Jumat, 27 Januari 2012

Nur Hidayah Nasehat Mulia Menuju Jalan Taqwa

Ikhtisar Khutbah Jumah Hadhrat Khalifatul Masih V Atba
20 January 2012 di Masjid Agung Baitul.Futuh, London UK
[Setelah mengucapkan tasyahud, taawudz, bismillah dan tilawat Surah Al Fatihah], Hudhur (Atba) menilawatkan ayat-ayat Al Quran ini:


‘Mereka beriman kepada Allah dan Hari Akhir, dan mereka menyuruh berbuat kebaikan dan melarang berbuat keburukan, dan mereka berlomba-lomba dalam pelbagai kebaikan. Dan mereka termasuk orang-orang yang saleh. Dan kebaikan apapun yang mereka kerjakan, maka sekali-kali mereka tidak dihalangi untuk menerima ganjarannya. Dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang bertaqwa.’ (Q.S. Surah Ali Imran : 115 & 116).
Beberapa hikmah perintah menyuruh orang agar berbuat kebaikan dan melarang berbuat keburukan yang sama ini diulangi lagi pada beberapa ayat lainnya di dalam Surah Al Imran yang sama, dengan penegasan ‘wallaahu alimul ghaib wa syahadah_
Adalah atas ridha Allah Swt semata yang telah mengutus Hadhrat Masih Mau’ud ‘alaihissalam (salam untuk beliau) - di saat yang penuh kesulitan - sebagai Imamuz Zaman, dan betapa beruntungnya kita yang telah mendapat taufiq untuk menerima kebenaran pendakwaan beliau, dengan cara ber-Baiat; lalu berusaha memperbaiki keimanan kita agar sesuai dengan kiat [tarbiyat] yang telah diberikan oleh Hadhrat Masih Mau’ud ‘alaihissalam (salam untuk beliau), berdasarkan Al Quran Karim dan Sunnah Rasulullah Saw.
Hadhrat Masih Mau’ud ‘alaihissalam (salam untuk beliau) bersabda: ‘Sebagaimana pentingnya untuk mengontrol lidah agar jangan sampai berucap hal-hal yang bertentangan dengan keridhaan Ilahi, maka penting pula memfaedahkannya untuk menyampaikan kebenaran, yakni, ‘..ya’muruuna bil ma’ruufi, wa yanha’una anil munkar…, atau ‘….menyuruh berbuat kebaikan dan melarang berbuat keburukan..…’, yang merupakan suatu kemuliaan bagi kaum Mukminin. Namun, sebelum menyuruh orang agar berbuat kebaikan dan melarang berbuat keburukan tersebut, patutlah bagi insan tersebut untuk menunjukkan terlebih dahulu praktek kehidupannya sehari-hari, bahwa dirinya pun sungguh-sungguh telah memiliki daya kekuatan tersebut. Ringkasnya, adalah sangat penting, sebelum mempengaruhi orang, kondisi dirinya sendiri telah mampu untuk memikat orang lain [ke ‘arah yang ma’ruf itu].
Tetapi, janganlah pernah berhenti untuk ber-ya’muruuna bil ma’ruufi, wa yanha’una anil munkar. Penting pula untuk mengenali saat dan tempat yang tepat untuk melakukannya, serta cara menyampaikannya dengan lemah lembut tetapi jelas..Di lain pihak, adalah dosa besar mengatakan sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai ke-Taqwaan.’ (Malfuzat, Vol. I, hlm 424).
Hudhur menjelaskan, ‘Jadi, sekali kita menerima kebenaran Hadhrat Masih Mau’ud ‘alaihissalam (salam untuk beliau), maka meningkat pula tanggung jawab kita untuk meningkatkan standar setiap ucapan dan perbuatan kita dalam rangka ber-ya’muruuna bil ma’ruufi, wa yanha’una anil munkar itu. Jika tidak, apa pula nilai Bai’at kita ? Faktanya, justru akan mengundang murka Ilahi.
Hadhrat Masih Mau’ud ‘alaihissalam (salam untuk beliau) bersabda: ‘Aku telah berulangkali mengingatkan, bahwa semakin besar seseorang memperoleh qurb Ilahi, maka semakin besar pula hisabnya.’ (Malfuzat, Vol.I, hlm.44). Hudhur atba menjelaskan, ‘Jadi, jangan senang dulu bahwa kita telah menerima kebenaran Hadhrat Masih Mau’ud ‘alaihissalam (salam untuk beliau). Melainkan, amatilah dengan seksama sejauh mana inqillabi haqiqi yang terjadi pada diri sendiri. Memperoleh ilmu agama tidak berarti membebaskan seseorang dari hisabnya. Mendapat amanat kepengurusan [di dalam Jama’at] tidak berarti membebaskan insan tersebut dari hisabnya bila ia tidak memenuhi pelaksanaan yang dipersyaratkan. Berasal dari keturunan yang dulunya banyak melakukan pengorbanan [kepada Jamaat] tidak membebaskan insan tersebut dari hisabnya apabila perbuatannya tidak sesuai dengan ajaran Islam yang haqiqi.’
Hadhrat Masih Mau’ud ‘alaihissalam (salam untuk beliau) bersabda: ‘Juga, belum tentu dekat dalam pandangan Ilahi, mereka yang berbusana terbaik dan berharta. Sebaliknya, mereka yang dekat dalam pandangan ilahi adalah mereka yang mendahulukan kepentingan agama di atas segala kenetingan lainnya, dan ikhlas di dalamnya. Hadhrat Masih Mau’ud ‘alaihissalam (salam untuk beliau) pun bersabda: Di antara berbagai janji Ilahi, salah satunya adalah: fauqalladziina kafaruu ilaa yaumil qiyaamah, yakni, Dia akan mengunggulkan kaum pengikut kebenaran di atas mereka yang meng-ingkarinya.Namun, sangat perlu direnungkan, bahwa orang yang sudah Bai’at kepadaku tidak otomatis menjadi pengikut yang sejati. Yakni, sebelum orang itu menjalankan sepenuhnya syarat baiat kepadaku tersebut, ia tidak dapat digolongkan kepada pengikut yang mukhlisin.’ Maka kita perlu merenungkan hal ini dengan serius.
Hudhur atba menekankan, ‘Kita baru dapat melaksanakan perintah untuk ber-ya’muruuna bil ma’ruufi, wa yanha’una anil munkar, hanya apabila kita’ telah lekat dengan berbagai perintah Hadhrat Masih Mau’ud ‘alaihissalam (salam untuk beliau) yang adalah pecinta dan hamba sejati Hadhrat Muhammad Rasulullah Saw. Berbagai perintah beliau ‘alaihissalam (salam untuk beliau) tersebut adalah sangat penting untuk menjaga keimanan dan kesejahteraan rohani, sekaligus juga untuk kemajuan duniawi kita. Maka apabila kita tidak berusaha untuk sungguh-sungguh mentaati berbagai sabda beliau ‘alaihissalam (salam untuk beliau) tentulah kita pun tidak dapat disebut sebagai pengikut yang sejati. Hadhrat Masih Mau’ud ‘alaihissalam (salam untuk beliau) telah diamanatkan suatu tugas besar untuk menyampaikan syiar Islam ke seluruh dunia di akhir zaman ini, yang adalah juga merupakan tugas mereka yang beriman kepada beliau. Maka untuk itulah kita pun perlu menjadi contoh teladan, dan adanya persesuaian antara ucapan dengan perbuatan. Ada yang bertanya: ‘Jika dilarang untuk berbual-bual dan berpura-pura, maka apa perbedaan yang menonjol antara kita dengan yang lain ? Beliau menjawab: Berfokuslah untuk mampu menjadi contoh teladan yang cemerlang, sehingga membuat orang lain terpikat untuk menerimanya. Yakni, jika tidak ber-nur cahaya, tentulah tak’ ada orang yang mau percaya.’ Maksudnya, [nur cahaya] kecemerlangan yang dirujuk di sini adalah kesucian yang perlu kita tanamkan berkat melaksanakan maksud hakiki Bai’at kita.
Hadhrat Masih Mau’ud ‘alaihissalam (salam untuk beliau) bersabda: ‘Allah Ta’ala sangat mengasihi orang yang muttaqi. Ingatlah senantiasa akan keagungan Allah. Bertawadu-lah, dan ingatlah selalu, bahwa tiap diri manusia adalah sesama’ makhluk ciptaan Allah juga. Maka janganlah bersikap kasar maupun aniaya terhadap mereka. Jangan memandang hina orang lain. Jika ada seorang anggota Jamaat yang melakukan perbuatan cemar, berarti ia pun mencemari saudaranya yang lain. Jika engkau cenderung menjadi pemarah, telitilah qalbu, dari manakah asal muasalnya. Karena tahapan tersebut sangat membahayakan keadaan dirimu.’ (Malfuzat, Vol.I, hlm.9).






Tidak ada komentar:

Posting Komentar