika diperbaiki da-

109
pat memperluas pandangan beliau bertalian dengan idiologi kekerasan
beliau.
Titik pusat dalil tadi itu ialah, "tiap agama menganggap keturunan
para pengikutnya, secara naluri, sebagai pengikutnya juga." Oieh sebab
orang-orang yang disebut musiim itu (meskipun menurut faham Maula-
na Maududiibu-bapak mereka secara amaliah adalah kafir) biar bagai-
mana pun akan disebut milik Islam pula. Jadi, bila kemilikan Islam
terhadap mereka telah terbukti maka sesudah mereka beranjak dewa-
sa, bagaimanakah dapat mereka diberi izin untuk menjadi apa saja me-
nurut kehendaknya. Dalam membuat gagasan ini rupanya mata Maulana
tidak melihat sabda Rasulullah saw. bahwa:
ï\~ h;J J~ >J~Vi I o-u.
<*—-» L~-~.~~ ! <0, \~M'? 1 dJf t >>~•~.
(J~'!')
"Tiap bayi dilahirkan atas fitrat Islam, adalah ibu-bapaknya
yang membuat. dia menjadi orang Yahudi atau Nasrani atau Ma-
jusi" (Bukhari).
Jika argumentasi tersebut di atas itu benar, maka mengapa akibat
yang wajarnya dianggap terbatas kepada keturunan orang-orang yang
disebut musiim itu? Anak-anak di seluruh dunia merupakan warisan Is-
lam. Mengapa mereka disepikan dari kebahagiaan ini dan mengapa
orangtua mereka harus diberi wewenang mendidik pada tahap permula-
an mereka secara orang-orang kafir atau asing sebelum mereka men-
capai usia dewasa. Adalah mengherankan mengapa hadis ini terlepas
dari pandangan Maulana. Dalil itu seharusnya nauzubillah dianggap me-
rupakan dalil yang prinsipil bagi para penganut faham kekerasan sebab
jangkauannya tidak terbatas kepada orang-orang Islam bahkan menca-
kup pula orang-orang kafir. Dan sebutannya bisa mencapai tiap agama
(mazhab) dan tiap yang berkulit hitam atau putih di seluruh, penjuru
dunia. Jika nauzubillah hadis ini diberi arti yang sama dengan cara argu-
mentasi Maulana Maududi kernudian tiada seorang anak kafir pun dapat
meloloskan diri.
Pokoknya tugas saya hanyalah memberi kesadaran, selanjutnya
terserah kepada Maulana sendiri. Saya tidak dapat memaksa beliau me-
110

nyetujui sesuatu dan saya sendiri pun tidak menganut faham yang mem-
benarkan cara kekerasan dalam bidang itikad-itikad dan pandangan-
pandangan.
Adalah tidak mungkin, menurut faham saya, bahwa suatu agama
yang dalam rangka maksud mengajarkan kebenaran akan memaksa se-
seorang berkata dusta. Adakah mungkin benih kebenaran menumbuh-
kan bulir-bulir kebohongan atau buah kedustaan dapat menumbuhkan
pohon kebenaran? Adakah pemah tampak butir-butir biji gandum
mengeluarkan tumbuh-tumbuhan beracun? Jika haï demikian tidak
mungkin, kernudian bagaimana mungkin Islam sendiri yang merupakan
personifikasi kebenaran akan memaksa urnat manusia berdusta? Dan
bagaimana mungkin seorang yang hatinya tidak mengakui lagi kebenar-
an Islam dan karena bodohnya telah memperoieh keputusan dalam iti-
kad bahwa AI-Masih itu anak Allah dan merupakan sekutu dalam ketu-
hanan-Nya lalu Islam bangkit di hadapannya dengan menggenggam pe-
dang seraya berkata, "Mengapa sebelumnya 'kau menyatakan bahwa
Tuhan itu Mahaesa; kini baik karnu menerima atau tidak menerima, ka-
mu harus berkata bahwa dia itu Mahaesa. Jika ia berani bertanya,
"Tuan, hati saya memberi kesaksian bahwa Dia tidak tunggal maka ba-
gaimanakah dapat saya memberi kesaksian bahwa Dia itu Mahaesa?"
Lalu begitu selesai jawaban itu diucapkan serentak itu pula pedang Is-
lam akan jatuh pada lehemya dan akan memenggal kepalanya seraya
berkata, "Berani betul kamû berkata benar, mengapa tidak mau berdus-
ta saja?"
Sekalipun benar bahwa Tuhan itu Mahaesa dan memang tidak syak
lagi bahwa Muhammad saw. adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya namun
ketika orang-orang munafik di masa Rasulullah saw. memberi juga ke-
saksian yang benar ini maka hanya karena hati mereka tidak ikut mem-
beri kesaksian ini Allah swt. berfirman bahwa mereka itu berdusta.
Dalam AI-Qur'an pada ayat pertama Surah Munafiqun Allah
swt. berfirman:

"~ >-» " '!' ~ -~
~JL, hء-Y; 1;ýLls ~»

\'îi}{»\ï\

» -

. *.,))) A

i i tCrY;1

8c~s$hcu C~=] l c' l :• 41) tJ

III

"Bila orang-orang munafik datangkepada enghau, mereka ber-
kata, Kami mcinberi kesaksian bahwasanyaengkauaclalahRasul Al-
lah, namun sekalipun Allah (swt.)mengetahuibahwaengkauadalah
Rasai Allah, Allah memberi kesaksian bahwa orang-orang munafik
itu tentu berkata dusta" (Al - Munaflqun: 2).
D~»J-1, '~,n~•n AII^L ,...c __-_ l l l - -_—_ __--——~..~MfîL-

Pcndck kata, Allah swt. menghendaki supaya orang-orang munaiik
meninggalkan kebiasaan berkata bohong tetapi Maulana Maududi ber-
pegang kepada akidah bahwa atas nama kebenaran orang-orang harus
dipaksa dengan ancaman senjata untuk berdusta. Oieh karena saya tidak
menyetujui faham ini, saya tidak bisa memaksa Maulana menyetujui
e*ï\T'ï

saya.
Mazhab saya adalah gamblang, yaitu: ~ > (~J *~ï~_ > 'J>غ,
"Bagi kamu adalah agama kamu dan bagiku adalah agamaka"
(Al-Kafirun : 7).
ef 1*111 * * 1*11 iT l'**

Secara sambil lalu saya ingin menghilangkaii suatu keraguan di sini,
ialah, boieh jadi Maulana mengernukakan bahwa munafikin yang telah
disinggung dalam ayat ini sama sekali tidak pemah beriman, sedangkan
orang-orang yang Maulana mau memaksanya berdusta adalah tennasuk
macarn munîtfikin yang, sekalipun telah mengetahui bahwa jalan ini ti-
dak terbuka untuk masuk dan keluar, tokh menerima Islam J'uga;maka
akan saya mohon kepada Maulana memperhatikan dua ayat yang lang-
sung menyusul ayat di atas supaya seluruh persoalan akan meniadi jelas:

ft ~ ~ ~

" l-a ~".

~~<<
~ Jtlil •»"

~~"»*.~~»'<
OO~AJU~~~ckýýýýý
'"Mereka menjadikan persumpahan merekaperisai;dengan demi-
kian mereka menghalangi orang-orang darijalan Allah. Sesungguh-
nya sangat buruklah apa yang telah mereka kerjakan. Yang demi-

mereka itu menjadi kafir maka materai dikenakan pada kalbu me-
reka dan karena itu mereka tak dapat mengerti" (Al-Munafiqun:
3 - 4).
Dari pokok pernbahasan yang terkandung dalam dua ayat ini ter-
bukti dengan pasti bahwa :
Pertama
Munafikin yang telah dismggung di sini adalah orang murtad, Mu-
la-mula mereka berirnan kernudian telah kernbali menjadi kafir.
Kedua
Mereka telah berpaling dari Islam sekalipun tadinya mereka mem-
beri kesaksian bahwa Muhammad saw. adalah Rasul Allah. Allah Taala
sangat mencela mereka. Mereka disebut sebagai "Orang-orang pendus-
ta", dan Dia berfirman, "Alangkah buruknya apa yang mereka per-
bliat."
Ketiga
Penyaksian mereka yang kemunafikan itu dinyatakan oieh Allah
sebagai tidak berguna untuk Islam bahkan sangat merugikan Islam. Al-
lah swt. bersabda bahwa dengan jalan demikian mereka menghalang-
halangi manusia dari jalan Tuhan.
Tetapi, akidah Maulana Maududi bertolak belakang dengan itu.
Menurut firman Tuhan, mereka itu pendusta dan sangat burukiah per-
buatan mereka. Namun Maududi Sahib menekankan bahwa :
"Berbuatlah demikian, biar karnu tidak beriman dalam hati
tetapi berilah penyaksian dengan lidah bahwa Muhammad saw.
adalah Rasul Tuhan; jika tidak demikian leher kamu akan dipeng-
gal."
Temyata, seraya mencemooh sikap cinta kebenaran beliau mem-
buat pernyataan mengenai murtad semacarn ini:
"Jika ia begitu mencintai kebenaran sehingga tidak mau tetapi
dalam keadaan munafik bahkan mau menganut apa yang sekarang
dipercayainya, mengapa dia tidak mau menyerahkan dirinya
untuk dihukum mati" (Murtad ki Saza, him. 53.1.
Mengajak orang berpegang kepada kemunafikan dengan mence-
mooh "kecintaan kepada ucapan benar" merupakan karya agung Mau-
lana.

il'.
Walhasil, Allah swt. berfirman, "Hai orang-orang pendusta, jangan
menjadi munafik," sedang Maulana seolah-olah mengatakan, "kok bera-
ni betul karnuberkata terus terang, mengapa tidak mau menyelainat-
kanjiwamu dengan menjadi orang munafik!"
Allah swt. menyatakan bahwa kemunafikan semacarn ini mengha-
lang-halangi manusia dan jalan Tuhan (dan sangat merugikan Islam)
namun Maulana menekankan bahwa bila orang-orang murtad semacarn
itu dibéri izin berkata benar maka Islam tidak dapat mempertahankan
dirinya; dengan demikian tiada lembaga kolektif yang dapat bertahan di
dunia.
Apakah pcriu komentar mengenai perbedaan faham semacarn ini?
Pada permulaanbab ini telah saya kupas bahwa Rasulullah saw.
sekali-kali. tidak menyetujui gagasan "Pembunuhan terhadap orang mur-
tad" yang berlawanan dengan fitrat dan keadilan. Telah saya nyatakan
pula bahwa AI-Qur'an memberi sorotan yang jelas bahwa suri tauladan
baik Rasulullah saw. tidak diragukan lagi mengenai masalah ini. Kini
mari kita memohon keputusan dari AI-Qur'an mengenai masalah yang
kita bahas, sebab tiada keputusan yang lebih baik dan lebih meyakinkan
daripada keputusan AI-Qur'an.
Surah AI-Munafiqun itulah surah (yang sebagian ayatnya telah di-
kutip di atas) yang telah saya isyaratkan. Surah ini bukan saja menje-
laskan persoalan "Pembunuhan terhadap orang murtad" itu dari segi
masalah semata bahkan mengernukakan juga teladan Rasulullah saw.
perihal ini. Dan, memberi sorotan kepada tiap segi masalah ini akan
menghilangkansegala keraguan. Dalam surah ini dengan pasti Rasulu-
llah saw. telah diberitahukan mengenai orang-orang murtad yang setelah
tadinya menjadi munafik bahwa mereka biasa memberi penyaksian
mengenai kebenaran Rasulullah saw. Namun, Allah swt. membukakan
segala rahasia mereka. Sekalipun demikian, tidak-pemah adaperintah
dari Tuhan mengenai pembunuhan terhadap mereka dan Rasulullah
saw. pun tidak memerintahkan agar menghukum mereka dengan pem-
bunuhan karena dosa itu. Mungkin Maulana menimbulkan keraguan
bahwa sesudah Allah berfirman, "Orang-orang munafik itu pendusta,"
Diamenambahkanayatberikutnya:
~ ~<~~-> •'..'<•
"Mereka telah menjadikan sumpah-sumpah mereka sebagai
pensai."
114

Sebcnarnya peri-.ai itu untuk menyelamatkan diri dari pembu-
nuhan dan mercka mengadakan penipuan tcrhadap orang-orang Islam
dengan tujuan bahwa jika orang Islam telah mengetahui kernurtadan
mcrekajangan-jangan nanti dibunuh oich orang-orang Islam.
Nampaknya ini merupakan satu jalan keluar untuk lolos, tetapi
sebaiknya Maulana memperhatikan lanjutan surah yang telah begitu ke-
tat .menutup pintu itu sehingga keraguan tidak sempat menembusnya.
Makanya, dalam meneruskan singgungan mengenai munafik-munafik
tersebut Allah swt. berfirman :

I/r• ~??

, .f ~ ~ •> " f ~ >f I~
~4 JJ O~A~aa-lllll \ lj~p-B-2~ „„ \j~

»» > •' ~'<' t 'i"
0 Cj?~/?C.~;فLY4

"Dan bila kepada glereka dikatakan, mari,Rasulullah akan me-
mohon pengampunan bagirnu kepada Tuhan, lalu mereka menggü-
. yang-goyangkan kepala mereka, dan memalingkan muka dalam
nadakesombongan"(Al-Miinafiqun:6).
Dengan adanya ayat ini maka mengartikan ungkapan
1•5 ,~///// I / :

bahwa orang-orang nnunafik itu bersumpah karena takut akan dibunuh
merupakan suatu perbuatan yang melampau segala bâtas. Kesimpulan
yang lugas lagi tidak samar ayat ini sebagai berikut :
l. Samasekali tidak timbul soal kekhawatiran di pihak orang-oraiig
murtad bahkan ketika dikatakan kepada mereka agar bertaubat,
mereka menggeleng-gelangkan kepala, memalingkan, dan menain-
pilkan sikap yang sangat'sombong.Begitukahbiasanyaorangyang
takut akan mati?
Seandainya mereka telah berdusta karena suatu kekhawatiran ma-
ka seyogyanya mereka kehilangan keseimbangan mental mende-
ngar haï ini dan mereka akan bersumpah-sumpah setengah mati
bahwa, "Demi Allah, kami adalah orangmukmin tetapijikakamu
tidak membenarkan, kini kami mau bertobat.
115
Mereka itu bukan orang-orang yang tidak dikenal bahkan orang-
orang Islam mengetahui siapa orang-orang murtad itu. Oieh sebab
itu orang-orang Islam biasa mendatangi mereka dan memberi na-
sihat supaya bertobat, dan seandainya pun tadinya orang-orang
itu tidak dikenal tentu sesudah ayat ini turun, pokoknya, mereka
telah diketahui.
Allah swt. tidak menyatakan dalam ayat ini, "Mari bertobatlah,ji
ka tidak, kamu akan dibunuh bahkan sebaliknya Allah swt. berfir-
man, "Mari. supaya Rasul-Ku memohon ampunan bagirnu."

lika bukuman irtidad itu pembunuhan adakah ayat ini harus demikian
îunyinya?
Namun, kini orang-orang murtad telah begitu berani sehmgga me-
•eka menampakkan sikap kurang ajar, mulai secara terang-terangan
nenghina orang-orang Musiim, menggeleng-gelengkan kepala, memaling-
f.an muka, dan berlaku sombong.
Bila seorang yang suka kepada kekerasan tiba pada ayat ini tentu ia
akan menaruh harapan bahwa kini dalam ayat selanjutnya akan disebut
)erintah untuk membunuh mereka bahkan boieh jadi akan diberi
dorongan untuk membunuh dengan mendatangkan siksaan. Tetapi sa-
yang orang yang mengharapkan demikian harus menghadapi keadaan
lutus asa lagi dalam ayat berikutnya atau selanjutnya bahkan sampai
akhir surah tidak nampak perintah untuk membunuh mereka.
Jangankan perintah untuk membunuh, mereka masih diberi teng-
gang waktu lagi dan selanjutnya dalam surah itu Allah swt. berfirman
bahwa mereka itu bukan saja menghina orang-orang Islam bahkan
orang-orang zaiim itu tidak segan-segan menghina wujud yang paling
mulia di antara keturunan Adam.

Allah swt. berfirman :

". ~ **!»•"* ~

' . •» » ~ l

' -. * t! ~ /• I l .T ''«'»•' l ~
~ý5_ ï~))CC) ~cjs 'ý(گ__

O .1/ ~, ý,

'.~*« *tf\\i

Mereka berkata, 'Jika kita kembalikeMedinah, tentulahorang
yang paling mulia akan mengeluarkan orang yang paling hina dari

116

situ': pada haï kemuHaan hakiki itu kepunyaan Allah dan Rasul-
Nya dan orang-orang mukmm; akan tetapi orang-orang munafik
itu tidak mengetahui" (Al-Munafiqun: 9).
Peristiwa yang telah disinggung dalam ayat ini ialah, pada suatu
ketika di waktu ghazwah yang diikuti pula oieh beberapa orang muna-
fik, Abdùllah bin Ubayy bin Salul mengucapkan kata-kata tidak seno-
noh tersebut di tengah-tengah kawan-kawannya mengenai Rasulullah
saw. Maksud kata-kata orang yang bemasib malang itu ialah, setiba di
Medinah ia akan mengusir Rasulullah. saw. dan sahabat-sahabat beliau
dari Medinah (nauzubillah).
Ketika haï ini sampai kepada Rasulullah saw. dan beliau mengada-
kan penyelidikan maka mereka serta merta berdusta secaya mengatakan
bahwa Rasulullah saw. telah mempercayai penyaksian seorang pernuda
remaja. Namun, Allah swt. dengan wahyu-Nya menjelaskan perkara
ini kepada Rasulullah saw. dan membenarkan laporan itu.
Kedurhakaan itu begitu keji sehingga tiap orang yang menaruh ke-
cintaan terhadap Rasulullah saw. tentu akan marah mendengamya serta
hatinya akan bergejolak. Dengan sendirinya orang mulai berpikir bah-
wa sekurang-kurangnya orang nista seperti itu pasti akan dihukum. Se-
bab kejahatannya tidak terbatas kepada irtidad saja bahkan orang mur-
tad yang paling hina itu telah berlaku amat tidak sopan lagi pula menda-
tangkan penghinaan yang paling keji terhadap Rasul yang paling mulia,
karena kalimat-kalimat keji itu diucapkan pada suatu ekspedisi pepe-
rangan yang lazimnya merupakan daur yang sangat genting dalam ke-
hidupan bangsa-bangsa.
Dalam saat-saat seperti itu kata-kata yang diucapkan terhadap
panglima tertinggi itu dianggap sebagai tindakan pengkhianatan yang
nyata dan layak dihukum mati. Terutama, mengucapkan kalimat se-
macarn itu di tengah-tengah suatu golongan tertentu lebih-lebih lagi
merupakan pelanggaran yang lebih dahsyat dan menunjukkan adanya
suatu komplotan di latar belakangnya. Namun, tidakkah tatkala itu
orang yang hatinya sedang bergejolak dengan rasa sedih dan marah akan
merasa heran membaca bahwa hukuman seperti itu tidak diturunkan
oieh Tuhan dan tidak pula diputuskan oieh Rasulullah saw. sendiri.
Inilah peristiwa yang mengenainya Maulana Maududi pun tidak
dapat menakwilkan bahwa saat itu adalah daur yang rawan sedangkan
orang munafik itu mempunyai kekuatan yang cukup besar. Sebab me-
117
nurut ucaDan Maulana sendiri. daur itii adnlnh dٌýýr

"Ketika sesudah gagainya tabligh dan nasihat kepada Islam sang
da'i memegang pedaiig di cangannya maka sedikit d«-nii sedikit
karat keburukan dan kejahatan telah mulai menjadi luntur dan de-
ngan sendirinya kotoran-kotoran sedang meninggalkan tabiat-
tabiat manusia."
Peristiwa inijustru terjadi pada "Daur Pedang" bila "karat keburu-
kan dan kejahatan warnanya menjadi luntur." serta kotoran-kotoran se-
dang meninggalkan tabiat-tabiat.
Tetapi terlepas dari pandangan ~PSfaulana yang demikian, fakta-
fakta sejarah pun menunjukkan bahwa tiada tempat bagi sangkaan bah-
wa nauzubilah Rasulullah saw. memaafkan orang tersebut karena ada
kekhawatiran. Sebenamya, membiarkan pandangan semacarn ini ber-
semayarn dalam hati pun merupakan penghinaan kepada Rasul yang
sangat suci itu. Yang kedua, kedok kekuatan orang yang sangat buruk
nasibnya itu terbuka dari fakta bahwa anak Iaki-lakinya sendiri telah
meninggalkan ayahnya dan memilih menjadi debu telapak kaki Rasulu-
llah saw. dan kesetiaan dan kecintaannya terhadap Rasulullah saw. se-
demikian rupa mendalam di hatinya sehingga bila iamendengar peristi-
wa ayahnya yang sangat memalukanitu maka kecintaan terhadap Rasu-
lullah saw. telah menimbulkan satulaufan kegelisahan dan serentak me-
lihat penghinaan terhadap kekasihnya, timbul gairah sedemikian hebat
pada dirinya sehingga ia memohon kepada Rasulullah saw., "Ya Rasu-
lullah, jika Hudhur telah memutuskan mcnghukum ayah.sayadengan
pembunuhan, berilah perintah kepada saya untuk membunuhnya de-
ngan tangan saya sendiri." Namun, tawaran ini ditolak oieh Wujud per-
sonifikasi kerahiman dan kesayangan. Betapa dalamnya rasa kasih mes-
ra pada diri beliau sehingga wujud yang paling mulia di dunia itu telah
memberi maaf kepada orang murtad yang paling hina dan merupakan
noda bagi kemanusiaan itu. Sesudah itu inenyusul suatu kejadian ajaib
yang setara dengan itu tak dapat dijumpai dalam sejarah dunia. Yaitu,
sekali pun wujud yang menjadi sasaran perbuatan jahat ini telah mem-
beri maaf namun putra si penjahat itu tak dapat memaafkannya. Keti-
Ka kafilah sedang masuk di perbatasan Madinah, Abdullah bin Ubayy
pun mau masuk maka sang anak yang dadanya sedang terbakar karena
mengkhayalkan penghinaan terhadap Rasulullah saw. tampil ke muka
dan berdiri menghadang ayahnya. Pedangnya dikeluarkan dari sarung-
nya dan ujamya, "Demi Allah, hari ini akan kupenggal kepalarnu dan
118

tidak akan mengizinkan 'kau masuk ke lorong-lorong Medinah sebelum
engkau mengumumkan di sini bahwa engkaulah manusia yang paling
hina di dunia sedangkan Muhammad Rasulullah saw. adalah wujud yang
paling mulia."
Begitu dia melihat wajah anaknya, seketika itujuga dia memahami
bahwa apa yang diucapkan anaknya itu bukanlah gertak sambal bahkan
bertekad melaksanakannya. Jadi, matanya tertunduk dan ia mulai me-
nyatakan penyesalan terhadap perbuatannya. Mungkin pula dengan ini
pun ia tidak akan berhasil menyelamatkan diri namun tahukah siapa
yang datang melepaskannya? Tak lain ialah Rasul, sang kekasih dari se-
mua kekasih, dan tak lain melainkan manusia yang dalam pernberian
maaf tiada duanya dan dialah yang merupakan buah doa-doa Hadhrat
lbrahim a.s. dan mengenamyatelahdinubuatkanoieh Hadhrat Musa a.s.,
wujud yang setiap hati manusia tertarik kepadanya seperti kepada besi
berani, wujud yang Nabi Daud mendendangkan lagu sanjungan penuh
cinta baginya, dialah perwujudan kekasih-sayangan, datang menyela-
matkan si ayah yang berkhianat dari tangan si anak. Tatkala unta beliau
mendekati dan beliau menyaksikan adegan ajaib ini maka dengan sege-
ra beliau membuat untanya tampil ke depan seraya melarang anaknya
itu dan mengajaknya memberijalan kepada ayahnya.
Inilah perlakuan beliau terhadap seorang murtad yang bukan sem-
barangan murtad melainkan pernimpin orang murtad yang kemurtad-
annya telah dinyatakan oieh Tuhan Sendiri dan dengan lidahnya sen-
diri telah membubuhi cap atas kehinaannya untuk selama-lamanya.
Namun saya memberitahukan kepada mereka yang menetapkan hukum-
an mati bagi orang-orang murtad bahwa sifat kasih sayang Penghulu
saya itu tidak berakhir di situ saja bahkan sifat itu masih mencapai per-
ingkat-permgkat yang lebih tinggi dan lebih agung.
Zaman itu telah lewat dan baik pada waktu itu atau sesudahnya
tiada seorang pun yang menghunus pedang terhadap gembong orang-
orang murtad itu atau kawan-kawannya hingga akhirnya ia menghem-
buskan nafas terakhir dengan kernatian biasa di tempat tidurnya sendiri.
Walhasil, selamanya Rasulullah saw., telah membuktikan dengan amal
perbuatan sendiri bahwa dalam agama Islam hukuman bagi orang mur-
tad bukan bunuh dan penyaksian ini telah tercantum dalam AI-Qur'an
untuk selama-lamanya. Cara demikian diberlakukan terhadap orang-
orang murtad yang sama sekali tidak disangsikan kernurtadannya; se-
bab, fatwa irtidad ini tidak dibcrikan oieh seorang manusia bahkan oieh
119
Zat Yang mengetahui segala yang gaib dan mengenal tiap rahasia hati
manusia serta adalah Penyaksi yang paling benar. Beliau bukan saja ti-
dak melaksanakan hukuman kepadanya atas kernurtadannya di dunia
ini bahkan rasa kasih-sayang dan kelembutan hati beliau begitu melam-
paui bâtas sehingga di saat orang murtad itu menghadapi maut, beliau
merasa gelisah bahwa jangan-jangan orang itu menderita siksaan di
akhirat. Sungguh mengherankan bahwa hati beliau menjadi gelisah ba-
gi orang yang senantiasa memusuhi beliau dan dadanya penuh dengan
kebencian dan kedengkîaR Jnelihat kejayaan dan kernajuan beliau dan
yang hatinya selamanya mendidih dalam api kecemburuan.
Pada saat kernatian orang tersebut, Rasulullah saw. keluar untuk
menyembahyangkannya dengan keinginan meratap di hadapan Tuhan
dan dengan memohon kasih-sayang dan kerahiman-Nyasupayameng-
ampuni musuh yang bemasib buruk itu. Niât SUCJ beliau itu dapat di-
ketahui dari kejadian ketika beliau keluar untuk sembahyang jenazah,
Hadhrat Umar r.a. memberi musyawaran agar jar,gan menyembahyang-
kannya; tetapi tatkala Hadhrat Umar melihat bahwa Rasulullah saw.
tetap pada pendirian beliau Hadhrat Umar r.a. mengernukakan ayat :
~.I •JJ 2/  •/ ï-» {»' 'îf~i
iea~J,»_»J~t>JL» 'A~~>~»~M'.~~.~J~H~M~J~ ~i
~ «~• ~ •• »» ~ „
"Wulaupun engkau memintakan ampunan bagi mereka tajah pu-
luh kali Allah sekali-kali tidak akan mengampuni mereka" (Al-
Taubah: 80).
Mendengar haï itu Rasulullah saw. memberi jawaban yang begitu
kasih-mesranya sehingga timbul keinginan dalam hati untuk mengorban-
kan nyawa bagi beliau serta ruh mencium kaki beliau. Beliau bersabda,
"Umar, Tuhan membatasi 70 kali. Aku akan meminta ampunan lebih
dari 70 kali."
Walhasil, wahai orang-orang yang menuduh Majikanku bersitangan
besi dan penindak kekerasan! Mari sini, dimanakah kalian berada, mari
kernari supaya kuperkenalkan kepada kalian wujud yang tiada taranya
dan kasih-sayangnya melebihi kasih-sayang lbrahim a.s., dan sifat perna-
af Masih a.s. tidak dapat dibandingkan dengan sifat pemaaf beliau.
Dia menderita di tangan "cacing-cacing tanah" dan memberi ampun
kepada penyamun-penyamun paling zaiim. Mari, saksikanlah fitrat lem-
but dan lihatlah hati santun yang kesabarannya membuat malu kesabar-
1 on

an Ayyub; ya, itu personiFikasi kemdahan-sempuma yang dalam tiap
segi akhiaknya melebihi pula tiap nabi yang lain. Arahkanlah pandangan
kalian kepada wajah yang bersimbah nurani cemerlang dan renungkan-
lah, betul itukah wujud yang telah digambarkan dengan pena-pena ka-
lian yang gelap? Diakah yang di satu tangannya menggenggam pedang
dan di tangan lainnya memegang AI-Qur'an?
' Alangkah baiknya jika pandangan kalian tunduk oieh rasa malu
dan mata kalian mengalirkan darah karena rasa menyesal.
Namun, hati kalian tidak mengenal kelembutanU

12:
BEBERAPAPANDANGANKELIRULAINNYA
MENGENAI TINDAK KEKERASAN
Dengaln melihat gambaran yang telahdilukiskan Maulana Maududi
mengenai Rasulullah saw. dan Islam, seorang yang inempunyai periger-
tian yang dangkai sekalipun dapat memahami bahwa gambaran ini cu-
kup membuat tiap orang bukan-lslam menjauhi Islam. Gambaran dan
faham Maulana mengenai Islam yang. deimkian itu dapat disingkatkan
dalam ungkapan Sauda sebagai berikut :
Ujang, Ambilkan Penaku!
Sauda adalah seorang satirist (penyair yang ahli dalam kecam-
mengecam) dan bila ia ingin membuat sajaksajak bemadakan keca-
man mengenai seorang lawannya dengan tujuan memaksanya untuk
mengikuti kehendaknya dalam suatu haï, maka untuk menggertak
orang itu ia bisa mengnngkapkan kalimat di atas. Ungkapan itu dapat
diubah sedikit untuk menggambarkan citra Maulana Maududi tentang
Islam, yaitu:
"Ujang, ambilkan.pedangku!"
Oieh sebab itu ancaman beliau dengan perantaraan pedang belum
berakhir sampai di sini saja dan masih ada lagi dongengan-dongengan
dan fantasi-fantasi beliau mengenai kekuasaan.
~~~~/iEف/::
r • C,I
"Sekalipun tangankami ringan untuk memecahkan berhala na-
mun bila kami ada. "Maka masih ada batu-batu keras (maksud-
nya berhala-berhala yang susah dipecahkan) di jalan kami."
Bila lingkaran kekerasan mulai menggertak satu kali maka tiada sesuatu
dapat menahannya kecuali kekerasan. Kini 'Batu keras' telah mengha-
dang di tengah jalan sehingga dengan mengernukakan tanggapan dahsyat
mengenai kekerasan maka s'emuapintu tabligh telah tertutup râpât. "Ti-
kus" akan masuk perangkap bila ia "tidak diperingatkan." Namun,
di sini tikus itu telah diberi peringatan sebelumnya. la sempat me-
nyaksikan pula keadaanorang-orang Islam keturunan; tata cara ibadah
pun tidak tersembunyi dan matanya; ia telah menyaksikan penumpah-
122

an darah atas nama agama dan ia telah pula mengenal ajaran "pernbe-
rontakaii." Apakah si tikus begitu toloi sehingga ia pasti akan mema-
sukkan diri dalam "Sangkar Tikus."
c t
£~rlii ul/~~ýýýý
~~~/'~
Jangan menduga bahwa hutan ini'kosong.
Boleh jadi macan itu sedang tidur.
HAKTETANGGA
Namun, bctapa pun nampaknya batu keras ini bagaikan gunung
besar di hadapan politik radikai Maududi Sahib, semua penghalang itu
tak berarti apa-apa dan adalah bagaikan zarah-zarah debu beterbangan
belaka. Temyata beliau menyodorkan suatu prograni tiga butir. Bagian
pertama berkaitan dengan hak tetangga dan, dengan perkataan lain,
intisarinya ialah bila "tikus" tidak mau menghanipirinya, beliau sendiri
bisa pergi mendapatkan "tikus" itu.
Beliau mengernukakan satu motif untuk inenyerang negara-negara
tetangga kafir. Motif itu pantas kita sirnak dan kita ikuti menurut kàta
beliau sendiri:
"Islam tidak puas dengan mengadakan revolusi ini dalam satu-
satu atau beberapa negara bahkan ingin membangkitkannya di
seluruhjagat. Meskipun dalam langkah pertama Fartai Musiim
berkewajiban membangkitkan revolusi dalam ketatanegaraan di
manapun mereka berdomisili namun tuj'uan akhir mereka tak lain
ialah suatu revolusi sejagat" (Haqiqat-i-Jihad, him. 63).
Saya pun setuju dengan beliau bahwa, "Tujuan akhir Islam tak lain
ialah suatu revolusi sejagat" namun perbedaan faham terletak dalam
fakta bahwa yang dimaksud oieh Maulana Maududi dengan "revolusi"
adalah revolusi ala sistem komunis bahkan seruan dan slogannya pun
persis seperti itu. Namun, menurut faham saya, tujuarr,akhir Islam ialah
mewujudkan suatu revolusi rohani.
"Revolusi Islam" menurut pola Maulana itu langkah demi langkah
mengikuti jejak komunis dan, sebagaimana sebelumny.a pernah saya
mohon, jika Anda membaca "Fartai Komunis" alih-alih "Fartai Mus-
iim" maka tiada orang komunis dapat memahami bahwa apakah suara
ini suara Lenin ataukah suara Tuan Maududi. Dasar reyolusi komunis
pun tidak bertumpu atas individu tetapi pada keadilan dan revolusi,
123
dan Tuan Maududi pun bergerak di sckitar gagasan sentral ini bahkan
dengandalihinijuga.Dananeh benar bahwa motif kedua-duanya
pun sama serta gagasan hak-hak tetangga pun persis itu-itujuga.
Camkanlah apa yang dikatakan Maulana :
"Hubungan dan komunikasi antar manusia mcmpunyai sifat uni-
versal sedemikian rupa sehingga suatu pernerintahan tidak dapat
sepenuhnya melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan sesuai de-
ngan prinsip-prinsipnya selama di dalam negara tetangganya prin-
sip-prinsip itu tidak berlaku. Oieh sebab itu merupakan suatu ke-
harusan mutlak bagi Fartai Musiim, demi perbaikan umum dan
penjagaan keselamatan sendiri, supaya ia jangan puas dengan me-
negakkan tata pernerintahan Islam di suatu khittah saja" (Haqiqat-
i-Jihad, him. 64).
Anda telah membaca dan mengetahui "gagasan ala Islam" menge-
nai hak-hak terhadap tetangga menurut Maulana Maududi. Apakah ada
sesuatu perbedaan di antara gagasan ini dengan "gagasan ala komunis?"
Selanjutnya mari kita mengkaji bagaimanakah mencapai tujuan
tersebut. Maka, cara yang dikernukakannya ialah disatu pihak Fartai
Musiim akan berdakwah kepada semua penghuni negara-negara untuk
menerima jalan yang di dalamnya terkandung kebahagiaan sejati ini,
di pihak lain jika parlai itu cukup memiliki kekuatan maka ia akan me-
musnahkan pernerintahan-pemerintahan bukan-MusIim dengan berpe-
rang.
Gabungan di antara kekerasan dan watak penakut yang nampak
dalam kalimat terakhir ini tidak ada bandingnya. "Jika (Fartai Musiim)
itu kuat maka ia dengan beiperang ............................"
Atau, dengan kata-kata lain manakala bertemu dengan yang lemah ia
akan dipaksa menerima dengan menimpakan siksaan padanya; tetapi di
mana berhadapan dengan yang kuat partai itu dengan segera akan mc-
nyodorkan undangan kepadanya. Bila golongan teraniaya yang lemah
diserang maka gagasan taktiknya yang demikian dari pihaknya dapat
ditolerir sebab golongan itu tidak mampu menahan serangan itu. Bila
karena merasa lemah dan takut, jangan-jangan ia menderita lebih ba-
nyak dalam bentrokan, ia mencari jalan untuk berdiam diri maka ia
dapat dianggap mempunyai dalih untuk berbuat demikian.
Tetapi politik penyerangan dengan satu tangan menggenggam
pisau dan di tangan lain ada surat undangan itu merupakan haï yang

124

anch. Tika saya menulis nama yang diberikan kepada orang semacarn itu
yang timbul dalaxn benak ;saya tentu Maulana akan sangat berang. Na-
mun beliau pun tcrpaksa berbuat demikian. Bila akidah-akidah telah
dilusakkan serta semua senjata berupa dalil-dalil, akhiak yang mulia,
pengorbanan, doa, nasihat, dan sabar telah menjadi tidak berdaya lagi
maka pokoknya agama Islam hams disebarkan dengan jalan bagaimana
pun, bukan?
Allah swt. telali menciptakan berbagai binatang; ada yang terma-
suk j'enis burung yang hanya memiliki lagu-lagu manis serta himbauan
atau undangan dengan keindàhan-keindahan polos tanpa bersuara;
ada yang tennasuk jenis binatang buas yang tak memiliki apa pun me-
lainkan daya serangan-serangan dahsyat; namun, jarang pemah disak-
sikan gabungan aneh, yaitu, tangan yang satu memegang pedang sedang-
kan tangan yang lain menyodorkan kartu undangan.
Masih segar 'dalam ingatan saya bahwa dahulu di depan pengadil-
an tinggi (di Lahore, peny.) telah ditempatkan patung Lord Laurence
yang di tangan sebelah memegang pedang dan di tangan yang sebelah-
nya lagi memegang pena. Yaitu, jika kamu tidak mau tunduk kepada
kekuasaan pena, sedialah menerima kekuasaan pedang. Namun, pedang
itu bersangkutan hanya dengan mereka yang sebelumnya pun telah di-
tundukkan oieh pedang dan pena pun hanya bagi mereka yang baginya
tersedia pula pedang.
Tetapi patung orang yang paling aneh masih belum dibuat yang
di satu tangan menggenggam sebuah pedang terhunus lagi berkiiau-
kilauan dan padanya tergantung pula sepucuk surat undangan kecil,
sedangkan di tangan lain lagi memegang sepucuk surat undangan yang
indah-permai terletak di atas sebuah pinggan dan perak. Tangan yang
memegang pedang menunjuk kepada seorang kurus kering setengah ma-
ti dan tak berdaya serta papa-sengsara, sedang tangan yang meme-
gang pinggan menunjuk kepada jurusan lain seraya menyodorkan
pinggan perak itu kepada seorang pernuda kekar, kuat gagah, ganteng,
dan berbadan tinggi itu.
Tetapi jika di pinggan itu disimpan juga sebuah kartu kecil yang
bertuliskan kata-kata, "Hai yang mulia, kami masih lemah. Bila kami
memperoieh kekuatan, kami akan datang lagi dan berjumpa dengan
yang mulia," maka bagaimanakah reaksi para pernbaca?
Namun, jika terkaan telah keliru dan pandangan revolusioner te-
lah terpedaya dan pedang telah terpancung atas orang kuat, gerangan
125

apakah yang akan terjadi?
Pokoknya, inilah pandangan dan gagasan Maulana Maududi me-
ngenai penyiaran l. m dan beliau bebas mandiri dalam haï ini. Sedang-
kan kami orang yang tidak bebas dan tidak dii/.inkan menyatakan se-
suatu. Intisari gagasan ini dengan kata-kata sederhana hanyalah ini:.
"Oieh karena kamu adalah tetangga kami sedangkan kamu ber-
kcwajiban mengatur scgala sesuatu bagi kescjahteraan kamu dan po-
koknya menyelamatkan kamu dari kebinasaan. Sebab itu kami
berhak menelan kamu dengan menutup mata bila kami mendapat-
kan kamu dalam keadaan lemah."
DUA BUTIR (SEGI) LAGI
Dua butir lagi dari rencana tabligh ini merupakan upaya-upaya
yang bersifat préventif. Yang pertama adalah bertalian dengan hak
orang-orang bukan-MusIim untuk bertabligh kepada orang-orang Mus-
lim.Jawabannya adalah nyata benar:
"Masalah ini padagalibnyatelah diputuskan sendiri oieh peratur-
an mengenai pembunuhan terhadap orang-orang murtad (yaitu, bi-
la tidak ada bambu, seruling pun tidak jadi ditiup, pen.) sebab
bila kita tidak memberi hak kepada seorang Musiim yang tinggal
dalam kekuasaan kami untuk keluar dari Islam dan memilih
agama dan faham yang lain, maka barang tentu haï itumengan-
dung arti bahwa dalam daerah kekuasaan Islam kami tidak mem-
beri hak kepada faham lain untuk berbangkit dan berkembang "
(Hukuman Terhadap Orang Murtad Dalam Hukum Islam, hlm.32).
Dalil ini gamblang sekali dan tentu para pernbaca telah memaha-
minya. Dalil ini hendak saya utarakan secara singkat dengan perkataan
sendiri. Bila Islam ala Maulana Maududi menjamin untuk diri sendiri
hak-hak sebagai berikut :
1. Kirimiahundanganberisibahan tabligh.
2. Baik orang menerimanya atau tidak, bilakitamampu serang-
lah dan rampasiah pernerintahan dengan paksa.
3. Jika di antara kita ada yang menerima agama lain ia harus di-
bunuh.
Maka, jelas bahwa agama lain tidak berhak menempuh cara-cara
tersebut di atas. Karena agama lain tidak mengikuti kebenaran, betapa
dapat memperoieh hak-hak tersebut. Adapun Maulana Maududi, be-
126

liau memastikan diri sendiri orang yang benar dan menentukan sendiri
hak-haknya.
LARANGAN BAGI ORANG KAFIR BERTABLIGH
KEPADA YANG KAFIR
Butir (segi) terakhir yang dikernukakan Maulana Maududi dalam
rangka penyiaran Islam, ialah,jika sementara orang kafir mau bertabligh
kepada orang-orang kafir juga maka ada kemungkinan bahwa sebagian
orang kafir mendorQng orang-orang kafir lainnya ke jurang kehancuran
dengan menarik mereka ke pihak mereka sendiri; oieh sebab itu dan
manakah orang-orang kafir itu memperoieh hak untuk bertabligh kepa-
da orang kafir lain. Kata-kata itu adalah dan saya sedangkan dalil itu
adalah dalil Maulana Maududi. Maka, kini dengarkanlah dalil beliau da-
lam kata-kata beliau sendiri :
"Kini telah nyata bahwa apabila sikap asii Islam adalah demikian
maka Islam jangankan mcnyukai bahkan tidak rela samasekalibah-
wa di kalangan keturunan Adam dapat tersiar dakwah-dakwah
yang dapat membawa, mereka ke aràh kebinasaan abadi. Islam ti-
dak' dapat memberi izin terbuka kepada penyeru-penyeru ke ja-
lan batil untuk menarik orang lain ke arah api yang ditempuh oieh
mereka sendiri" (Hakuman Terhadap Orang Murtad, him. 35).
Ànda telah membaca kata-kata Maulana Maududi juga. Apalagi
yang dapat saya katakan mengenai itu kecuali:
r
"Aku heran'menangisijantungku atau mernukul-rnukul hatiku,
Jika aku mampu ingin aku menyertakan scorang tukang ratap."
Persoalan yang telah timbul bukan ihwai diizinkan atau tidak
orang-orang kafir untuk bertabligh kepada umat Islam melainkan me-
nurut Maulana Maududi, Agama Islam tidak memberi izin kepada "Pe-
nyeru-penyeru kepada batil" untuk itu. Maulana telah menetapkan da-
lil kira-kira sebagai berikut. Jika seseorang yang dirinya sendiri telah
terjerumus ke dalam api kekafiran betapa ia dapat diberi izin menarik
orang lain ke arah api itu. Padahal, api yang di dalamnya terdapat
orang-orang kafir dari jenis yang satu, dalam api itu pula duduk orang-
orang kafir yang lain. Dan, sejauh haï yang menyangkut soal adanya
mereka dalam api, tiada perbedaan di antara kedua-duanya. Maka dalil
127
Maulana dapat dibentangkan sebagai bcrikut.
"Agama Isi~m>> tidak rela bila orang-orang kafir yang sedang ter-
bakar dalam api besar itu memanggii-înanggil orang-orang lain masuk kc
daJam api itu juga, tetapi dari jurusan lain. Jika mereka diberi izin ma-
ka orang-orang yang menyambut seruan itu akan menjadi hangus se-
dangkan bagaimanakah Islam dapat irembiarkan kezaliman itu? Maka
rasa sayang yang mendalam menuntut supaya, pertama diusahakan agar
manusia itu keluar dari api itu dengan cara lemah-lembut, maka jika
tidak berhasil hendakiah diberi peringatan-peringatan. Namun, jika me-
reka tidak menerima ajakan ini maka paling sedikit daerah api harus
dikuasai dengan jalan perang dan bila kekuasaan telah diperoieh maka
serdadu-serdadu dengan menghunus pedang berdiri bcr)'aga-jaga di de-
pan orang-orang kafir itu dan seorang penyeru menyeru, "Awas! ja-
ngan ada di antara kamu yang memanggil yang lainnya. Siapa yang
melanggar, lehemya akan dipancung. Dengan cara kamu ini kamu seka-
lian akan turut terbakar dan dengan mengkhayalkan demikian pun mata
kami menjadi berkaca-kaca. Maka biarlah kamu terbakar dalam api da-
lam keadaan apa pun kamu berada. Jika tidak, kami akan menyayat-
nyayat anggota-anggota badan kamu. Tidakiah kamu malu? Orang za-
limkah kami?"
Mendengar suara ini siapakah yang berani angkat bicara atau ber-
pindah tempat? Tetapi jika di antara yang terbakar itu, karena gelisah-
nya mengalami kurungan terus-menerus dan tak menghiraukan lagi aki-
bat-akibatnya, ada yang angkat bicara dan bertanya, "Wahai raja yang
berkuasa!Anda telah merampas semua hak kebebasan kami serta telah
mengikat kaki kami dengan rantai hanya semata-mata supaya kami di-
keluarkan dari daerah api yang kami tidak menganggapnya api dan kami
diselamatkan dari kehangusan siksaan yang kami tidak merasakannya.
Hai sang penguasa! Yang dikatakan api itu tidak kami anggap api. Na-
mun, api sebenamya ialah api yang dinyalakan oieh Anda dalam dada
kami dengan merampas segala kekuasaan kami dengan pedang dan de-
ngan memusnahkan semua kebebasan dan kemerdekaan kami. Apakah
yang telah kami peroieh sebagai imbalannya? ............... Bukankah kami
masih berada di dalam "daerah api" yang daripadanya Anda hendak
mengeluarkan kami? Jadi, apa yang sedang Anda saksikan sambil berdiri
di sini? Tampillah ke depan dan jika semua pengakuan Anda mengenai
kasih-sayang Anda terhadap kami benar maka keluarkanlah kami dari
"daerah api" ini yang menurut pandangan Anda adalah daera~ api su-
i oo

paya karni dapat menghirup hawa kemerdekaan, atau padamkanlah api
yang telah Anda nyalakan dalam dada karni. "
Mendengar jawaban yang penuh kerawanan ini sang penyeru itu
akan menjawab bahwa satu pun di antara dua keadaan ini tidak dapat
diubah; Islam tidak memberi izin kepadanya untuk berbuat demikian.
"Maksimum yang dapat diizmkan oieh Islam tapi itu pun dengan
berat hati, ialah, barang siapa yang mau bertahan dalam kckafiran
mempunyai kebebasan untuk terus mengikuti jalan kebinasaan
dengan meninggalkan jalan kebahagiaan dan haï itu pun ditolerir
sebab memasukkan keimanan dengan paksaan ke dalam dada se-
seorang adalah tidak mungkin berdasarkan hukum fitrat" (Huku-
man Terhadap Orang Murtad, him. 35).
Tiap orang yang tidak buta perasaan halus dapat menghayati apa
yang akan dialami oieh sang penanya itu bila mendengar jawaban demi'
kian. Tidakkah ia akan mernukul-rnukul kepalanya pada dinding-din-
ding yang mengelilingi api itu bahwa apabila sang sesepuh ini telah me-
ngetahui sebelumnya bahwa, "memasukkan keimanan ke dalam dada
seseorang dengan paksaan adalah tidak mungkin berdasarkan hukum
fitrat," kernudian mengapa sampai kini Anda memperlakukan saya
dengan cara ini? .
Tetapi saya berkata biarkanlah orang kafir itu mernukul-rnukul
kepalanya kepada dinding-dinding yang mengelilingi api itu. Dan, de-
ngarkanlah apa yang terlintas di dalam hati saya setelah mendengar ja-
waban itu. Hati saya bergejolak oieh bermacam-macarn perasaan yang
membuat saya menjadi keheran-heranan, sedih, dan gelisah bahwa me-
ngapa perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan fitrat dan Mau-
lana Maududi sendiri pun tidak berani melakukannya itu dialamatkan
kepada Penghulu kami, Hadhrat Muhammad saw., dengan begitu berani
dan begitu gegabah?
Beliau sendiri berada dalam dunia khayalan beliau, yaitu, dunia
tempat kekerasan merajalela dan pedang-pedang sedang berkelebat dan
leher-leher manusia dipancung. Ketika telah sampai ke tahap terakhir
dalam per)'uangan ini dan nampak pula benteng yang untuk menakiuk-
kannya telah menjadi tujuan semula maka ketika itu tangan gemetar-
an dan kaki terhuyung-huyung dan lidah tidak dapat pula membenar-
kan perbuatan yang berlawanan dengan Fitrat itu.Ttetika itu beliau men-
dengar suara fitratnya bahwa "memasukkan keimanan dengan paksaan
129
ke dalam dada seseorang adalah tidak mungkin berdasarkan hukum
fitrat."
Saya ingin bertanya kepada beliau, mengapa suara fitrat itu men-
jadi bisu bila beliau dengan seenaknya melancarkan tuduhan-tuduhan
kotor kepada Rasulullah saw., mengapa beliau tidak mendengar suara
itu bila pena beliau sedang memuntahkan racun bahwa :
"Kaum telah menolak menerima dakwah beliau namun apabila
setelah gagainya nasihat dan tabligh Da'i Islam itu memegang pe-
dang di tangan beliau ........... maka sedikit demi sedikit karat ke-
j'ahatan dan kenakalan mulai meluntur."
Jika Maulana Maududi benar dalam pemyataan beliau bahwa Ra-
sulullah saw. telah menghilangkan karat dari hati orang-orang dengan
kekuatan senjata, kernudian bohonglah pernyataan bahwa, "memasuk-
kan keimanan dengan paksaan kedalam dada seseorang adalah tidak
mungkin berdasarkan hukum fitrat." Dan, jika pemyataan yang tadi itu
benar maka dustalah pernyataan bahwaJunjungan saya (saw.) telah me-
ngorek-ngorek karat hati dengan ujung pedang. Namun, adalah puncak
kezaliman bahwa untuk diri sendiri fitrat itulah yang menjadi tolok-
ukur sedangkan akhiak Penghulu agung itu dinilai dengan tolok-ukur
yang berlawanan dengan fitrat.
Jika Maulana tetap menuduh Rasulullah saw. demikian, maka tun-
tutan akhiak dan kesetiaaRmenghendaki supaya beliau sendiri pun me-
letakkan leher beliau di bawah pisau tu-duhan itu pula. Para sahabat
Rasulullah saw. telah begitu mabuk dalam kecintaan terhadap Rasulu-
llah saw. sehingga segala pukulan yang dilancarkan terhadap kekasih
mereka, telah diterima mereka oieh tangan mereka dan hati mereka.
Telah terbukti dari sejarah bahwa di waktu pertempuran di Hunain
tangan Hadhrat Thalha r.a. karena tcrus mencrus mcnahan panah-panah
yang dilujukan kepada Rasulullah saw. sehingga telah kehilanganfung-
sinya untuk selama-lamanya. Tetapi keadaan Maulana lain coraknya. Ja-
ngankan menahan panah, Maulana dalam mengiakan musuh-musuh
Rasulullah saw. melepaskan panah-panah tuduhan-tuduhan terhadap
beliau saw. dan- bila panah-panah itu dilemparkan ke arah Maulana maka
beliau mengelakkan diri dan berdiri terpisah dari yang lain-lain.
i i J•' „ <- .- '
r ýI:r ýý :
"Yang demikian itu sungguh pernbagian yang curang"

130

PEMBXJNUHAN ORANG MURTAD BUKAN
rr~f A T r•i A 1~1 n A uv A ~T •rrrr~ l »• A rý W*T~T A r< 17" A ~TT

Pernbagian ini sangat buruk tetapi pernbagian itu lazimnya ber-
çantung kepada sang pernbagi dan jalan pikiran sang pernbagi itu mem-
bubuhi cap kepada setiap ciptaan pikirannya, persis seperti seorang
pengrajin. atau seorang pelukis atau penyair dikenal dari hasil karyanya
atau lukisan atau syairnya. Dan sebagaimana hasil-hasil kerajinan atau
lukisan-lukisan atau syair-syair itu sekalipun merupakan hasil berbagai
keadaan, kondisi, dan kaifiat (kualitas) namun di dalamnya terkandung
warna khas sang pelakunya. demikian pula satu warna khas Maulana
Maudvdi menguasai tiap hasil ciptaan beliau dan warna itu adalah
'merah.' Tiap orang yang melihatnya memandangnya sebagai merah
belaka dan itulah warna karakteristik yang melalui itu mata Maulana
Maududi terbiasa memandang warna Islam. Namun, entah mengapa
Maulana adakalanya menamakannya hijau dan meyakinkan semua per-
misa bahwa apa yang tampak kepada mereka berwarna merah itu
sebçnarnya berwarna hijau.
Para pernbaca tentu telah mengenal dengan pandangan-pandangan
Maulana mengenai "Pembunuhan terhadap orang murtad" dan telah
pula baru-baru saja mengetahui akidah Maulana bahwa seorang pun
tidak dapat dijadikan Musiim dengan paksaan. Akibat wajar dari akidah
yang disebutkan belakangan ini ialah bila orang tidak mungkin dijadi-
kan Musiim d( igan paksaan maka mempergunakan kekerasan dalam
kaitannya dengan haï itu bertentangan akai dan terlarang. Namun Mau-
lana Maududi tidak mau menerima natijah ini dengan jalan apa pun dan
dengan cara argumentasi khas beliau membuat hati beliau membenar-
kan segala macarn paksaan untuk menyiarkan Islam dan, jika bukan
untuk penyiaran, sekurang-kurangnya paksaan itu harus dibolehkan de-
ngan dalih menielihara dan menyelamatkan keimanan orang-orang
mukmin. Temyata, dengan motif penjagaan terhadap diri sealii-i.me
nyerbu negeri-negeri tetangga bukan saja dibolehkan bahkan bila mung-
kin serangan itu adalah wajib.
Tetapi, bila sampai kepada satu keadaan, beliau menyerah kalah di
hadapan tuntutan akai; situasi itu adalah pembunuhan terhadap orang
kafir. Dan, Maulana sendiri pun telah terpaksa mengakui baliwa seorang
G~F;r +î~„l. 1~„1„L -1:1-. ._--l. l-_--~- .'„ ~:J-1- __„.. l---:__-—

Namun keadaan itu seruoa kata n<-nhaha<;a '>Sýýrlnh iatiih te-rtimna

l ————-— - __—— ,—J_ —, i.».»~, '" ~~.1.1. tJtAl.l.tAtJW.f tJ U.\A.<-M*. l IA 1-~1.1.1 l. V- J. LJ.J.J J. 1~(4,

tangga pula. Beliau menyelamatkan diri dan suatu kritik berdasarkan
akai tetapi dihadapkan kepada yang lain; problema yang timbul di sini
ialah bahwa bila seorang tidak boieh dibunuh oieh karena kekafirannya
kernudian atas dasar apakah seorang murtad harus dihukum mati?
Apakah ia dapat dipaksa untuk memeluk Islam? Jika dikatakan bahwa
adanya orang seperti itu dalam masyarakat mendatangkan kerugian bagi
masyarakat maka dapat dikatakan, sebagaijawaban, bahwa sebagaimana
berdiamnya orang kafir lain dalam masyarakat tidak membawa penga-
ruh buruk terhadap masyarakat, demikian pula keadaannya orang ka-
fir yang bani itu. Dan, jika dalam haï itu dapat ditolerir adanya seorang
kafir di tengah-tengah masyarakat, tentu dalam haï ini pun harus dito-
lerir. Batasan-batasan yang mau Anda tetapkan terhadap orang-orang
kafir lainnya dapat pula ditetapkan terhadap orang kafir baru itu. Se-
sangat-sangatnya kafir-baru itu dapat diusir dari rumah atau diusir ke
negara lain atau dimasukkan di rumah tahanan seumur hidup ; namun,
tiada alasan untuk membunuhnya. Ini merupakan tindakan yang nyata-
nyata berlawanan dengan keadilan dan merupakan kezaliman. Mende-
ngar jawahan demikian Maulana memberi khabar kepada kita: Wahai
orang-orang bodoh yang matanya buta, ini bukan kezaliman; inijustru
merupakan belas-kasih. Jika tidak tampak kepadarnu, rajin-rajinlah ber-
tanya. Dengan kata-kata beliau sendiri beliau menjelaskan mengenai
{.asih-sayang sebagai berikut :

"Hanya tinggal dua alternatif pcnanggulanganitu.iadiccîpotda-
ri semua hak kcwargancgaraannya lalu dibiarkan hidup dalam kca-
daan demikian atau hidupnya dihabisi. Hukuman pertama memang
lebih berat daripada hukuman kedua sebab dibiarkannya hidup
tanpa dijamin hak-haknya adalah serupa dengan keadaan:
i /ý´ I• ''*•'
~—~~ '4—t,~J~',
Yaitu, ia tidak mati di dalamnya dan tidak pula hidup ..........
Oieh sebab itu lebih baik ia dihukum mati dan dengan demikian
musibahnya dan musibah masyarakat disudahi pada waktu ber-
samaan" (Hukuman Terhadap Orang Murtad Dalam Hukum Is-
lam, hlm. 51).
îldakkah Sliara ini «f-nina hpnar ~pnrrin nrinn l~Prl-.••orýrý~ __..--1-

--—-—-""•" Uuuýu 1111 u~ýu~aaa urýýaý u~ý~cuýýýý Vldll~l iJciuuaaJia. iiieroii
~ang, sambil berdiri ditengah-tengah orang ramai, meyakinkan orang de-

ngan kata-kata, "Wahai orang-orang buta, wahai para tunanetra! Akui-
lah bahwa pakaianku berwama hijau" .........................?
Namun, jika warnanya betul-betul hijau dan kami telah keliru
maka saya akan memberi saran kepada Maulana Maududi supaya ber-
bicara saja dengan siia.f»agak kecil. Seandainya suara ini sampai ke te-
linga orang-orang kafir yang berdiam di p~apianyang baru saja dising-
gung itu maka tidakkah me~kaa akair terpe~anjat bahwa "yang telah di
umumkan itu ialah bat~vaa segala yang dikerjakan itu semata-mata ka-
rena rasa kasih-sayang kepada kamu dan untuk kesejahteraanmu; na-
mun, bila tiba saat pernbagian nasib-nasib maka rasa kasih-sayang telah
dilimpahkan keharibaan kawan-kawan sendiri sedangkan kezaliman di-
timpakan kepada kami. Padahal, kedua-dua pelanggaran itu coraknya
sama." Bayangkanlah pikiran-pikiran, khayalan-khayalan, serta pan-
dàngan-pandangan macarn apakah yang akan timbul dalam hati orang-
ofang kafir semacarn itu mengenai Maulana?
Oieh sebab itu adalah lebih baik kaiau beliau jangan mengumum-
kan pandangan beliau dengan suara keras. Sebaiknya bicaralah dengan
suara kecil bahkan cukuplah beberapa saat sebelum pelaksanaan hu-
kuman mati dibisikkan saja hanya kepada telinga orang-orang murtad,
"Kawan-kawan! Janganlah salah faham, pada hakikatnya kamu telah
mendapat hukuman ringan dan kamu telah diperlakukan dengan belas-
kasih secara khas." Ketïka mereka mulai melangkah menuju ke tempat
hukuman,, tekaafelدi tangan mereka dengan sembunyi-sembunyi sambil
senyum-sen.ytim dan bertemu pandang. Jika kebetulan ada seorang kafir
di situ maىià sambil memberi isyarat dengan kepala ke arah orang itu
klu menambah lagi kata-kata, "Tidak tampakkah oieh kamu bagaima-
nakah keadaan orang ini?
lj3, )La~i
"la tidak mati di dalamnya dan tidak pula hidup. "
~
Tetapi rupanya dalam menetapkan perlakuan belas-kasih ini Mau-
lana telah lupa bahwa, menurut Islam, maut itu dalam zatnya sendiri
bukanlah Itesudahan bahkan maut itu akan disusul oieh suatu kehidup-
an yang dinamakan "kehidupan ukhrawi" oieh Islam. Maka, sebenar-
nya dengan jalan demikian beliau tidak mengakhiri musibah orang
murtad itu bahkan akan membuatnya langsung masuk ke neraka. Pan-
133
dangan beliau mengenai kemungkinan hidup orang murtad di dunia ini
(yang dan padanya Maulana mau menyelamatkan orang yang cciaka itu)
ialah, keadaan kehidupan itu adaiah cocok dengan keadaan

' "ï ~ " l -î ' • ~ •* •2, \ý
dan merupakan pandangan manusia namun tempat yang ke sana beliau
mau mengirimnya memang cocok dengan ayat
' • 'ï~"\ ""-f ;\r
فc~ yj ~*~~ v
sebab Tuhan sendiri berfirman demikian. Tetapi perbandingannya lebih
berat lagi. Api yang daripadanya Maulana, menurut pandangannya,
mau menyeleinatkan otang itu karena kasih-sayang itu adalah api yang
dinyalakan oieh tangan beliau sendiri, dan sesangat-sangatnya kita bisa
menyebutnya i •-' ý•• ,ialah, "api kecil" tetapi yang
.I ~*ü'J »

w~-'

kc arahnya beliau mau mengirimnya dinamakan oieh Tuhan sendiri
sebagai n i ''/*) "»~ yaitu, "apibesar."
~A~Jiii
Jadi, cara aneh Maulana mengeluarkan manusia dari musibah-musi-
bah itu ialah sesudah mengeluarkan manusia dari keadaan

l " \ < » - .' » )•.

»-*•

• *J'\.~~\<*• -'>'''•~~
'J'-"•~)~.~~.y

• » // \"' " -?. >-*•' \ï
yang satu lalu mendorongnya kepada keadaan ~~~• )î LB3 j ~*~' Y.
yang lebih buruk. Perlakuan mengeluarkan dari api yang ringandan
menjebloskan ke api yang lebih keras masih dikatakannya perlakuan
yang lunak; di samping itu beliau tidak berhenti-hentinya mengumum-
kan bahwa warna ini bukan merah tetapi bijau.
Orang kafir masih mempunyai harapan biar pun sedikit sebab,
sampai tiba saat mautnya yang wajar entah untuk berapa tahun ia akan
dapat memperoieh kesempatan mengamat-amati dan entah berapa
memperoieh kesempatan membedakan di antara hak dengan batil dan
dengan demikian mendapat keselamatan di akhirat. Tetapi, orang mur-
tad-kena-paksa yang dipotong urat nadinya dan segala harapannya un-
tuk meraih najat (keselamatan) telah terputus`baginya, a sesampainya di
alam akhirat kernudian membuka matanya,serentakitu pula ia akan di-
'.34

giring ke neraka; entah pikiran macarn apakah yang akan menguasai
dirinya mengenai orang yang telah menekan-nekan tangannya dan te-
lah meyakinkannya sebelum dibunuh bahwa segala'itu dilakukan hanya
untuk kebahagiaan dan kesejahteraan dia semata-mata.
Pada akhimya, dengan tujuan menyegarkan sekali lagi ingatan pa-
ra pernbaca, saya membeberkan dengan singkat semua butir (segi) Mau-
lana Maududi mengenai penyiaran Islam :
1. Supaya kartu-kartu undangan (seruan) dikirim ke negeri-negeri bu-
kan Islam namun sesudah memperoieh kekuatan dengan segera
mengadakan serbuan, khususnya kepada negara-negara tetangga.
2. Orang-orang kafir dilarang bertabligh kepada orang musiim.
3. Orang-orang kafir dilarang bertabligh kepada kafir lainnya.
Selain itu, menurut pandangan saya, masalah "Pembunuhan terha-
dap orang murtad" adalah termasuk siasat ini juga. Sebenarnya rencana
ini hanis disebut rencana empat butir. Tetapi, susahnya Maulana tidak
sepakat dengan saya; menurut pendapat saya, "Pembunuhan terhadap
orang murtad" merupakan bagian dari siasat inikarena secara alami
banyak orang Islam akan terhambat untuk memilih agama lain sebab
ketakutan akan dibunuh. Misainya, baru-baru ini satu jumiah orang
yang agak banyak telah meninggalkan Islam dan memilih agama KrisLen
di Pakistan. Jika;"Hukum pembunuhan terhadap orang murtad" telah
berlaku, baTàngkali hanya satu dua orang saja dari efang-orang murtad
ini akan tampak begitujujur sehingga akanmenolak "hidup sebagai
oraog munafik."
Tetapi menurut Maulana masalah ini tidak termasuk kategori sia-
sat mi dan tidak bertujuan agar dengan cara demikian orang-orang
munafik timbul di kalangan orang Islam. Beliau menulis:
"Adalah salah memberi makna kepada masalah "pembunuhan
terhadap orang murtad" bahwa dengan menakut-nakuti orang dari
maut kita memaksanya mengikuti tingkah Iaku orang munafik.
Sebenarnya keadaan itu justru sebaliknya. Kami ingin menutup
pintu bagi orang-orang plin-plan semacarn itu yang masuk ke da-
lam jemaat kami dan seenaknya menjadikan perobahan ideologi
sebagai suatu permainan .......... Oieh sebab itu, adalah benar
sesuai dengan hikmah dan kebijaksanaan agar memberitahukan
terlebih dahulu kepada tiap orang yang mau masuk ke dalam je-
maat ini bahwa tindakan pulang balik dari sini akan dihukum de-
ngan maut agar sebelum masuk ia dapat berpikir seratus kali apa-
135
kah harus ia masuk dalam jemaat semacarn ini atau tidak. Dengan
demikian maka yang akan masuk ke dalam jemaat ini hanyalah
orang yang tidak lagi akan keluar dari padanya" (Hukuman Ter-
hadap Orang Mur-tad, him. 50—51).
Saya masih ingat, sebelum Pakistan berdiri partai komunisindia
pun mempunyai cara yang persis serupa itu. Mereka senantiasa mem-
beri ancaman sebelumnya kepada siapa-siapa yang mau menjadi anggota
himpunan mereka yang rahasia itu bahwa bila keluar akan dihukum
mati.

Seorang mahasiswa akademi pertanian di Lyalipur (kini Faisal A-
bad. venv. ) vano- sava kenal telah dihunuh karena kesalahan ini oula.

oaü, peny.f yang saya fcenal telah cliDunun Karena Kesaianan ini puia.
Peristiwa ini teringat oieh saya secara insidental dan saya cantumkan
di sini sebab haï itu lebih memperkuat pandangan saya bahwa warna

komunisme dominan dalam faham Maududi. Tidak mustahil dan boieh
iadi Manlana rii rnana rernaianva nprnah rnfrnhara tpnfrnahan dalarn

jadi Maulana di masa remajanya pernan membaca teqemanaJi dalam
bahasa Urdu dan beberapa karya Marx atau Lenin dan bahan bacaan
itu telah dipergunakan dalam membentuk gagasan-gagasan beliau di
hari kernudian secara berlebih-lebihan. Namun haï ini saya tinggalkan
di sini sebab ini ti.dak termasuk pokok pernbahasan.
Tadi saya mencantumkan penjelasan yang dikernukakan Maulana
dan sesudah membacanya saya tidak berhak lagi menjadikan gagasan
"Pembunuhan terhadap orang murtad" sebagian dari siasat penyiaran
Islam. Makanya saya tidak berbuat demikian dan hanya mengernukakan
rencana Maulana yang terdiri dari tiga butir (segi). Kini saya mengakhi-
ri bagian masalah ini namun sebelum meninggalkannya saya memohon
izin dari Maulana untuk mengernukakan satu dua pertanyaan bertalian
rlrnrr9n r\f*Tnïf*ï*îC<ïn hplraii \r*îYïrT t~•l

pengan penjelasan beliau yang tadi.
Pertanyaan-pertanyaan itu adalah sebagai berikut :

p. ~1 «,01110
l T1lr'a nprn~ T'~•~•'ï'î•y\ & •nfA rt •~'r~f•~ i np~î'a•~' ~~"l~l•«*l•~~ -t . iiiiri»~ PPmh~.n. ~~>'~•»~ +~»*

Jika pemyataan Anda tadi benar bahwa lujuan "Pembunuhan ter
ladap orang murtad" adalah karena Anda hendak menutup jalan bag
)rang semacarn itu masuk ke dalam jemaat Anda, maka coba jelaskar
•encana apa yang terpikir oieh Anda guna menghalangi orang-oran~
"ang akan terus-mencrus masuk ke dalam jernart Anda mcialui hükuir
ilam, ialah, karena kelahiran, dan
r «

•aua
TlKa Iýýatný >>h;lrm-ýh rt~n lrphi;~>G~n>' mpnýýn,ýi+ • >f ~*•-i~i

yang masuk dalam jemaat harus sebelumnya diberitahu bahwa bukum-
an bagi orang yang mau pulang balik dari sini adalah maut," maka
sarana-sarana apakah yang dengan melaksanakannya orang-orang Mus-
lim akan diperingatkan sebelum kelahirannya bahwa jika mau datang,
"boieh datang sesudah berpikir seratus kali."
, Sudah lazim bahwa akidah-akidah yang berlawanan dengan fitrat
itu penjelasan-penjelasannya adalah berlawanan dengan fitrat pula.

13'
SATU GAMBARAN MENGENAI MASA PEMERINTAHAN ALA
iiiiTrMTrtT017AMrkATnd hT MZ;DC~AA Drol~lTACA

l î>t:AJNUAIMYA MfcKfcKA Bh-KKL
~•/* J ~\ •j * î • ** . t 1

v/ K Crl -- -,, V' l
« ~~:lia~~~~؟•I:
t"? * ** » ~
Kebudayaan karnu akan rncmbunuh diri dengan belatinya sendiri.
Tak akan kokoh sarang yang dibuat di atas cahang yang lcmah.
Dengan mempelajari halaman-halaman sebelumnya, bagi para
pernbaca teritu telah jelas citra Maulana Maududi mengenai Islam,
Rasuinya, penyiaran Islam, dan kekuasaan Islam. Kini dalam halaman-
halaman berikut ini saya ingin membuat suatu sketsa mengenai perne-
rintahan ala Maududi seandainya Maududi berhasil memegang kekua-
saan dan akan muncul di pentas negeri Islam atau bukan-lslam. Para
pernbaca tidak perlu heran bila saya mempergunakan ungkapan "negeri
bukan-lslam" sebab sebenamya adalah tidaJt di luar dugaan bila revolusi
ini dapat menampakkan diri di negeri yang sebagian besar penduduknya
bukan-musiim sebelum terlaksananya di salah satu negeri Islam. Sebab,
bila tiap "Fartai Musiim" akan giat berusaha mendatangkan di negeri-
nya masing-masing apa yang dianggapnya "revolusi Islam" serta akan
berusaha mempergunakan segala macarn daya-upaya untuk memper-
oieh kekuasaan maka siapa yang dapat menerka di manakah mula per-
tama akan muncul "revolusi" ini? Di Saudi Arabiakah atau di Ghana?
Di Mesirkah, atau di Lebanon? Di Pakistankah atau di India?
Pokoknya, bila pun, dengan cara apa pun, dan di mana pun akan
muncul pernerintahan Islam ini, pernerintahan ini akan mempunyai
l)eberapa ciri-ciri khusus yang di atasnya akan irielekat cap kekai jalan
pikira-n wujud yang menciptakan gagasan itu dan yang telah berdaya-
upaya memindahkan gagasan ini dari alam khayal ke alam kenyataan.
Langkah pertama yang kiranya akan diambil setelah memperoieh
kekuasaan ialah, mungkin akan menyiarkan daftar akidah-akidah ala
Maududi di bawah judul "Islam" dan akan membuat pemyataan umum
bahwa dalam jangka waktu tertentu semua orang Islam yang membe-
narkan akidah-akidah itu harus mendaftarkan namanya di kantor polisi
1 n n

atau pengadilan yang terdekat. Bila seorang Musiim tidak mendaftar-
kan namanya dalam jangka waktu yang tertentu itu, ia sendiri akan ber-
tanggung jawab mengenai jiwa, harta-benda dan kehormatannya. Demi-
kian pula dalam jangka waktu itu rakyat wajib menyerahkan segala sen-
jatanya.
Setelah pengumurnan itu pemerintah dengan segera akan menyi-
bukkan diri mengadakan persiapan untuk menjalankan hukuman mati
serta tentara Maududi dan polisi Maududi akan membersihkan senjata-
senjata dan mengencangkan tali pinggang mereka; semua itu akan me-
nuntut kerja keras dan meletihkan tetapi para pelakunya tidak akan
menghadapi bahaya mati syahid sebab jauh sebelum hari yang diten-
tukan itu musuh telah dilucuti.
Sesudah masa menanti yang menggelisahkan, akhimya tibalah hari
bila beq'uta-juta leher orang-orang murtad yang dikatagorikan sebelum-
nya sebagai orang-orang musiim keturunan akan dipersembahkan ke-
pada pedang-pedang Maududi.
Serentak berkumandang seruan dan penyeru-penyeru entah berapa
jumiah pedang akan diacungkan dan akan ditimpakan dan entah berapa
kepala akan dipancung dan berapa banyak jasad akan rebah di tanah
dan bermandikan darah. Jika tiada pertentangan di antara ucapan-
ucapan dan perbuatan-perbuatan Maulana Maududi dan jika beliau da-
pat mengerjakan apa yang dikatakannya, tentu akan teijadilah demi-
kian. Entah berapa jumiah pedang yang akan diacungkan, bukan satu
kali tetapi ribuan kali, dan akan menimpa ribuan kali serta kepala ma-
nusia akan terus berpisah dari badan danjasad-jasad akan bermandikan
darah tergeletak di tanah.
Pada saat itu, seandainya suami telah bertobat atau menyimpang
dari jalan kejujuran maka ia sendiri akan dibiarkan hidup sedangkan is-
trinya yang tidak akan mengikuti jejak suaminya akan dipancung di ha-
dapan matanya. Jika istrinya ber.tobat atau mengikuti jalan kemuna-
fikan dengan bei-dusta maka ia sendiri akan dibiarkan hidup sedangkan
suaminya yang memilih jalan kebenaran dan kejujuran akan dibinasakan
dihadapan matanya. Adapun anak-anak mereka tanpa kecuali, mereka
akan dibiarkan hidup namun bagaimanapun juga mereka akan menyak-
sikan ibu atau bapak mereka atau kedua-duanya menjalani hukuman
mati.
Dan sebagai akibat suara tangisan sedu-sedan dari bayi-bayi yang
masih menyusui yang matanya tak akan melihat lagi ibu-ibu mereka
د39
yang murtad itu, serta suara meraung-raungnya putra-putra dan putri-
putri yang matanya yang menjadi basah kareniý mencucurkan air tidak
akan lagi inelihat ayah mereka yang murtad itu. Kampung demi kam-
pung, desa demi desa di Pakistan akan berkumandang dengan tangisan-
tangisan sehingga teriakan-teriakan yang penuh kerawanan itu akan
menggoyangkan kaki Arasy dan di belahan bumi yang satu dinding-din-
ding tembok Cina akan gemetar sedang di belahan bumi yang lain Eropa
akan tergoncang-goncang. Dan, bila lengan-lengan beberapa "orang sa-
leh" akan menjadi lumpuh karena tak henti-hentinya dipakai meman-
cung leher-leher maka orang-orang murtad itulah yang akan disuruh
menggàli lubang-lubang besar di tanab lalu menyalakan api merah dan
sisa-sisa orang-orang murtad akan dibakar hidup-hidup dalam lubang-
lubang itu. Lidah-lidah nyala api itu yang seolah-olah mcnjilat-jilat
sampai ke langit akan menyinari utara, selatan, timur, dan barat Pakis-
tan. Jadi, betapa bcberkatnya fajar itu bila di ufük Pakistan akan mere-
kah fajar yang merah itu.
Tetapi, itu hanya suatu permulaan saja dan harus melalui banyak
tahapan sebelum sampai ke puncaknya. Jika Pakistan ditakdirkan men-
jadi negara revolusi pertama, masih terdapat banyak negeri Islam yang
membentang luas disebelah kanan, kiri, di depan dan di belakang Pakis-
tan tempat wanita-wanita murtad tengah melahirkan "anak-anak mur-
tad." Dan, masih ada enam puluh juta orang-orang murtad di India (ki-
ai bilangan orang Islam di India telah jauh bertambah dalam jangka
waktu 22 tahun ketika buku ini dikarang, peny.) perlu dibersihkan.
ringgal lagi jerit keluh-kesah yang akan merekahkan dada gunung serta

ikan memecahkan kulit langit. Masih pula tinggal lagi suara ratapan
yang bila didengar akan membuat susu dada bumi akan menjadi kering-
kerontang serta bintang-bintang di langit akan mercmas-remas kepala
iaking gelisah. Dan karena rasa sakitnya maka rembulan dan sang surya
iun akan menjadi buta karena lamanya menangis!
Dan apakah setelah pembunuhan dan pernbantaian massai semua

legeri Islam akan kosong dan sebagian besar penduduk Musiim, kehaus-
n "orang-orang Musiim sejati" yang bcrkuasa ini akan menjadi reda
ierta api nafsu berkuasa ini akan menjadi padam? ..........Jikatekad-te-
ad luhur yang bergejolak di dada dan mengalir dan ujung lidah serta
] ena Maulana Maududi kita perhatikan maka jawaban untuk perta-
i yaan di atas adalah négatif. Tidak! Kehausan ini masih belum akan me-
i eda dan api ini tidak akan padam selama pernerintahan-pemerintahan

40

kafir belum menerima seruan Islam dan selama belum mengatasi kede-
gilan kekafiran mereka, atau, tanpatnenunggu-nunggujawaban,mereka
ditalukkan di bawah ancaman pedang. Halilintar kernurkaan beliau
masih harus jatuh di Eropa, juga di Arnerika, juga di Cina, juga di Je-
pang, juga di Australia, juga di Selandia bani. Kilat ini masih akan ha-
rus menerangi padang-padang pasir Afrika dan membakar hutan belan-
tara hitam. Masih akan harus menyalakan api di Rusia serta akan meng-
anugrahkan nyala iman kepada lembah-lembah saJju Siberia, entah be-
rapa banyak pembunuhan dan pernbantaian masih akan diperlukan! En-
tah berapa banyak tepian sungai akan menjadi merah oieh darah yang
akan ditumpahkan oieh pedang-pedang Maududi.
Saya suka mengkhayalkan bahwa apabila Islam ala Maududi ini
akan mewamai tiap hasta bumi dengan warna merah maka di tengah-
tengah padang tandus yang membentang seluas ribuan kilometer betapa
indahnya suara azan yang dikumandangkan oieh seorang "musiim sa-
leh" yang kesunyian. Dan, saya pikir, betapa dahsyatnya konsepsi Mau-
lana mengenai keamanan alam yang gambar keamanannya hanya tam-
pak tanpa bersuara di pekuburan-pekuburan yang sunyi-senyap itu dan
yang dengan kata-kata lain dapat disebutkan "tuna kehidupan" alias
tnati.
SATU JEMAAT UNIVERSAL ORANG-ORANG MUNAFIK
•Jika penumpahan darah dan pernbantaian ini tidakjadiberwujud,
itu hanya mungkin, sekali lagi hanya mungkin, bila di pentas bumi mun-
cul satu jemaat orang-orang munafik yang universal sifatnya, tiada jalan
lain selain dari itu untuk menyelamatkan diri dari pedang ini. Jangan
hendaknya para pernbaca yang budiman menganggap lukisan ini sebagai
suatu hikayat atau fantasi puitis belaka. Sekalipun benar bahwa bila
kehendak-kehendaknya Maulana Maududi digambarkan dalam dunia
amal maka ia akan nampak sebagai cerita yang dahsyat, atau suatu
mimpi yang menakutkan, atau pun khayalan dan gagasan seorang ahli
sajak yang menggoncangkan hati. Namun, sayang bahwa ini bukan mim-
pi, bukan pula dongengan, dan bukan pula fantasi seorang penyaii
bahkan ini merupakan konsepsi-konsepsi seorang wujud berdarah da-
ging yang pada lahimya memiliki kekuatan berfikir dan mengaku diri-
nya sebagai menguasai ilmu agama lagi cerdas dan mempunyai firasat;
konsepsi itu dikernukakan kepada dunia atas nama agama Islam dan de-
ngan tandas dinyatakannya bahwa, bila pun ada kesempatan, konsepsi-
141
konsepsi itu akan dilaksanakan.
ltulah hari keunggulan semesta Islam yang sedang mengintai dunia
dari jendela-jendela alam pikiran MaududL Untuk mendatangkan hari
itukah,nauzubillah,matahari Muhammad saw. yang menyinari seluruh
dunia telah terbit dari ufuk Arab kurang lebih empat bêlas abad yang si-
lam?
Alangkah baiknya Maulana Maududi menamakan agania beliau de-
ngan agama lain dan bukan Islam dan jangan hendaknya nama junjung-
an kami dicemarkan oieh konsep gelap dan yang kelihatannya pun
sangat buruk itu
Tetapi, jika beliau berbuat demikian, siapa yang akan mengikuti
beliau, dan siapa yang akan memberi suara kepada beliau atas nama
agama bâru ini? Walhasil, bagi beliau terbuka hanya satu jalan, ialah,
mengaitkan pandangan-pandangan beliau yang kediktator-diktatoran itu
kepada Junjungan kami yang suci-bersih itu. Dan jalan inilah yang di-
tempuh beliau dan beliau tidak segan-segan menyeret-nyeret juga nama
nabi keamanan dan keselamatan yang tiap-tiap nafasnya mengandung
amanat perdamaian dan agamanya juga dinamakan Islam itu di ajang
pernbantaian ini.
Saya dengan sengaja telah membuat gambaran yang sesingkat
mungkin dan dengan sikap hati-hati mengenai konsepsi Maulana Mau-
dudi seandainya konsepsi ini jadi dilaksanakan. Dan saya membatasi diri
melukiskan hanya gambaran-gambaran yang secara jelas dan tanpa ragu
terdapat dalam berbagai buku-buku beliau sedangkan kutipan-kutipan-
nya telah disampaikan ke hadapanpara pernbaca dalam halaman-halam-
an yang telah lewat. Dan begitu kita sudah mengenai raut watak Maudu-
disme tidakiah sulit bagi kita membuat gambaran yang tepat dalam se-
gala bidang kehidupan mengenai pernerintahan ala Maududi.
Misainya, dapat dibuat gambaran mengenai keadaan dalam daur
itu, atau dapat dibeberkan keadaan yang menggelikan ketika manusia
dengan paksa disuruh beribadah. Demikian pula dapat ditulis banyak
haï bertalian dengan hubungan antar bangsa di bawah pernerintahan se-
macarn itu dan dapat pula dibuat perkiraan mengenai upaya-upaya yang
dengan perantaraan itu pengkhianatan, suap-menyuap, dan ketidakwa-
jaran dalam berperilaku antara satu sama lain dapat diikhtiarkan supaya
lenyap dari negeri. Demikian pula adalah tidak sulit untuk menggam-
barkan keadaan politik negara. Suatu negara yang dasamya diletakkan
pada konsep kekcrasan dan pertumpahan darah, tentu menjadi tempat
142

bercokolnya pernberontakan-pemberontakan dan jika orang munafik
merupakan mayoritas di negara semacarn itu maka bahaya pernberon
takan akan bertambah secara tak seimbang. Bahkan, dengan berlalu-
nyamasa, reaksi terhadap pernerintahan itu semakin meningkat lagi.
Walhasil, banyak yang dapat ditulis mengenai bahaya-bahaya yang pasti
akan dihadapkan kepada pernerintahan semacarn itu. Di samping itu
dapat pula dibayangkan adanya bentuk persekongkolan-persekongkolan
lainnya, dan dapat pula diperkirakan adanya lembaga spionase raha-
sia yang dengan perantaraannya pemerintah akan mengetahui gerak-
gerik komplotan-komplotan rahasia dan pernberontakan-pemberontak-
an; dan adalah menarik hati jika membeberkan berbagai macarn cara
penyiksaan yang akan dilaksanakan pernerintahan semacarn itu untuk
memperoieh informasi-informasi lebih banyak lagi atau untuk menyeli-
diki kebenaran semata-mata. Namun, saya mengesampingkan semua haï
seperti itu dan menyerahkan kepada kccondongan atau minât pribadi
pernbaca tetapi jika ada kawan yang ingin menyelidiki lebih dalam ma-
ka untuk haï yang terakhir ini dapat dijumpai gambaran-gambaran
faktual dalam sejarah revolusi komunis atau dalam buku "History of
thé Priest Craft in Ail Ages" yang penelaahannya tentu akan menarik.
SATU PERNYATAAN UMUM MENGENAI PEMBERIAN
TENGGANG WAKTU DAN PEMBERIAN MAAF
Pada akhirnya, sebelum menamatkan bab ini, jika saya tidak me-
nyebutkan pernberian tenggang-waktu dan pemberian maaf-umum,
yang kemungkinan diberlakukannya telah dikernukakan oieh Maulana
Maududi, akan menipakan sikap tidak adil terhadap beliau. Sebagaima-
na telah saya kernukakan pendapat bahwa, menurut hemat saya, pe-
merintahan ala Maududi akan membuat suatu pernyataan umum se-
gera setelah memperoieh kekuasaan; dan memang demikianlah kebia-
saan tiap pernerintahan revolusioner. Menurut pemyataan itu, sebagai
orang-orang Islam mereka harus mendaftarkan diri -mengingat akan be-
berapa akidah khusus.
Maulana Maududi telah mengernukakan kemungkinan dikeluarkan-
nya pemyataan yang hampir serupa itu pada akhir buku beliau,
'Hukuman Terhadap Orang Murtad. ' Bedanya ialah, menurut pan-
dangan saya, mereka yang menurut istilah Maududi tidak akan diakui
sebagai "Musiim," biar bagaimana pun, akan dihukum mati. Tetapi,

143
Maulana Maududi telah mengernukakan adanya kemungkinan bahwa:
oieh karena dengin demikian mau tidak mau akan terjadi pembunuh
an massai yang tak ada taranya, sebab itu masih terbuka kemungkinar
bahwa mereka tidak akan dibunuh dengan segera dan sebagai gantinya
akan dianggap memadai bila mereka akan dipaksa menjalani kehidupan
sebagai orang-orang zimmi (orang bukan-MusIim yang mempunyai
hak hidup di negara lçlani dengan memenuhi beberapasyarat, peny.) se
telah mereka dinyatakan sebagai kafir. Namun, sesudah itu bila dan
antara sisa orang-orang yang diakui sebagai Musiim ada seseorang yang
terbukti kekafirannya dan amal perbuatan atau dari segi itikad maka
ia bagaimana pun akan dibunuh.
Kendatipun oieh Maulana Maududi telah disebutkan kemungkinan
adanya pengampunan-kerajaan namun gambaran singkat yang telah saya
paparkan dalam sketsa saya bertalian dengan pembunuhan massai itu
adalah disebabkan oieh alasan-alasan sebagai berikut :

U&UI UIJCUaUn41J VI~11 fcLLU,)3CUICI,IU.l9CUI O~vaمaýý IL/~lýnu~lL •
Pertama, dan Maulana Maududi sendiri tidak ada pernyataan yang
pasti mengenai pengampunan, paling banter telah disebutkan suatu
pemeca'lan yang nnungkm dan, saya yakin, sesudah kekuasaan di-
peroieh tidak akan terbit soal untuk perlakuan yang lunak itu
berdasarkan kata-kata Maulana Maududi :
"...... tiap orang mcngctahui betapa hcbatnya percobaan
yang dikandung oieh pernerintahan dan kekuasaan, dengan
hanya mencitrakannya saja akan timbul taufan keinginan-
keinginan keras dalam hati manusia. Hawa nafsu menghen-
daki bahwa bila khazanah-khazanah bumi dan leher-leher
manusia dapat dipegang ditangannya terbukalah kesempatan
bagi dia untuk berbuat sekehendak hatinya" (Haqiqat-i-Ji-
had, him. 15).

l

2.

Alasan kedua, menurut keyakinan saya, ialah, Maulana Maududi
telah membuat satu kesalahan dalam menyatakan kesediaanpya
melaksanakan pengampunan yang cepat atau lambat akàn disadari
oieh beliau atau boieh jadi seseorang yang sefaham beliau akàn me-
nunjukkan kesalahan itu. Kesalahan itu ialah, jika menurut hukum
Islam orang murtad itu harus dibunuh dan orang-orang Musiim-ke-
lahiran juga yang setelah dewasa menyimpang dan Islam, baik da-
lam itikad atau secara praktis, maka sesuai dengan hukum syariat
ini tïiçreka itu harus dibunuh. Dari manakah Maulana memperoieh

144

wewenang untuk seenaknya memberi ampunan kepada merekaï
Apakah beliau akan membuat suatu syariat baru ataukah beliau
mempunyai hak untuk membatalkan atau mengubah suatu hu-
kum Islam? Jika tidak, maka tiada jalan kecuali, karenatelahme-
nyimpang dan jalan syariat, harus duduk bersama-sama orang-
orang murtad, atau, dengan hati yahg berat mengumumkan hu-
kuman pembunuhan massai biar pun berjuta-juta orang menemui
ajal dengan jalan demikian.
Maulana telah melupakan satu haï lain, ialah, apabila beliau menga-
kuibahwadiantaraduakasus:
"Orang seperti itu dibiarkan hidup dengan merampas dari
padanya semua hak kewarganegaraan, atau menamatkan ri-
wayat hidupnya. Hukuman dalam keadaan pertama memang
lebih keras daripada dalam keadaan kedua, sebab haï demiki-
an mengandung arti bahwa ia dibiarkan dalam keadaan tidak
mati dan tidak pula hidup" (Hukuman Terhadap Orang Mur-
tad, him. 51).
.«il • . _...__l.:_ l-„l....„ L:1~__„„„ l.„l;„,. J:1:~..~•î „l«.li nn

Maka bagaimana mungkin bahwa bilamana beliau diliputi oieh pe-
rasaan lunak dan kasih-sayang, beliau menetapkan macarn hukuman
yang pada hakikatnya lebih keras dan antara dua hukuman itu. Atas da-
sar alasan-alasan itu saya terpaksa mengernukakan sketsa yang saya
buat itu sebagaimana yang saya kernukakan, sebab konsep pemerintah-
an ala Maududi telah terikat dengan rantai-rantai-besi pernbantaian
dan pengrusakan yang begitu kuat sehingga bila si pencipta rantai-
rantai itu sendiri pun hendak membukanya atau mematahkalînya dan
memisahkan konsep itu maka haï demikian itu adalah sesuatu yang
di luar kernampuannya.
"Ular telah lewat, sekarang 'kau boieh mernukul-rnukul jejaknya
saja."
Sesudah mengernukakan alasan ini kini saya mengutip kata-kata
yang dipergunakan oieh Maulana Maududi sendiri dengan tujuan bah-
wa bila saya keliru dalam mengambil kesimpulan, para pernbaca sendiri
dapat memperbaikinya :
"Bila kernudian hari pada suatu ketika tertib pemerintahan ala
Islam dapat ditegakkan (perlu diperhatikan bahwa karangan itu
ditulis pada tahun 1942, peny.) dan dengan menjalankanundang-
undang "Pembunuhan terhadap Orang Murtad" semua orang yang