Dengan Karunia dan Kasih Sayang Tuhan
Dia-lah Penolong
NAMA AHMADIYAH Kami menulis kitab ini dengan dua maksud: (l) supaya kami dapat menyampaikan kepada pembaca suara yang dikumandangkan Allah Taala untuk menghimbau segenap insan agar berhimpun di dalam satu markas Muhammadiyat; dan (2) memberi penerangan sekitar kepercayaan-kepercayaan dan peri keadaan sejumlah anggota Jemaat Ahmadiyah di mana saja sehingga manakala ada perkara disampaikan kepada yang berkuasa berkenaan dengan diri mereka, maka ia akan mampu memberi putusan berdasarkan pengetahuan sendiri.
Sebelum menerangkan hal-hal lainnya, terlebih dahulu kami ingin menyatakan bahwa Jemaat Ahmadiyah tidak menganut suatu agama baru melainkan Islam lah agamanya.
Selangkah saja menyimpang daripadanya kami pandang haram dan akan menyebabkan kenistaan. Nama baru yang disandangnya tidak menunjukkan agama baru, melainkan dimaksudkan hanya supaya Jemaat ini dapat ditampilkan kepada dunia nyata bedanya daripada kalangan lain yang juga menyebut dirinya orang Islam.
Islam adalah suatu nama terkasih yang dianugerahkan Allah Sendiri kepada umat Muhammad saw. Dia telah mengagungkan nama itu demikian rupa sehingga berkenaan dengan nama itu Dia telah berulang ulang menubuatkan melalui nabi-nabi terdahulu. Allah Taala berfirman di dalam Alquran,
ARAB 1
“Dia telah memberi nama kepadamu Muslim di dalam Kitab-kitab terdahulu dan di dalam Kitab Suci ini juga “ (22:79).
Apabila kita memperhatikan Kitab-kitab terdahulu, ternyata di dalam Kitab Yesaya tercantum nubuatan itu sampai sekarang, berbunyi:
“ ..... maka engkau akan disebut dengan nama yang baharu, yang akan ditentukan oleh Firman Tuhan” (Kitab Nabi Yesaya 62:2)
Pendek kata, nama mana lagi yang mungkin lebih mulia dan nama yang Tuhan Sendiri telah memilih bagi hamba-hamba-Nya, dan demikian disanjung-Nya sehingga dengan perantaraan lisan para nabi terdahulu menubuatkan nama itu. Dan, siapakah kiranya suka melepaskan nama yang mulia itu? Kami mencintai nama ini lebih dari mencintai nyawa kami sendiri dan kami menganggap agama ini sebagai pemberi hayat sejati kepada kami.
Namun oleh karena dewasa ini tiap-tiap golongan menamai diri masing-masing menurut daya khayal masing-masing, sebab itulah kami perlu menetapkan sesuatu nama guna membedakan dari mereka. Menilik keadaan zaman sekarang, maka nama yang sebaik-baiknya hanya Ahmadi. Sebab, zaman ini adalah zaman penyebarluasan Amanat yang diemban Rasulullah saw. dan merupakan zaman penyiaran dengung sanjungan pujian terhadap Allah Taala. Jadi, karena memperhatikan masa penampakan sifat Ahmadiyat beliau saw. maka pada waktu ini rasanya tidak ada lagi nama pembeda yang lebih baik dari nama ini.
Walhasil, dengan hati yang tulus-ikhlas kami memang orang Islam. Kami mempercayai tiap sesuatu yang wajib dipercayai oleh seorang Islam sejati dan kami menolak tiap sesuatu yang wajib ditolak oleh seorang Islam sejati. Sungguh ia aniaya dan ia akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Taala jika, kendati pun kami membenarkan segala kebenaran serta menaati segala peraturan Allah Taala, orang menuduh kami kafir dan menetapkan kami menganut suatu agama baru.
Manusia akan dituntut atas perkataan yang diucapkan mulutnya dan bukan atas apa yang diangankan di dalam hatinya. Siapakah dapat mengetahui apa yang terkandung di dalam hati orang lain? Barangsiapa menuduh orang lain bahwa apa yang diucapkan mulutnya tidak ada di dalam hatinya, ia mengangkat dirinya Tuhan, sebab wujud yang dapat mengetahui peri keadaan hati hanyalah Allah. Kecuali Dia, tiada seorangpun dapat mengetahui apa yang tersimpan di dalam hati orang lain. Siapakah yang lebih mengetahui dan arif selain Rasulullah saw.? Beliau bersabda mengenai diri beliau:
ARAB 3
“Sebagian di antara kamu sekalian menyampaikan pengaduan kepadaku. Aku sendiri pun seorang manusia, mungkinlah seseorang di antaramu lebih pandai bersilat lidah daripada orang lain. Jadi, jika aku memberikan kepada seseorang di antaramu hak saudaranya, berarti aku memberikan sepucuk api kepadanya. Hendaklah ia jangan mengambilnya” (Bukhari, jilid II, bab Ahkam Mu'izatul Imam lilmakhshum ').
Demikian pula tercantum di dalam hadis bahwa Rasulullah saw. pernah mengutus Usamah bin Zaid r.a. selaku komandan sebuah pasukan. Beliau menjumpai salah seorang kaum kafir, lalu beliau menyergapnya. Ketika hampir beliau akan membunuhnya, ia segera membaca Kalimah Syahadat. Namun demikian terus juga beliau membunuhnya. Tatkala berita itu sampai kepada Rasulullah saw., beliau bertanya kepada Usamah r.a. mengapa ia berbuat demikian. Hadhrat Usamah r.a. atas pertanyaan itu berkata, “Ya Rasulullah, ia mengucapkan syahadat karena takutnya”. Rasulullah saw. bersabda,
ARAB 3b
“Mengapakah engkau tidak membelah hatinya untuk melihatnya?' (Musnad Imam Ahmad).
Maksudnya, bagaimana Hadhrat Usamah mengetahui apakah orang itu menyatakan Islam karena takutnya atau setulus hatinya? Sebab keadaan hati tersembunyi dan mata manusia.
Walhasil, fatwa dijatuhkan atas tuturan mulut dan bukan atas pikiran-pikiran di dalam hati. Sebab, pikiran-pikiran yang tergores di dalam hati hanya diketahui oleh Allah. Barangsiapa menjatuhkan fatwa atas pikiran-pikiran yang tergores di dalam hati seseorang, ia seorang pendusta, dan ia patut dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Taala. Jadi kami, orang-orang dari Jemaat Ahmadiyah, apabila menyebut diri kami sendiri Muslim, maka tiada seorang pun berhak menjatuhkan fatwa terhadap kami bahwa Islam kami hanya bersifat pamer belaka dan sebenarnya di dalam hati kami ingkar dan Islam atau tidak percaya kepada Rasulullah saw. atau membaca Kalimah Syahadat baru atau menetapkan kiblat baru.
Apabila tuduhan-tuduhan semacam itu dibenarkan mengenai diri kami, maka kami pun dapat mengatakan mengenai orang-orang yang melemparkan tuduhan semacam itu kepada kami, yaitu bahwa mereka mengaku diri mereka Islam secara lahir saja dan sepulangnya ke rumah orang-orang itu mencaci-maki Rasulullah saw. dan Islam, naudzu billah min zalik. Akan tetapi kami tidak dapat meninggalkan kebenaran hanya karena disebabkan oleh permusuhan seseorang. Kami tidak menjatuhkan fatwa terhadap seseorang berdasarkan secara lahir ia berbuat sesuatu, sedang di dalam hatinya lain lagi. Bahkan kami, sesuai dengan hukum syariat, hanya membahas sesuatu yang dinyatakan oleh orang itu sendiri.
Setelah itu kami hendak mengemukakan akidah-akidah yang dianut Jemaat kami, supaya Anda dapat merenungkan di antara akidah-akidah itu, hal manakah yang bertentangan dengan Islam :
(l) Kami berkeyakinan bahwa Allah Taala ada; dan beriman kepada wujud-Nya merupakan pengakuan terhadap kebenaran yang paling agung dan bukan takhayul.
(2) Kami beriman bahwa Allah Taala Esa dan tidak ada sesuatu yang berserikat dengan Dia tidak di bumi dan tidak juga di langit. Selain Dia, segala sesuatu merupakan makhluk-Nya dan setiap saat mereka menggantungkan nasib mereka pada bantuan dan dukungan-Nya. Dia tidak mempunyai anak laki-laki, tidak pula anak perempuan, tidak pula ayah bunda, tidak pula istri, dan tidak pula saudara. Dia Tunggal dalam ketauhidan-Nya dan keesaan-Nya.
(3) Kami berkeyakinan bahwa Dzat Allah itu suci lagi bersih dari segala keaiban, dan di dalam Dzat-Nya terhimpun segala kebagusan; tidak terdapat suatu cacat di dalam Dzat-Nya. Tiada suatu kebagusan yang tidak terdapat di dalam Dzat-Nya. Kodrat-Nya tidak berhingga. ilmu-Nya tidak terbatas.
Dia meliputi segala sesuatu dan tiada sesuatu yang dapat meliputi Dia. Dia Awal, Dia Akhir, Dia Zahir, Dia Batin, Dia Pencipta segala yang ada. Dia Yang Empunya seluruh makhluk. Kekuasaan-Nya tidak pernah hilang, sebelumnya dan tidak pula sekarang, lagi pula pada masa mendatang. Dia Hidup dan maut tidak menimpa Dia. Dia Tetap Berdiri, kepudaran tidak menghinggapi Dia. Segala pekerjaan-Nya terbit dan kehendak-Nya Sendiri, dan bukan karena terpaksa. Sekarang pun Dia memerintah dunia seperti halnya dahulu Dia memerintah. Sifat-sifat-Nya kapan jua pun tidak berhenti. Dia setiap saat memperlihatkan kekuasaan-Nya.
(4) Kami berkeyakinan bahwa malaikat adalah makhluk Allah Taala, dan menjadi bukti akan firman:
Arab 5
“Melaksanakan apa yang diperintahkan kepada mereka” (16:50)
Menurut hikmah-Nya yang sempurna mereka diciptakan untuk melaksanakan aneka ragam tugas. Mereka benar-benar ada. Sebutan mereka bukan hanya bagai tamsilan belaka. Mereka menghajatkan Tuhan seperti halnya manusia dan makhluk-makhluk lain. Allah Taala tidak menghajatkan mereka untuk menampakkan kekuasaan-Nya. Seandainya Dia berkehendak, maka tanpa menciptakan mereka, Dia Sendiri menampakkan kehendak-Nya. Akan tetapi Dia menghendaki, menurut hikmah-Nya yang sempurna, supaya makhluk itu tercipta, maka terciptalah sudah makhluk itu. Seperti halnya dengan perantaraan matahari Dia menerangi mata manusia, dan dengan pangan mengisi perut manusia, Allah Taala tidak menghajatkan matahari dan makan; demikian pula halnya untuk menampakkan beberapa kehendak-Nya Dia tidak menghajatkan malaikat.
(5) Kami berkeyakinan bahwa Tuhan bercakap-cakap dengan hamba-hamba-Nya dan menyatakan kehendak-Nya kepada mereka. Kalam (firman) itu turun berupa kata-kata khusus dan di dalam turunnya (Kalam itu) tidak ada campur tangan manusia. Kandungan maksudnya bukanlah buah pikiran manusia, demikian pula ragam kata-katanya bukan lah penataan manusia. Maknanya pun datang dari Allah Taala, dan kata-kata-Nya pun datang dari Allah Taala. Kalam itulah yang menjadi makanan hakiki bagi manusia. Dengan makanan itulah manusia tetap hidup. Dan, dengan perantaraan itulah tercipta hubungan manusia dengan Allah Taala.
Kalam itu tidak ada tandingannya dalam kekuatan dan keagungannya; dan semisal itu tidak ada seorang hamba pun dapat menampilkan. Kalam itu membawa serta ilmu-ilmu yang mengandung khazanah yang tidak terbuang banyaknya. Seperti halnya sebuah tambang, tambang itu kian digali kian banyak jua keluar mutiara-mutiara bermutu tinggi. Bahkan tambang itu lebih dari tambang-tambang biasa, sebab khazanah yang terpendam di dalam khazanah-khazanah ini dapat habis, namun ilmu makrifat yang terkandung di dalam tambang Kalam itu tiada kunjung habis. Kalam ini bagaikan samudera yang pada permukaannya ambarkesturi terapung-apung dan mutiara-mutiara berserakan di dasarnya. Barangsiapa memandang penampakan lahirnya, karena semerbak harumnya bau ambar itu, otaknya menjadi cerah-ceria. Barangsiapa menyelami kedalamannya ia menjadi kaya-raya oleh harta kekayaan ilmu dan irfan.
Kalam itu terdiri atas bermacam-macam; kadang-kadang terdiri atas hukum-hukum dan syariat. Adakalanya terdiri atas wejangan-wejangan dan nasihat-nasihat. Adakalanya dengan perantaraan Kalam itu pintu-pintu ilmu gaib terbuka dan adakalanya dengan perantaraannya ilmu-ilmu rohani yang terpendam menjadi nampak. Adakalanya dengan perantaraannya Allah Taala memperlihatkan kesukaan-Nya kepada hamba-Nya dan adakalanya dengan perantaraannya Dia memberitahukan ketidaksukaan-Nya. Adakalanya Dia menyenangkan hati manusia dengan kata-kata bernada kasih mesra. Adakalanya Dia memperingatkan terhadap kewajibannya dengan ancaman. Kadang-kadang Dia membukakan rahasia-rahasia halus mengenai budi-pekerti luhur. Kadang-kadang Dia memberitahukan tentang Sifat-sifat buruk yang tersembunyi. Walhasil, kami percaya bahwa Allah Taala bercakap-cakap dengan hamba-hamba-Nya. Derajat-derajat Kalam itu sesuai dengan ragam keadaan dan ragam sifat manusia, serta turun dalam berbagai bentuk. Dari antara seluruh Kalam yang pernah dituturkan Allah Taala kepada hamba-hamba-Nya, Alquranlah yang terluhur, termulia, dan tersempurna. Syariat yang diturunkan dengan perantaraan-Nya dan petunjuk-petunjuk yang diberikan dengan perantaraannya berlaku selama-lamanya. Tiada Kalam yang datang kemudian akan memansukhkan atau menghapuskan Kalam ini.
(6) Demikian pula kami berkeyakinan, manakala dunia diliputi kegelapan dan orang-orang bergelimang di dalam noda kefasikan dan kedurjanaan dan sulit bagi mereka melepaskan diri dari cengkeraman syaitan tanpa pertolongan samawi, maka Allah Taala dari kebajikan-Nya yang sempurna dan dari kasih-Nya yang tak terhingga senantiasa memilih beberapa di antara hamba-hamba-Nya yang suci lagi mukhlis dan mengutus mereka ke dunia untuk memberi bimbingan. Sebagaimana Dia berfirman,
Arab 7
“Tiada suatu umat melainkan telah datang kepadanya seorang pemberi peringatan “ (35:25).
Maksudnya, tiada bangsa yang di tengah-tengahnya belum pernah didatangi seorang nabi dari Tuhan; dan pribadi-pribadi ini, dengan perantaraan amal-amal suci dan tingkah laku yang tak bernoda, menjadi penyuluh bagi manusia dan dengan perantaraan mereka Dia memberitahukan kepada manusia mengenai kehendak-Nya. Barangsiapa memalingkan muka daripada wujud-wujud itu, mereka menemui kebinasaan. Barangsiapa mencintai wujud-wujud itu mereka menjadi kekasih Tuhan. Bagi mereka pintu-pintu keberkatan telah dibukakan serta rahmat-rahmat Tuhan turun kepada mereka. Mereka telah diangkat menjadi pemimpin bagi orang-orang yang datang sesudah mereka. Telah ditakdirkan bagi mereka kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Kami pun percaya bahwa Utusan-utusan Tuhan tersebut, yang mengeluarkan dunia dari kejahatan, senantiasa membawa kepada cahaya dan dilimpahi berbagai pangkat dan kedudukan. Penghulu di antara semuanya itu adalah Rasulullah saw., yang ditetapkan Allah Taala menjadi Penghulu anak-cucu Adam dan diutus bagi sekalian umat manusia (Surah As-Sabah: 29) dan kepadanya Dia membukakan segala ilmu yang sempurna; kepadanya Dia memberi bantuan dengan kegagahan dan kehebatan demikian rupa sehingga mendengar namanya pun raja-raja gagah-perkasa sekalipun menjadi gemetar ketakutan. Dia telah membuat bagi beliau seluruh hamparan bumi menjadi mesjid sehingga umat beliau bersujud kepada Wujud Yang Maha Esa di atas tiap jengkal tanah. Bumi menjadi bersemarak oleh suasana keadilan dan perlakuan sama-rata, yang sebelumnya dilumuri oleh keaniayaan dan kelaliman. Kami pun berkeyakinan, seandainya nabi-nabi terdahulu juga hidup di dalam zaman Nabi yang paripurna ini niscaya beliau-beliau tidak boleh tidak harus menaati beliau saw. Sebagaimana Allah Taala berfirman,
Arab 8
“Dan ingatlah ketika Allah mengambil perjanjian dan ahlulkilab melalui nabi-nabi, bahwa 'Apa saja yang Kuberikan kepadamu Kitab dan Hikmah, kemudian datang kepadamu seorang Rasul menggenapi Wahyu yang ada padamu, maka haruslah kamu beriman kepadanya dan haruslah kamu membantunya. “(3:82).
Lagi sebagaimana Rasulullah saw. pun bersabda
Arab 8 b
“Andaikata Musa (a.s.) dan Isa (a.s.) hidup, niscayalah beliau-beliau pun tidak boleh tidak harus menaatiku” (Tafsir Ibnu Katsir, jilid, hlm. 246).
(7) Kami pun berkeyakinan demikian pula, bahwa Allah Taala berkenan mengabulkan doa-doa hamba-hamba-Nya dan menjauhkan kesulitan-kesulitan mereka. Dia adalah Tuhan Yang Mahahidup, dan kehidupan-Nya dirasakan manusia pada setiap zaman dan setiap saat. Adapun tamsilannya bukanlah seperti sebuah tangga yang dibuat seorang penggali sumur.
Apabila sumur itu selesai dibuatnya, tangga itu pun dirusaknya karena tidak ada gunanya lagi dan mungkin akan menghambat pekerjaannya. Bahkan tamsilannya adalah laksana nur atau cahaya yang tanpa cahaya itu segala sesuatu gelap gulita, dan seperti roh yang tanpa itu di segala penjuru nampak hanya maut demi maut belaka. Andaikata Wujud itu dipisahkan dan hamba-hamba, mereka itu akan tinggal jadi tubuh-tubuh tak bernyawa belaka.
Perikeadaan-Nya “tidak seperti berikut: Dia pernah menciptakan dunia, tetapi sekarang Dia diam berpangku tangan. Malahan Dia senantiasa mengadakan hubungan dengan hamba-hamba-Nya dan Dia menaruh perhatian terhadap kerendahan hati dan ketakberdayaan mereka. Andaikata mereka lupa kepada-Nya, maka Dia Sendiri memperingatkan mereka tentang Wujud-Nya. Dengan perantaraan para pembawa Amanat khusus, Dia menerangkan kepada mereka bahwa, Arab 8 c
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepada engkau tentang Aku, maka jawablah, 'Sesungguhnya Aku dekat’, Aku perkenankan doa orang yang telah memohon apabila ia mendoa kepada-Ku. Maka hendaklah mereka, yaitu orang-orang yang mendoa itu pun menyahut seruanKu dan beriman kepada-Ku, supaya mereka mendapat petunjuk” (2:187).
(8) Kami pun berkeyakinan demikian pula, bahwa Allah Taala senantiasa memberlakukan takdir-Nya yang terkhusus di dunia ini. Tidak hanya hukum kodrat-Nya yang berlaku yang disebut hukum alam melainkan selain itu pun berlaku pula sebuah takdir khas, yang dengan perantaraan itu Dia senantiasa memperlihatkan kekuasaan dan kebesaran-Nya, dan mempertunjukkan alamat kodrat-Nya. Kodrat itulah yang diingkari oleh sementara orang karena ketunapengertiannya. Lagi pula, mereka tidak mengakui adanya sesuatu hukum lain selain hukum alam dan mereka menyebut hukum alam (tabi'i) itu sebagai hukum kodrat. Padahal itu dapat disebut hukum alam, tetapi tidak dapat disebutkan hukum kodrat. Sebab, kecuali itu ada lagi hukum-hukum lain pula, yang dengan perantaraan itu Dia membantu hamba-hamba-Nya yang terkasih dan membinasakan musuh-musuh mereka. Sungguh, apabila hukum-hukum semacam itu tidak ada, maka betapa mungkin Nabi Musa a.s. yang keadaannya demikian tidak berdaya dan lemah dapat mengalahkan Raja Firaun yang demikian bengisnya. Kendati Nabi Musa a.s. lemah beliau unggul dan walaupun Firaun perkasa ia jadi binasa. Lalu, andai kata tidak ada hukum lain, maka betapa mungkin, tatkala seluruh bangsa Arab bersatu-padu hendak membinasakan Nabi Muhammad saw. Allah Taala memenangkan beliau saw. pada setiap medan laga dan memelihara beliau dan setiap gempuran musuh. Pada akhirnya beliau beserta sepuluh ribu orang suci menaklukkan wilayah yang dari situ beliau dahulu terpaksa keluar dengan disertai hanya oleh seorang setiawan. Apakah hukum alam dapat menciptakan peristiwa-peristiwa serupa itu? Sekali-kali tidak! Hukum itu menyatakan kepada kita, setiap kekuatan lemah, hancur bila berhadapan dengan kekuatan raksasa. Lagi, tiap orang lemah, binasa di tangan orang kuat.
(9) Kami pun berkeyakinan pula mengenai hal ini, bahwa sesudah manusia mati ia akan dibangkitkan lagi, dan amal perbuatannya akan diminta pertanggungjawaban. Barangsiapa beramal baik ia akan diberi ganjaran baik. Barangsiapa melanggar perintah-perintah Allah, ia akan diberi hukuman berat. Dan, tiada ikhtiar yang dapat menghindarkan manusia dari kebangkitan itu, meskipun tubuhnya dimakan burung atau pun dimakan binatang-binatang buas di hutan, baik pun cacing-cacing di dalam tanah memisahkannya hingga berzarah-zarah, kemudian diubahnya ke dalam bentuk lain walaupun sampai tulang-belulangnya habis dibakar; namun demikian ia kelak akan dibangkitkan kembali dan di hadapan Sang Penciptanya ia akan diminta pertanggungjawaban. Sebab, kodrat-Nya yang sempurna tidak menghajatkan tubuhnya yang pertama saja harus ada, untuk memungkinkan Dia menciptakannya lagi. Bahkan sebenarnya Dia dapat menciptakan lagi dari zarah yang sekecil-kecilnya atau dari bagian roh yang sehalus-halusnya. Demikianlah bakal terjadi pula.
Tubuh akan menjadi tanah, namun zarah-zarahnya yang halus tidak akan sirna, tidak pula roh yang bermukim di dalam tubuh manusia tanpa seizin Allah Taala akan sirna.
(10) Kami berkeyakinan bahwa orang yang mengingkari Allah Taala dan orang yang menentang agama-Nya, jika ia tidak diampuni dengan rahmat-Nya yang sempurna akan ditempatkan di dalam suatu tempat yang dinamakan jahanam, yang di dalamnya terdapat azab panas api atau dingin yang hebat. Ada pun tujuannya bukan untuk menimpakan penderitaan, melainkan diperhitungkan untuk perbaikan mereka kelak hari. Di tempat itu tiada terdengar sesuatu selain ratap-tangis dan gemeletuk gigi hingga suatu hari tiba ketika kasih-sayang Allah yang meliputi segala sesuatu akan menyelimuti mereka; dan sempurnalah janji, Arab 10
“Akan tiba suatu masa ketika di dalam neraka seorang pun tidak terdapat di dalamnya dan angin pun melambai-lambai daun pintunya” (Tafzir Mualimul Tanzil, di bawah ayat Fa-ammal ladziina Syaqu, Surah Hud, ayat 107).
(1l) Lagi pula kami pun berkeyakinan bahwa orang-orang yang beriman kepada Allah Taala, nabi-nabi-Nya, malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, dan beriman dengan segenap jiwa-raganya kepada perintah 10 perintah-Nya serta menempuh cara-cara yang menunjukkan kerendahan hati dan tidak menyombongkan diri, meskipun mereka orang besar, mereka menampilkan diri seperti orang kecil. Meskipun mereka orang kaya, mereka menjalani hidup seperti orang miskin. Mereka berbakti kepada makhluk Allah. Mereka mendahulukan kesejahteraan orang lain daripada mendahulukan kesenangan sendiri. Mereka pantang berbuat aniaya, berbuat sesuatu yang melampaui batas dan khianat. Mereka menjadi pengemban nilai budi-pekerti luhur dan diam menjauhkan diri dari budi-pekerti rendah. Orang-orang itu akan ditempatkan di tempat yang disebut jannah (sorga) di dalamnya tidak terdapat sekelumit pun bayangan kesusahan dan penderitaan selain santai dan ketentraman. Insan akan memperoleh keridhaan Allah dan akan memperoleh kebahagiaan dengan melihat seri wajah-Nya. Setelah diselimuti cadar karunia-Nya ia akan memperoleh kedekatan kepada-Nya demikian rupa seolah-olah menjadi cermin-Nya. Sifat-sifat Ilahi akan menjelmakan diri secara sempurna di dalam dirinya. Segala keinginan rendahnya akan hilang sirna. Kehendak nya akan menjadi kehendak Allah. Setelah ia mendapatkan kehidupan abadi ia akan menjadi penjelmaan Allah Taala.
Itulah kepercayaan-kepercayaan kami dan selain itu kami tidak mengetahui kepercayaan-kepercayaan apakah yang dapat memasukkan orang ke dalam agama Islam. Semua Imam di dalam Islam senantiasa menetapkan hal-hal tersebut diatas itu sebagai kepercayaan-kepercayaan Islam dan dalam hal ini kami sepenuhnya menyetujui ketetapan beliau-beliau.
PERBEDAAN PAHAM KAMI DENGAN ORANG LAIN
Barangkali Anda akan merasa heran, kendati kami mempercayai segala akidah-akidah dalam Islam, lalu apakah perbedaan faham di antara kami dan orang lain, dan sementara ulama demikian panas hati dan membenci kami, dan mengapakah mereka menjatuhkan fatwa kafir atas diri kami?
Wahai pembaca yang budiman, semogalah Allah Taala berkenan memelihara Anda dari kejahatan-kejahatan dunia, dan Dia membukakan pintu-pintu karunia-Nya kepada Anda. Sekarang kami akan menjelaskan kecaman-kecaman yang dilontarkan terhadap kami yang karenanya kami dinyatakan keluar dari Islam.
(l) Kecaman pertama yang dilontarkan orang-orang yang menentang kami ialah, karena kami mempercayai bahwa Hadhrat Isa a.s. telah wafat dan dikatakan, bahwa dengan demikian kami menghina Hadhrat Almasih dan mendustakan Alquranul Karim serta membantah keputusan Rasulullah saw. Namun kendati benar bahwa kami mengakui Hadhrat Isa a.s. telah wafat, tetapi tidaklah benar kalau demikian kami menghina Almasih a.s. dan mendustakan Alquranul Karim serta membantah keputusan Rasulullah saw. Sebab, kian dalam kami merenungkan, kian kami menyadari bahwa dengan mempercayai Nabi Isa a.s. wafat segala tuduhan tersebut tidak mengenai sasaran, bahkan kebalikannya apabila kami mempercayai beliau masih hidup, barulah segala tuduhan itu dapat dikenakan kepada kami.
Kami ini orang-orang Islam. Selaku orang-orang Islam maka yang pertama-tama terbayang di dalam pikiran kami ialah keagungan Allah Taala dan kehormatan Rasul-Nya saw. Walaupun kami mempercayai segenap rasul, akan tetapi kecintaan dan ghairat kami kepada Sang Nabi itu dengan serta merta lebih bergelora. Beliaulah yang telah membuat dirinya menderita demi kita dan untuk meringankan beban kita, beban itu diangkatnya di atas kepala beliau seorang diri. Demikian rupa beliau berduka cita melihat kita seakan-akan mati; seolah-olah kematian itu didatangkan diatas diri beliau sendiri.
Dan untuk mendatangkan kesenangan pada diri kita, beliau sendiri meninggalkan segala macam kesenangan . Untuk menjunjung kita ke atas, beliau sendiri menunduk ke bawah. Siang hari dilewatkan beliau untuk memikirkan kebahagiaan kita dan malam hari dilewatkan beliau dengan berjaga-jaga demi kepentingan kita sehingga kedua belah kaki beliau membengkak karena berdiri lama (sembahyang tahajud, Peny).Walaupun beliau pribadi tak berdosa, beliau demikian rupa meratap-tangis sehingga tempat sujud beliau basah kuyup, semata-mata demi menghapuskan dosa-dosa kita dan menyelamatkan kita dari azab. Demikian besar kesedihan beliau demi kita sehingga gemuruh suara dada beliau lebih nyaring dari suara gelagak air di periuk tengah mendidih.
Beliau telah menarik kasih sayang Tuhan untuk kita dan telah menyerap keridhaan-Nya bagi kita, dan telah menyelimutkan cadar karunia-Nya kepada kita, dan meletakkan jubah rahmat-Nya di atas pundak kita, dan mencarikan jalan menuju pertemuan dengan Dia bagi kita, dan beliau telah memohon untuk kita agar ditunjukkan cara memanunggalkan diri dengan Dia, dan bagi kita beliau telah menyediakan segala kemudahan yang tidak pernah seorang nabi pun menyediakan bagi umatnya.
Kiranya bagi kami lebih sedap digelari kafir daripada kami menyamakan derajat Almasih dengan Tuhan Yang menciptakan kita, Yang memelihara kita, Yang menganugerahkan kehidupan kepada kita, Yang melindungi kita. Yang memberi rezeki kepada kita, Yang memberi ilmu kepada kita, dan Yang menganugerahkan petunjuk kepada kita.
Kita bayangkan. seperti halnya Dia hidup di atas langit tanpa makan minum, Almasih pun tanpa memenuhi sarana hidup manusiawi tinggal hidup di atas langit. Kami menghormati Almasih a.s. hanya karena beliau adalah nabi dari Tuhan kami. Kami mencintai beliau hanya karena beliau cinta kepada Allah dan Tuhan mencintai beliau. Segala hubungan kita dengan beliau membenalu lalu betapa mungkin kami menghina” Tuhan kami demi beliau dan melupakan kebajikan-kebajikan-Nya, dan membantu padri-padri Kristen yang memusuhi Islam dan Alquran, dan memberi kesempatan kepada mereka untuk berkata, “Lihatlah, bukankah dia yang hidup di atas langit itu Tuhan? Seandainya ia manusia, mengapakah ia tidak mati seperti manusia lain? Betapa kami harus menyerang dengan mulut kami terhadap Ketauhidan Tuhan, dan betapa kami dapat mengampak agama-Nya dengan tangan kami sendiri. Biarlah para ulama dan para kiai masa kini mengatakan sesuka hati mereka terhadap kami dan berbuat sesuka hati mereka serta menyuruh orang lain berbuat terhadap kami, baik kami digantung maupun dilempari batu hingga mati (dirajam), kami tidak dapat meninggalkan Tuhan demi Almasih. Kami memandang maut seribu derajat lebih baik daripada saat ketika kami harus menyatakan dengan mulut kalimat kufur, yakni, di samping Tuhan kami ia pun tinggal hidup dan karena orang-orang Kristen menyebut beliau anak Allah, mereka menghina Tuhan Yang Maha Berdiri Sendiri. Andai kata kami tidak memiliki ilmu, boleh jadi kami dapat menyatakan hal serupa itu. Akan tetapi ketika utusan Tuhan telah membuka mata kami dan membuat nyata kepada kami martabat keesaan -Nya, kegagahan-Nya, keagungan-Nya, kebesaran-Nya, dan kekuasaan-Nya, maka apapun yang akan terjadi, kami tidak dapat memilih seorang manusia dengan meninggalkan Allah Taala. Apabila kami berbuat demikian, .kami tidak tahu di mana tempat kami berpijak, sebab segala kehormatan, segala derajat adalah datang dari Dia. Jika nampak dengan jelas kepada kita bahwa dengan hidupnya Almasih merupakan penghinaan bagi Tuhan kami, maka betapa kami dapat mengakui kebenaran akidah itu, dan kendati pun hal itu ada di luar jangkauan otak kami bahwa dengan mengakui Almasih telah wafat menjadi kehinaan untuk beliau. Apabila para nabi yang lebih tinggi derajatnya dari beliau telah wafat dan tidak menjadi suatu kehinaan bagi mereka, maka dengan wafatnya Almasih a.s. betapa akan merupakan penghinaan terhadap beliau. Akan tetapi kami berkata, apabila pada suatu waktu tidak ada pilihan lain bagi kami kecuali harus memilih antara menghina Tuhan atau menghina Almasih a.s., maka kami dengan senang hati akan menerima kepercayaan yang dengan kepercayaan itu merupakan penghinaan terhadap diri Almasih a.s.
Akan tetapi kami Sekali-kali tidak akan menerima sesuatu yang merupakan penghinaan terhadap Allah Taala. Dan kami berkeyakinan bahwa Almasih a.s. pun yang adalah termasuk orang-orang yang cinta kepada Tuhan tidak akan sudi kalau kehormatan beliau terpelihara tetapi Ketauhidan Allah Taala tercedera.
Arab 14
“Almasih sekali-kali tidak akan merasa hina menjadi hamba bagi Allah, dan tidak pula malaikat-malaikat yang karib kepada-Nya” (4:173).
Kemanakah akan kami bawa firman Allah Taala ini? Dalam pada itu kami membaca dengan mulut kami sendiri ayat berikut,
Arab 14 b
'Dan aku senatiasa menjadi penjaga atas mereka selama aku berada di antara mereka; akan tetapi setelah Engkau wafatkan aku, maka Engkaulah Yang menjadi Pengawas mereka dan Engkau menjadi saksi atas segala sesuatu' (5:118).
Di dalam ayat itu Allah Taala Sendiri menerangkan ungkapan Almasih a.s. bahwa orang-orang Kristen sesat sepeninggal beliau, sedang tatkala beliau masih hidup, mereka tetap berpegang pada agama benar. Dalam pada itu, betapa kita dapat mengatakan bahwa Almasih masih hidup di langit kalau Allah Taala berfirman.
Arab 15
'Hai Isa, sesungguhnya Aku akan mematikan engkau secara biasa dan akan meninggikan derajat engkau di sisiKu dan akan membersihkan engkau dari tuduhan orang-orang yang ingkar dan akan menjadikan orang-orang yang mengikuti engkau di atas orang-orang yang ingkar, hingga Hari Kiamat'( 3:56).
Dengan demikian jelaslah bahwa Almasih diangkat setelah beliau wafat. Tiada syak lagi, orang yang mengaku lebih fasih bahasanya dari pada Tuhan biar mengatakan, bahwa Dia (Allah Taala) memberitahukan wafat Almasih dengan kata insert lebih dahulu, padahal seyogyanya kata insert harus didahulukan. Akan tetapi kami mengetahui bahwa Kalam Allah adalah paling fasih dari segala Kalam, dan bersih dari segala kesalahan.
Betapa mungkin kita sebagai makhluk dapat menunjukkan kesalahan Alkhalik, Sang Pencipta kita. Sementara di dalam keadaan tuna ilmu betapa mungkin memberi pelajaran kepada Yang Maha Mengetahui.
Mereka berkata kepada kami, “Katakanlah, di dalam Kalam Allah terdapat kesalahan. Akan tetapi janganlah mengatakan bahwa kami sendiri keliru di dalam memahami Kalam Allah itu.” Akan tetapi, betapa kami dapat menerima nasihat itu, karena di dalam nasihat itu nampak kepada kami kebinasaan yang nyata. Dalam keadaan kami memiliki mata, bagaimanakah mungkin kami ingin jatuh ke dalam jurang? Dalam keadaan kami memiliki tangan, mengapakah kami tidak akan menyingkirkan dari mulut kami piala berisikan racun?
Sesudah kepada Allah Taala, kami mencintai Sang Khatamul Anbiya Muhammad Mustafa saw. Pada satu pihak beliau diberi kelebihan derajat oleh Allah Taala daripada sekalian nabi, dan pada pihak lain dari beliaulah kami dapati apa jua pun yang kami peroleh. Apa pun yang beliau mengerjakan bagi kami, seperseratusnya pun tidak pernah dikenakan oleh seseorang lain, baik ia nabi atau pun bukan nabi untuk kami. Kami tidak dapat menghormati orang lain biar siapa pun, lebih dan hormat kami terhadap beliau saw.
Bagi kami tidaklah mungkin dapat memahami Hadhrat Almasih a.s. dinaikkan hidup-hidup ke langit, sedangkan Muhammad Rasulullah saw. dikubur di dalam tanah; bersamaan dengan itu pula berkeyakinan bahwa beliau saw. lebih mulia dari Almasih a.s. juga. Betapa mungkin orang yang oleh Allah Taala diangkat ke langit karena nampak sedikit saja bahaya mengancamnya, jadi lebih rendah derajatnya. Sedangkan pribadi Yang diburu-buru oleh musuh-musuhnya sampai jauh, Allah Taala tidak pernah mengangkatnya ke suatu bintang pun untuk meninggikan derajatnya. Andai kata benar-benar Almasih a.s. berada di langit dan Penghulu dan Majikan kita itu terkubur di dalam tanah, maka bagi kami tidak ada kematian yang lebih pedih daripada kenyataan itu. Kami tidak dapat memperlihatkan muka pun kepada orang-orang Kristen.
Namun tidak, tidaklah demikian halnya! Allah Taala tidak mungkin memperlakukan rasul-Nya yang suci secara demikian. Dia Hakim di atas segala hakim. Betapa mungkin Dia pun mengangkat beliau saw. sebagai Penghulu segala anak-cucu Adam, lalu Dia lebih cinta kepada Almasih a.s. dan lebih memperhatikan kesulitan-kesulitannya.
Guna menegakkan kehormatan Muhammad Rasulullah saw. Dia menjungkir-balikkan dunia, dan Dia menghinakan orang yang berniat menghina beliau saw. sedikit saja, apakah ketika itu mungkin kiranya Dia dengan tangan-Nya Sendiri menjatuhkan kebesaran beliau dan memberi peluang kepada musuh untuk mencela beliau? Bila kami membayangkan bahwa Muhammad Rasulullah saw. berkubur di dalam tanah dan Hadhrat Almasih a.s. hidup di langit, bulu kuduk kami jadi berdiri dan nafas kami jadi sesak, dan pada saat itu juga hati kami berseru, Allah Taala tidak mungkin berbuat demikian! Di antara segala wujud, Muhammad Rasulullah saw lah yang paling dicintai-Nya. Dia sekali-kali tidak akan sudi melihat beliau saw. wafat dan dikubur di dalam tanah, sedang Hadhrat Almasih a.s. masih tetap hidup di langit. Apabila seseorang berhak tetap hidup dan naik ke langit, maka seyogyanya orang itu Nabi mulia kita Muhammad saw. Jika beliau telah wafat, maka semua nabi pun telah wafat. Mengingat keluhuran dan ketinggian derajat beliau dan mengenal kedudukan beliau. betapa kami dapat menerima bahwa pada saat hijrah ketika beliau dengan susah payah menapakkan kaki beliau di atas pundak Sayyidina Abubakar r.a. untuk memanjati batu-batu padas Gunung Thur yang terjal, Allah Taala tak pernah menurunkan seorang malaikat pun untuk beliau. Akan tetapi ketika orang-orang Yahudi datang untuk menangkap Almasih a. s. segera Dia mengangkat beliau ke langit dan memberikan tempat kepada beliau di petala langit keempat. Demikian pula betapa kami dapat mempercayai bahwa, ketika di dalam Perang Uhud beliau hanya disertai beberapa sahabat terkepung oleh musuh, pada saat itu Allah Taala tidak mengangkat beliau s.a.w. barang sebentar saja ke langit dan mengubah rupa salah seorang musuh seperti rupa beliau dan disuruh mematahkan giginya. Malahan Dia mengizinkan musuh-musuh menyerang beliau sehingga beliau tidak sadarkan diri dan tergeletak di atas tanah bagaikan telah wafat, dan musuh berserak-sorai gembira dan berseru, 'Kita sudah membunuh Muhammad!' Akan tetapi berkenaan dengan Almasih a.s, Dia tidak suka kalau beliau mendapat suatu kesulitan. Baru saja orang-orang Yahudi hendak menyerang beliau, Dia mengangkat beliau ke langit lalu salah seorang musuh beliau diganti rupanya hingga menyerupai rupa beliau dan menggantikan beliau untuk digantung di atas salib.
Kami heran apa yang terjadi pada orang-orang itu! Pada satu pihak mereka mengaku cinta kepada Rasulullah saw., dan pada pihak lain mereka menyerang kehormatan beliau saw; dan tidak hanya hingga di situ, bahkan orang-orang yang saking cintanya kepada beliau saw. menolak untuk menjunjung tinggi seseorang lebih dari beliau. Mereka itu diberi kesusahan dan dinyatakan kafir karena perbuatan mereka itu. Apakah istilah kafir itu dikenakan kepada perbuatan menegakkan kehormatan Muhammad Rasulullah saw? Adakah menyatakan derajat beliau yang sebenarnyakah yang disebut tidak beragama? Adakah cinta kepada beliau itukah yang disebut murtad? Jika itulah yang dinamakan kufur, jika yang demikian itulah yang disebut tak beragama, dan jika yang demikian itulah yang disebut murtad, maka demi Allah, kami menganggap seribu kali lebih baik kekafiran yang demikian itu ketimbang keimanan yang dihayati kebanyakan orang. Lebih baik ketidakberagamaan semacam inilah ketimbang keberagamaan kebanyakan orang. Dan lebih baik kemurtadan semacam inilah ketimbang pengakuan iman kebanyakan orang. Tanpa takut dari celaan orang kami akan menyuarakan satu suara dengan pemimpin kami Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Masih Mau'ud a.s. dalam mengumandangkan:
Insert 18
“Setelah asyik dan cinta kepada Tuhan Aku
Aku mabuk cinta kepada Muhammad
Jika inilah yang disebut kufur
Maka demi Allah aku ini memang sangat kafir” (Peny).
Pada akhirnya semua orang pada suatu hari akan mati dan menghadap ke hadirat Allah Taala serta akan berurusan dengan Dia. Lalu, mengapakah kami harus takut kepada orang-orang? Apakah yang dapat dilakukan orang-orang untuk memudaratkan kami? Kami hanya takut kepada Allah dan kepada-Nyalah kami cinta. Sesudah itu, kecintaan dan penghormatan paling besar yang bermukim di dalam lubuk hati kami adalah kepada Rasulullah saw. Mudahlah bagi kami melepaskan segala kehormatan dunia, segala perhubungan dengan dunia, dan segala kesenangan dunia, akan tetapi kami tidak dapat menahan diri jika pribadi beliau saw. dihinakan. Kami tidak menghinakan para nabi lain, namun dengan memandang quat qudsiah (daya pengkudusan) beliau, ilmu beliau, kearifan beliau, perhubungan beliau dengan Tuhan, sekali kali kami tidak dapat menerima bahwa Allah Taala lebih sayang kepada salah seorang nabi lain ketimbang kepada beliau saw. Seandainya kami berbuat demikian tidak ada orang yang lebih layak dihukum selain kami. Sementara kami memiliki sepasang mata, betapa kami dapat mempercayai hal demikian bahwa ketika orang-orang Arab mengatakan kepada Rasulullah saw. :
Arab 18 a
“Tidak akan Sekali-kali kami percaya kepada engkau sebelum engkau naik ke langit, dan kami tidak akan meyakmi kenaikan engkau itu sebelum engkau membawa kliab dan langit yang dapat kami baca' (17:93).
Maka Allah Taala berfirman kepada beliau,
Arab 18 b
“Katakanlah, Tuhanku Mahasuci dan segala kelemahan. Aku hanya lah seorang manusia yang menjadi rasul' (17:93).
Akan tetapi, Dia telah mengangkat Almasih a.s. ke langit. Apabila timbul masalah mengenai Muhammad Rasulullah saw., maka dikatakan bahwa kenaikan ke langit adalah bertentangan dengan sifat manusia. Namun apabila timbul masalah mengenai Almasih a.s., maka tanpa guna beliau dinaikkan ke langit. Apakah dengan demikian tidak akan sampai kepada kesimpulan, bahwa Almasih a.s. bukanlah seorang manusia melainkan Tuhan, naudzu billah min dzalika! Atau, kesimpulan lainnya lagi ialah, beliau lebih mulia daripada Rasulullah saw. dan Allah Taala lebih sayang kepada beliau. Akan tetapi ketika hal itu nampak jelas seperti terang benderangnya matahari bahwa Rasulullah saw. termulia dari segala rasul dan segala nabi, lalu betapa akal dapat mempercayai beliau saw. memang tidak naik ke langit, bahkan beliau wafat di atas bumi ini dan dikubur di bawah tanah; namun Almasih naik ke langit dan terus hidup hingga ribuan tahun. Lagi pula masalah ini bukanlah hanya menyangkut masalah ghairat belaka, bahkan pula menyangkut masalah kebenaran Rasulullah saw. Beliau saw. bersabda,
“Seandainya Musa dan Isa masih hidup, tidak boleh tidak kedua-dua beliau harus mengikutiku” (Alyawaqitu wal jawahir, oleh Imam Abdul Wahab al Syi'rani r. a. ).
Apabila Isa a.s. masih hidup, maka ucapan beliau ini menjadi batal, naudzubiliah! Sebab, beliau dengan mengatakan insert mengabarkan tentang wafatnya kedua nabi itu, karena Musa a.s. dan Isa a.s. disatukan. Walhasil setelah memperoleh kesaksian dari Nabi saw., betapa seorang yang mengaku menjadi umat beliau dapat meyakini, bahwa Hazrat Almasih a.s. masih hidup. Seandainya beliau masih hidup, maka kebenaran dan ilmu Rasulullah saw. akan ternoda, karena beliau saw. sendiri mengatakan Nabi Isa a.s. telah wafat.
Diriwayatkan dari Rasulullah saw. juga, bahwa beliau bersabda kepada Siti Fatimah r.a. tatkala beliau dalam keadaan sakit yang membawa wafat kepada beliau,
insert 20
“Jibrail biasa membacakan Alquran kepadaku sekali setahun. Akan tetapi kali ini ia telah membacakan dua kali Ia mengabarkan kepadaku bahwa tidak ada seorang nabi pun berlalu yang umurnya tidak seperdua umur nabi sebelumnya. ia pan mengabarkan pula kepadaku bahwa Isa O.S. berusia seratus duapuluh tahun. Jadi, kukira umurku akan mencapai kurang lebih enampuluh tahun” '(Mawahib-ud-dunia oleh Qastalani, jilid l, hlm. 42).
Keterangan di dalam. riwayat itu bersumber pada ilham, sebab di dalam riwayat itu Rasulullah saw. tidak menerangkan sesuatu dari diri beliau pribadi, melainkan beliau menerangkan apa yang diterangkan oleh Jibril a.s. ; yaitu, usia Almasih a.s. seratus duapuluh tahun. Pendeknya, pendapat orang-orang yang menyatakan bahwa Almasih a.s. di dalam usia beliau yang ke32 atau ke33 tahun telah diangkat ke langit adalah salah. Sebab, andai kata Almasih a.s. telah diangkat ke langit di dalam usia itu, maka usia beliau bukanlah seratus duapuluh tahun, melainkan usia beliau sampai masa Rasulullah saw. Mendekati enam ratus tahun. Di dalam keadaan seperti itu seharusnya usia Rasulullah saw. mencapai paling kurang tiga ratus tahun. Akan tetapi beliau saw. wafat dalam usia 63 tahun; dan melalui ilham diberitahukan kepada beliau bahwa Hadhrat Isa a.s. telah wafat pada usia 120 tahun. Hal demikian jelas membuktikan bahwa kehidupan Hadhrat Isa a.s. dan bermukim beliau di atas langit sama sekali bertentangan dengan ajar an Rasulullah saw., lagi hal itu disangkal oleh ilham beliau. Dan bila demikianlah peristiwa sebenarnya, lalu betapa kami dapat mempercayai keterangan mengenai hidup Hadhrat Almasih a.s. dari penuturan seseorang dan mengesampingkan ungkapan Rasulullah saw.
Dikatakan bahwa apakah masalah itu di dalam jangka waktu seribu tigaratus tahun terbuka hanya kepada mereka (orang-orang) Ahmadi, dan tidak dimaklumi oleh orang-orang arif terdahulu? Akan tetapi sayang, orang-orang yang mencela itu membatasi pemandangan mereka pada pikiran orang-orang tertentu saja, yang mereka namakan ijmak dan mereka tidak memperhatikan bahwa ulama-ulama paling Awal adalah para sahabat sendiri. Sesudah beliau datang pula tokoh-tokoh alim ulama yang tersebar di seluruh dunia.
Jika kita memperhatikan para sahabat, maka beliau-beliau itu semuanya senafas dengan pendapat kami. Dan bagaimanakah dapat terjadi, bahwa para sahabat Rasulullah saw. sedetik pun dapat menerima kepercayaan yang merendahkan keluhuran martabat Rasulullah saw. Para sahabat tidak hanya sependapat dengan kami mengenai masalah itu, bahkan sesudah Rasulullah saw. wafat pun beliau-beliulah yang pertama-tama berijmak dalam masalah ini, bahwa Hadhrat Isa a.s. telah wafat. Buktinya, di dalam hadis-hadis dan sejarah tercantum riwayat bahwa wafat Rasulullah saw. telah memberi kesan mendalam pada para sahabat demikian rupa sehingga mereka tergoncang dan sebagian di antaranya bicara pun tidak dapat, dan sebagian di antaranya lagi berjalan pun tidak dapat, dan sebagian pula tidak dapat menguasai perasaan dan pikiran mereka. Kesedihan itu diartikan rupa berbekas di hati sebagian orang sehingga beberapa di antaranya setelah bersusah hati beberapa hari lamanya lantas meninggal dunia. Kesedihan itu menimpa Hadhrat Umar r.a. demikian mendalam bekasnya sehingga beliau tidak mempercayai berita wafat Nabi saw., dan seraya menghunus sebilah pedang berdiri dan berkata, barangsiapa mengatakan Rasulullah saw. telah wafat beliau akan membunuhnya. Rasulullah saw., seperti halnya Musa a.s. dahulu, dipanggil dan kembali lagi empatpuluh hari kemudian, demikian pula halnya Rasulullah saw. sesudah beberapa waktu kemudian akan kembali lagi. Barangsiapa menuduh Rasulullah saw. wafat mereka ada lah orang-orang munafik, dan beliau akan membunuh mereka dan beliau akan membunuh mereka dan menyalibkan mereka. Demikian pula beliau dengan meluap-luap bersikeras pada pendirian beliau, sehingga tiada seorang pun di antara para sahabat berani menyangkal perkataan beliau. Melihat gejolak semangat beliau itu beberapa orang menjadi yakin bahwa benarlah Rasulullah tidak wafat dan mulailah nampak pada wajah mereka tanda kegembiraan. Tadinya mereka menundukkan kepala, tiba tiba mereka mengangkat kepala lagi karena kegirangan. Melihat keadaan demikian, beberapa sahabat yang berpandangan jauh menyuruh seorang sahabat berlari supaya segera memangil Hadrat Abu bakar r.a. yang telah pergi ke suatu kampung di dekat kota Medinah dengan seizin Rasulullah saw. dalam selang waktu ketika nampak keadaan beliau agak membaik. Baru saja sahabat itu berangkat di pertengahan jalan bertemulah ia dengan Hadhrat Abubakar r.a. Begitu beliau melihat Hadhrat Abubakar, beliau mencucurkan air mata karena tidak kuasa menahan rasa sedih. Hadhrat Abubakar r.a. mengerti apa yang kiranya telah terjadi. Beliau bertanya kepada sahabat itu, “Apakah Rasulullah saw. telah wafat?” Sahabat itu menjawab bahwa Hadhrat Umar r.a. telah berkata, barangsiapa yang mengatakan Rasulullah saw. wafat, beliau akan mempancung lehernya dengan pedang. Mendengar ini beliau langsung pergi ke rumah Rasulullah saw., dan beliau membukakan kain cadar yang menutupi tubuh suci beliau dan melihatnya. Diketahui lah oleh beliau bahwa Rasulullah saw. benar-benar telah wafat. Air mata beliau berderai karena sedih berpisah dari kekasihnya. Beliau membungkukkan diri dan mengecup kening Rasulullah saw. seraya berkata, Demi Allah, Tuhan tidak akan mendatangkan maut dua kali kepada engkau. Dengan kemangkatan engkau, menimpalah kepada dunia malapetaka yang tidak pernah menimpa kepada dunia karena kemangkatan seorang nabi lain mana pun. Pribadi engkau tiada terlukiskan. Kebesaran engkau demikian keadaannya sehingga tiada ungkapan belasungkawa dapat mengurangi kesedihan perpisahan dengan engkau. Sekiranya untuk menghalangi kemangkatan engkau ada dalam di dalam jangkauan kemampuan kami, kami sekalian akan menghalangi kemangkatan engkau dengan menyerahkan jiwa raga kami.”
Setelah mengatakan demikian beliau menutup kembali kain ke atas wajah suci Rasulullah saw., dan pergi ke tempat Hadhrat Umar r.a. yang tengah berbincang dengan para sahabat serta mengatakan kepada mereka bahwa. Rasulullah saw. tidak wafat, bahkan masih hidup. Sesampainya di sana Hadhrat Abubakar r.a. berkata kepada Hadhrat Umar r.a. agar diam sebentar. Akan tetapi Hadhrat Umar r.a. tidak mengindahkan perkataan beliau dan terus jua mengoceh. Melihat gelagat demikian Hadhrat Abu bakar berpaling ke arah lain dan mulai berkata kepada orang-orang, se sungguhnya Rasulullah telah wafat. Para sahabat meninggalkan Hadhrat Umar r.a. dan berkumpul di sekeliling Hadhrat Abubakar dan pada akhir nya Hadhrat Umar r.a. pun terpaksa menyimak perkataan Hadhrat Abu bakar r.a..
Insert 23
“Dan Muhammad tidak lam melainkan seorang Rasul Sesungguhnya telah berlalu rasul-rasul sebelumnya. Jadi jika ia mati atau terbunuh akan berpalingkah kamu atas tumitmu?” (3:145).
Insert 23b
“Sesungguhnya wahai Muhammad engkau akan mati dan sesungguh nya mereka itu akan mati pula” (39:31).
Insert 23c
“Hai manusia, barangsiapa menyembah Muhammad, maka sesungguhnya Muhammad itu sudah wafat; dan barangsiapa menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah itu hidup dan tidak akan mati” (Bukhari, jilid 2, Bab Manaqib Abubakar).
Tatkala beliau r.a. membaca ayat-ayat tersebut di atas dan mene rangkan kepada orang-orang bahwa Rasulullah saw. telah wafat, maka jadi jelaslah kepada para sahabat keadaan sebenarnya dan serta merta mereka mulai meratap. Hadhrat Umar r.a. sendiri berkata, ketika Hadhrat Abubakar r.a. membuktikan kemangkatan Rasulullah saw. Dengan ayat-ayat Alquran tersebut, maka beliau merasa bahwa kedua ayat itu seolah-olah baru turun pada hari itu, dan tiada kekuatan pada kedua lutut beliau untuk berdiri. Kaki beliau gemetar dan beliau tidak menguasai diri lalu terkulai ke tanah dari kesedihan yang amat sangat.
Dari riwayat ini tiga masalah telah terbukti: Pertama, ialah, dengan wafatnya Rasulullah saw. ijmak (kesesuaian pendapat) para sahabat pertama-tama cenderung kepada pendapat bahwa para nabi sebelum beliau saw. semuanya telah wafat. Sebab, seandainya siapa pun di antara sahabat-sahabat mempunyai keraguan bahwa ada beberapa nabi belum wafat, tidakkah pada waktu itu juga beberapa di antara mereka akan berdiri dan mengatakan bahwa ayat-ayat yang dipakai dalih oleh Hadhrat Abubakar r.a. itu tidak benar? Sebab Nabi Isa a.s. semenjak enam ratus tahun yang lalu masih hidup di langit; jadi, tidaklah benar kalau sekalian nabi sebelum beliau saw. telah wafat dan seandainya beberapa di antara mereka masih hidup, apakah sebabnya Rasulullah saw. pun tidak . tetap hidup?
Kedua, ialah, kepercayaan mereka terhadap kemangkatan sekalian nabi terdahulu tidak disebabkan oleh suatu pendapat pribadi, melainkan oleh karena mereka menarik pengertian dan ayat-ayat Alquranul Karim. Sebab, seandainya tidak demikian, maka salah seorang sahabat pasti akan berdiri dan berkata bahwa walaupun hal itu benar para nabi telah wafat namun ayat yang dibaca beliau (Hadhrat Abubakar r.a.) tidak dapat disimpulkan bahwa sekalian nabi sebelum Rasulullah saw. telah wafat.
Pendek kata, pembuktian Hadhrat Abubakar Siddiq r.a. mengenai kemangkatan seluruh nabi terdahulu sebelum beliau saw. dengan ayat
Insert 24
dan bukan hanya diamnya para sahabat semuanya bahkan mereka menikmati kelezatan menimba arti dan (ayat) itu, dan lalu lalangnya para sahabat di lorong-lorong dan pasar-pasar membaca ayat itu membuktikan bahwa mereka semuanya sepakat dengan kesimpulan semacam itu.
Ketiga, ialah, dan riwayat itu terbukti bahwa walaupun mereka (para sahabat, Peny.) percaya atau pun tidak atas kemangkatan salah seorang nabi lain, namun demikian pasti mereka tidak mengetahui ten tang Nabi Isa a.s. masih hidup. Sebab, sebagai telah terbukti dari semua hadis yang sahih dan riwayat-riwayat yang terpercaya, Hadhrat Umar r.a. pada waktu itu ada di dalam keadaan emosi, mengatakan kepada para sahabat lainnya bahwa barangsiapa mengatakan Rasulullah saw. wafat beliau akan memenggal lehernya. Pada waktu itu, untuk membuktikan kebenaran pendapat beliau, dikemukakan beliau peristiwa kepergian Hadhrat Musa a.s. selama empatpuluh hari ke gunung. Akan tetapi beliau sekali pun tidaklah mengemukakan peristiwa kepergian Nabi Isa a.s. ke langit. Seandainya para sahabat berkepercayaan bahwa Nabi Isa a.s. masih hidup di atas langit, apakah sebabnya Hadhrat Umar r.a. atau para sahabat yang sependapat dengan beliau tidak mengemukakan peristiwa itu untuk menguatkan pendapat beliau-beliau? Adanya kenyataan mereka menarik kesimpulan dari peristiwa Nabi Musa a.s. dan mereka tidak menarik kesimpulan dari peristiwa Nabi Isa a.s. itu menjadi jelaslah kiranya bahwa di dalam pikiran mereka Sekali-kali tidak ada gagasan semacam itu mengenai peristiwa Nabi Isa a.s.
ANGGOTA KELUARGA RASULULLAH SAW. SEPAKAT MENGENAI KEMATIAN NABI ISA
Di samping kata sepakat(ijmak)para sahabat, kami mengetahui, para anggota keluarga Nabi (ahlulbait) pun sepakat mengenai kewafatan Nabi Isa a.s., hal demikian ternyata dari riwayat yang dituturkan oleh Hazrat Imam Hasan r.a., seperti tercantum di dalam ''Thabaqat Ibn Sa'ad'' jilid ketiga mengenai peristiwa kemangkatan Hadhrat Ali r.a. Beliau berkata,
Insert 25
“Wahai sekalian manusia, malam ini telah wafat seorang yang se bagian amal perbuatannya tidak pernah dicapai orang-orang sebelum nya dan tidak pula akan dicapai oleh orang-orang yang akan datang kelak. Rasulullah saw. mengutus beliau ke medan perang, maka Jibril menjaga di sebelah kanannya dan Mikail di sebelah kirinya. Walhasil, beliau tidak pernah kembali tanpa membawa kemenangan. Beliau meninggalkan peninggalan (warisan) sebesar tujuh ratus dirham saja. Dengan uang itu beliau bermaksud membeli seorang budak belian (untuk dimerdekakan, Peny). Beliau wafat pada malam ketika Isa ibnu Maryam pada malam yang lama rohnya diangkat ke langit, yakni, pada malam tanggal dua puluh tujuh bulan Ramadhan”(Thabaqat Ibn Sa'ad, jilid III).
Dari riwayat itu jelas bahwa menurut para anggota keluarga (ahlulbait) Rasulullah saw. pun Hadhrat Isa a.s. telah wafat, karena sekiranya pada diri beliau-beliau tidak ada gagasan semacam itu, maka mengapakah Imam Hasan r.a. mengatakan bahwa pada malam ketika roh Hadhrat Isa a.s. diangkat ke langit pada malam itu juga Hadhrat Ali r.a. telah wafat.
Kecuali para sahabat dan para anggota keluarga Rasulullah saw. niscaya orang-orang terkemuka yang kemudian pun mempercayai wafatnya Almasih a.s. 'Sebab, orang-orang itu sangat mencintai Alquran Suci, sabda-sabda Rasulullah saw., tutur-tutur para sahabat, dan pendapat-pendapat anggota keluarga Rasulullah saw. Akan tetapi, oleh karena hal itu mereka anggap sebagai hal biasa, maka agaknya tutur-tutur mereka itu tidak dipelihara secara istimewa. Akan tetapi sepanjang kita ketahui, hal itu membenarkan ihwal itu juga bahwa mereka pun percaya Hadhrat Isa a.s. telah wafat. Terbukti di dalam “Majma'al Bahar pun ada tercantum, Insert26 yakni Hadhrat Malik r.a. mengatakan bahwa Hadhrat Nabi Isa a.s. sudah wafat.
Pendeknya, kecuali Alquran Suci dan hadis-hadis, kata sepakat para sahabat dan pendapat-pendapat para anggota keluarga Nabi saw. Dan para imam pun menguatkan pendirian kami, yakni, ternyata Nabi Isa a.s. telah wafat.
Walhasil, tuduhan terhadap kami bahwa dengan kepercayaan Nabi Isa a.s. telah wafat, kami menghina Hadhrat Isa a.s. dan mengingkari Alquranul Karim dan hadis-hadis Rasulullah saw. adalah tidak benar. Kami tidak menghina Almasih a.s., bahkan dari segi kepercayaan itu kami menegakkan Ketauhidan Allah Taala dan membuktikan kehormatan Rasul-Nya saw. dan pula berbakti kepada Hadhrat Almasih a.s. Sebab, tidak akan pernah beliau menyukai diberi sebuah martabat yang demikian keadaannya sehingga dengan martabat itu Ketauhidan Allah Taala jadi ternoda dan membantu kemusyrikan serta merupakan penghinaan kepada Penghulu sekalian nabi.
Sekarang sudi apalah kiranya Anda menimbang dan memperhatikan, apakah kecaman lawan-lawan kami itu benar ataukah kami yang benar? Apakah mereka berhak marah terhadap kami, ataukah kami yang berhak marah terhadap mereka? Sebab mereka mempersekutukan Tuhan kami dan telah menghina Rasul kami saw. Sementara mereka mengaku kawan, mereka menyerang bagaikan lawan.
ALMASIH YANG DIJANJIKAN ADALAH DARI UMAT NABI SAW.
Keberatan kedua yang dialamatkan kepada kami, ialah, bertentangan dengan kepercayaan orang-orang Islam lain, kami mempercayai Almasih yang dijanjikan itu seorang di antara umat ini juga. Padahal yang demikian itu, menurut mereka, bertentangan dengan hadis-hadis Nabi saw., sebab dari situ jelas bahwa Almasih akan turun dari langit.
Memang benar sekali kami menganggap Pendiri Jemaat Ahmadiyah, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, penduduk desa Qadian, distrik Gurdaspur, propinsi Punjab, negeri Hindustan sebagai Masih Mau'ud dan Imam Mahdi. Akan tetapi manakala telah terbukti dari Alquran Karim dan hadis-hadis serta akal sehat bahwa Isa a.s. telah wafat, kemudian kami tidak mengerti mengapa kepercayaan kami ini dianggap bertentangan dengan Alquran Karim dan hadis-hadis. Manakala kewafatan Hadhrat Almasih a.s. terbukti dari Alquran Karim dan hadis-hadis memberi kesaksian terhadap hal demikian itu, dan apabila khabar mengenai kedatangan seorang yang dijanjikan dan disebut ibnu Maryam kita ketahui dari hadis-hadis Nabi, maka jelaslah kiranya bahwa orang yang dijanjikan kedatangannya itu adalah seorang dari umat ini juga, dan bukan Almasih dari Nazareth yang telah wafat.
Dikatakan bahwa sekalipun terbukti juga dari Alquran Karim dan hadis-hadis mengenai kewafatan Hadhrat Almasih, namun demikian karena di dalam hadis-hadis dikabarkan tentang kedatangan Masih ibnu Maryam maka kita hendaknya juga percaya kepada kedatangan beliau; sebab, tidakkah Allah Taala Mahakuasa menghidupkan beliau kembali, lalu mengutus ke dunia guna mengadakan perbaikan-perbaikan? Dituduhkan kepada kami bahwa kami seakan-akan mengingkari kodrat-Nya. Akan tetapi sebenarnya tidak demikian. Bahkan kenyataannya sama sekali terbalik. Adalah bukan karena kami mengingkari kodrat Allah Taala, bahkan justru karena beriman kepada kodrat-Nyalah maka kami berpegang pada kepercayaan bahwa Hadhrat Almasih dari Nazareth itu tidak akan diutus kembali oleh Allah Taala setelah dihidupkan lagi, melainkan Dia telah mengutus seorang wujud dari umat ini sebagai Masih Mau'ud.
Kami tidak dapat memahami dan tidak kami mengharapkan bahwa siapa jua pun yang akan merenungkan sepenuhnya perkataan ini akan menerima, bahwa Allah Taala mengutus Almasih setelah dihidupkan kembali itu merupakan tanda kodrat Allah Taala. Kita menyaksikan di dunia ini bahwa seorang hartawan tidak akan menyuruh menjahitkan pakaian dan bekas pakaiannya yang jahitannya dilepas dan kainnya dibalikkan. Bahkan bila perlu, ia menanggalkannya dan menjahitkan pakaian baru. Orang-orang miskin biasa memakai barang bekas dengan mempermaknya (mengubahnya) ke dalam bermacam-macam bentuk, dan mengurus barang kepunyaan mereka dengan hati-hati sekali. Kapankah Allah Taala merasa terdesak sehingga pada saat hamba-hamba-Nya memerlukan petunjuk dan bimbingan, lalu Dia terpaksa harus mengutus seorang nabi yang telah wafat dengan menghidupkannya kembali? Untuk memberi petunjuk kepada hamba-hamba-Nya Dia senantiasa memilih seorang di antara orang-orang pada zaman itu juga dan mengutusnya untuk memperbaiki keadaan mereka. Semenjak Nabi Adam a.s. hingga zaman Rasulullah saw., sekali pun Dia tak pernah berbuat demikian, yakni, mengutus seorang nabi yang terdahulu, setelah Dia menghidupkan kembali, untuk memberi petunjuk kepada dunia.
Dia terpaksa berbuat demikian hanya apabila pada suatu ketika pekerjaan mensucikan hati manusia berada di luar jarak jangkau kodrat -Nya, dan kedaulatan-Nya telah hilang lenyap dari manusia. Akan tetapi, karena hal demikian Sekali-kali tidak mungkin terjadi, maka hal itu pun tidaklah mungkin terjadi pula — Dia mengutus seorang nabi yang telah wafat dengan mengeluarkannya dari sorga untuk memperbaiki keadaan dunia. Dia Mahakuasa! Apabila Dia membangkitkan seorang manusia utama seperti Muhammad Rasulullah saw. setelah Almasih a.s., maka tidaklah di luar kekuasaan-Nya apabila Dia membangkitkan seorang pribadi lain seperti dan bahkan lebih utama dari Almasih a.s.
Pendek kata, kami mengingkari kedatangan Almasih dari Nazareth untuk kedua kalinya ke dunia, bukanlah karena kami tidak menganggap Tuhan Mahakuasa, melainkan kami mengingkari oleh karena kami menganggap Allah Taala Mahakuasa; yaitu, apabila Dia menghendaki, Dia membangkitkan seorang di antara hamba-hamba-Nya dengan tugas memberi penyuluhan dan dengan perantaraan dia menghimbau kepada-Nya orang-orang yang kehilangan jalan. Barangsiapa mempunyai pikiran bahwa Dia tidak dapat berbuat demikian dan apabila terdesak Dia akan mengambil kembali salah seorang nabi terdahulu, sungguh ia keliru.
Insert 29
“Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya “ (39:68).
Di samping hal demikian bahwa di dalam kedatangan kembali untuk kedua kalinya Almasih a.s. dari Nazareth menodai kodrat Allah Taala, juga akan mendatangkan noda kepada daya kudusiah (quwat qudsiyah) Rasulullah s.a.w. ''Sebab, seandainya Hadhrat Almasih a.s. saja seorang yang harus datang kembali kedua kalinya kedua kalinya ke dunia maka hal itu berarti bahwa apabila umat-umat terdahulu telah rusak, maka untuk memperbaiki mereka Dia senantiasa membangkitkan seorang di antara mereka. Akan tetapi tatkala akan terjadi kerusakan di tengah-tengah umat Rasulullah saw. maka untuk memperbaiki keadaan itu Allah Taala akan mendatangkan kembali seorang nabi di antara para nabi terdahulu. Di antara umat beliau sendiri tidak seorang pun akan mampu memperbaiki keadaan umat ini.
Seandainya keadaan itu kami terima, maka sungguh kami tidak kurang dari orang-orang Kristen dan orang-orang Yahudi dalam memusuhi Rasulullah saw., sebab mereka pun tidak mengakui daya kudusiah Rasulullah saw. Dan, dengan kepercayaan yang demikian itu kami pun akan menjadi orang-orang yang tidak mempercayai daya kudusiah beliau. Jika sebuah pelita sedang menyala, maka pelita itu pasti dapat menyalakan pelita-pelita lain. Yang tidak dapat menyalakan pelita lain adalah pelita padam.
Jadi, andai kata kelak datang juga kepada umat Rasulullah saw. Zaman serupa itu, ketika keadaan mereka demikian rusak sehingga tiada seorang pun di antara mereka layak dibangkitkan untuk memperbaiki mereka, maka bersamaan dengan itu haruslah diakui bahwa keberkatan Rasulullah saw. pun akan lenyap, naudzu billah min dzalik!
Siapa di antara orang Islam yang tidak mengetahui bahwa selama Allah Taala merestui berlakunya syariat Musa a.s., selama itu pula di antara pengikut-pengikut beliau pula terus menerus bangkit orang-orang yang selalu mengadakan perbaikan di antara umat beliau a.s. Akan tetapi, tatkala Dia memutuskan syariat beliau harus dihapuskan, maka Dia menutup kenabian bagi kaum beliau, lalu mengutus nabi dari Bani Ismail.
Jadi, seandainya sesudah Rasulullah saw. akan datang seorang nabi dari antara umat Musa a.s, maka hal itu berarti bahwa Dia pun akan menghapuskan syariat Nabi Muhammad saw. Naudzubiliah min dza lik! Lalu syariat lain akan diberlakukan; pada waktu itu daya kudusiah Rasulullah saw. akan menjadi lemah dan keberkatan beliau tidak akan mampu menyiapkan seorang pun dari antara umat beliau untuk menerima nur dari beliau dan membawa mereka ke jalan benar. Naudzu biliah min dzalik!
Sayang sekali, manusia memperlihatkan rasa harga dirinya lebih dari semestinya. Ia tidak suka kalau sesuatu aib dialamatkan kepada pribadinya. Akan tetapi mereka dengan berani mengalamatkan setiap aib kepada pribadi Rasulullah saw. Apakah gunanya kecintaan yang hanya sampai di bibir saja namun di dalam hatinya tiada bekas sedikit pun? Apa gunanya pengakuan yang tidak didukung oleh suatu bukti apa pun? andaikan sungguh-sungguh mereka cinta kepada Rasulullah saw., maka sedetik pun mereka tidak akan suka kalau seorang nabi Bani Israil datang untuk memperbaiki keadaan umat beliau saw. Apakah seorang yang memiliki harga diri akan pergi minta-minta kepada orang lain padahal ia mempunyai persediaan di dalam rumahnya sendiri? Atau, sementara ia mempunyai kekuatan pada dirinya, adakah ia akan meminta bantuan kepada orang lain?
Para ulama mengatakan, bahwa naudzu biliah min dzalik untuk memperbaiki umat Rasulullah saw. dan untuk menyelamatkannya dari musibah-musibah, Almasih dari Nazareth akan datang. Bagi dirinya sendiri demikian rupa mereka memperlihatkan harga diri, sehingga seandainya mereka sedang terdesak di dalam bertukar pikiran, mereka tidak mengakui kekalahan mereka, dan mereka tidak suka kalau memanggil orang lain untuk membantunya, dan seandainya ada seorang atas kehendaknya sendiri bersedia membantu mereka, maka daripada mereka menyambut kebaikan hati orang itu malahan mereka marah kepadanya, seraya mengatakan. “Apakah kami dianggap orang bodoh sehingga engkau berani mengajar kami?” Akan tetapi, berkenaan dengan pribadi Rasulullah saw. betapa gegabahnya mereka menyatakan, bahwa guna membantu beliau seorang nabi akan didatangkan dari umat lain, sedangkan daya kudusiah beliau sendiri tidak kuasa berbuat apa-apa.
Aduhai, sudah matikah hati ini, atau sudah tidak bekerja lagikah akal ini? Apakah segala harga diri hanya teruntuk bagi diri mereka semata, dan tiada lagi tersisih harga diri bagi Tuhan dan rasul-Nya? Apakah segala amarah hanya diumbar terhadap musuh-musuh mereka, sedangkan tiada sedikit pun tersisa bagi orang-orang yang menyerang Tuhan dan rasul-Nya?
Dikatakan kepada kami bahwa mengapakah kami mengingkari kedatangan seorang nabi Bani Israil? Akan tetapi, kemanakah akan kami bawa hati kami, dan betapa kami dapat menghapus cinta yang bersarang pada hati kami? Kami tidak menjunjung tinggi kehormatan seorang lain lebih daripada kehormatan Muhammad Rasulullah saw. Sejenak pun kami tidak dapat menahan diri kalau Muhammad Rasulullah saw harus berhutang budi terhadap seseorang lain. Sesaat pun hati kami tidak dapat menahan diri dari pikiran, bahwa pada hari kiamat tatkala segenap makhluk dari Awal hingga akhir akan dihimpun dan tiap-tiap amal perbuatan mereka diperlihatkan dengan sejelas-jelasnya. Pada waktu Muhammad Rasulullah saw. akan tetap menundukkan kepala beliau kepada kebaikan hati Almasih Bani Israil, dan dengan suara membahana malaikat akan berseru mengatakan di hadapan seluruh makhluk, bahwa tatkala daya kudusiah Rasulullah saw. hilang, maka pada waktu itu Almasih Bani Israil telah berbuat bajik kepada beliau dengan telah sudi keluar dari sorga dan turun ke dunia untuk memperbaiki umat beliau saw. dan menyelamatkan mereka dari kebinasaan.
Kami lebih suka kalau lidah kami dipotong daripada mendengar kata-kata demikian hina dialamatkan kepada Rasulullah saw.; dan lebih suka kalau tangan kami jadi lumpuh daripada kalimat-kalimat serupa itu ditulis mengenai pribadi beliau saw.
Muhammad Rasulullah saw. adalah wujud kekasih Allah Taala. Daya kudusiah beliau Sekali-kali tidak mungkin dapat hapus. Beliau adalah Khataman Nabiyyin. Keberkatan beliau Sekali-kali tidak mungkin akan berhenti. Kepala beliau tidak mungkin tunduk di hadapan kebajikan sia pa pun. Bahkan kebajikan beliau menaungi semua nabi. Tiada seorang nabi pun menyuruh manusia percaya kepada beliau saw., dan menyuruh orang-orang yang ingkar kepada beliau mengakui kebenaran beliau saw. Kebalikannya, tidakkah Muhammad Rasulullah saw. Menyuruh kepada ratusan ribu dan jutaan manusia mempercayai kenabian para nabi lain? Di tanah Hindustan terdapat delapan puluh juta orang Islam *) di antaranya amat sedikit berasal dari luar negeri, selebihnya adalah penduduk Hindustan yang tadinya tidak tahu-menahu nama salah seorang nabi pun. Akan tetapi karena mereka beriman kepada Muhammad Rasulullah saw., mereka telah ikut beriman kepada Nabi Ibrahim a.s.. Nabi Musa a.s, dan Nabi Isa a.s. Seandainya Islam tidak merembes ke dalam rumah-rumah mereka, maka mereka pada waktu ini tentu mencaci-maki nabi-nabi itu dan menganggap beliau-beliau termasuk orang-orang pendusta, sebagaimana anggapan saudara-saudara mereka yang lain (orang-orang Hindu, Peny.). Demikian pula bilakah bangsa Afghanistan, bangsa Cina, dan bangsa Iran pernah mempercayai Hadhrat Musa a.s. dan Hadhrat Isa a. s.., Rasulullah saw. lah yang telah menyuruh mereka mempercayai kebenaran nabi-nabi itu.
*) Bilangan ini menurut sensus tahun 1922, Peny.
Walhasil, kebajikan beliau meliputi semua nabi, karena kebenaran beliau-beliau yang dahulunya tersembunyi dari orang-orang, sekarang kebenaran itu dinampakkan oleh beliau. Kebalikannya, seorang pun tidak ada yang berbuat bajik terhadap beliau saw.. Allah Taala tidak akan sekali-kali mendatangkan hari, ketika keberkatan beliau akan berhenti, dan seorang nabi lain akan datang untuk memperbaiki keadaan umat beliau. Bahkan bila saja akan timbul keperluan untuk perbaikan umat beliau saw., Allah Taala akan mengangkat orang-orang di antara murid muridnya dari umat beliau juga yang akan mengambil segala sesuatu dari beliau dan telah mendapat ajaran dari beliau saw. juga, guna memperbaiki orang-orang yang sudah rusak dan mengembalikan orang-orang yang kehilangan jalan. Pekerjaan orang-orang itu merupakan pekerjaan beliau saw. juga, sebab seorang murid tidak dapat dipisahkan dari gurunya, dan seorang ummati tidak dapat dinyatakan terpisah dari nabinya. Kepala mereka akan tunduk di hadapan kebajikan beliau saw., dan hati mereka sarat dengan anggur kecintaan beliau saw., dan kepala mereka dikabuti oleh kemabukan cinta kepada beliau.
Pendek kata, di dalam mempercayai kedatangan seorang nabi kedua kalinya merupakan penghinaan terhadap Rasulullah saw., dan dengan itu martabat beliau yang dianugerahkan Allah Taala menjadi batal. Allah Taala berfirman,
Insert 32
“Allah Taala tidak mencabut kembali sesuatu nikmat yang Dia telah menganugerahkan kepada sesuatu bangsa selama di dalam bangsa itu sendiri belum timbul kerusakan” (13:12).
Sekarang, dengan menerima akidah serupa itu, yakni, kedatangan nabi kedua kali, berarti kita harus percaya bahwa telah terjadi suatu perubahan di dalam pribadi Rasulullah saw., naudzubiliah. Atau, kita haruslah mempercayai bahwa Allah Taala telah menyalahi janji-Nya. Terhadap semua orang Dia berlaku seperti berikut bahwa Dia tidak akan mengambil kembali nikmat yang telah dianugerahkan kepada mereka. Namun terhadap Rasulullah saw. Dia berlaku sebaliknya. Kedua dua hal itu menyebabkan kufur, sebab yang pertama mengingkari Allah Taala, dan yang kedua mengingkari Rasul-Nya saw.
Jadi, karena alasan-alasan itulah kami berlepas tangan dari kepercayaan serupa itu. Kepercayaan kami ialah, Almasih a.s. yang kedatangannya telah dijanjikan akan datang kelak dari antara umat ini juga. Hal ini merupakan kewenangan Allah Taala untuk mengaruniakan suatu kedudukan kepada seseorang yang dikehendaki-Nya. Dari hadis-hadis Nabi saw. pun terbukti, bahwa Almasih yang akan datang adalah dari antara umat ini juga. Rasulullah saw. bersabda,
Insert 33
“Tiada Mahdi kecuali Isa” (Ibnu Majah).
Pada tempat lain beliau saw. bersabda,
Insert 33b'
'Bagaimanakah keadaanmu ketika Ibnu Maryam turun di tengah-tengahmu dan menjadi imam bagimu dari antara kamu” (Bukhari, Kitabul Anbiya, Bab Isa Ibnu Maryam).
Dengan memperhatikan kedua sabda Nabi itu jelaslah bahwa pada masa Almasih a.s. tidak ada Mahdi lain kecuali beliau sendiri, dan beliau akan menjadi imam bagi umat ini, akan tetapi beliau adalah dari umat inijuga dan bukan dari umat lain.
ALMASH DAN MAHDI PRIBADINYA ITU JUGA
Jadi, adanya pikiran bahwa Almasih a.s. lain pribadinya dan Mahdi lain pula pribadinya adalah batal dan bertentangan dengan sabda
Insert 34
Kewajiban bagi seorang mukmin ialah merenungkan sabda-sabda junjungan mereka, dan bila pada lahirnya nampak ada suatu pertentangan, maka haruslah ia menjauhkan pertentangan itu dengan pandangan jauh ke muka. Kalau Rasulullah saw. pada suatu ketika bersabda, bahwa Mahdi akan lebih dahulu datang, kemudian Hadhrat Isa a.s. akan turun dan akan menunaikan sembahyang dengan bermakmum kepada Mahdi, dan pada kali lain beliau bersabda bahwa Almasih itulah Mahdi, maka layakkah kita menolak sabda beliau itu, atau sebaiknya kita renungkan arti kedua ucapan itu? Sekiranya ada suatu cara guna mempersatukan kedua ucapan itu, hendakiah cara itu kita tempuh.
Sekiranya kita pikirkan sedikit lebih mendalam, maka akan jelaslah bahwa cara untuk menyatukan kedua ucapan itu ialah Insert 34b yang merupakan penjelasan bagi hadis kedua itu. Yakni, mula-mula Rasulullah s.a.w. memberi khabar mengenai turunnya Almasih a.s. dengan kata-kata demikian rupa sehingga dengan kata-kata itu menimbulkan ke raguan bahwa mereka dua pribadi yang berlainan. Keraguan itu disingkapkan oleh hadis Insert 34c dan dikatakan bahwa kalimat tadi merupakan kalimat kiasan. Kalimat itu hanya berarti bahwa seorang di antara umat Muhammad s.a.w. akan diutus untuk memperbaiki dunia. Akan tetapi kepadanya tidak akan diberikan suatu kedudukan khusus sebagai rasul. Namun, nubuatan tentang turunnya Isa ibnu Maryam akan menjadi sempurna pada dirinya, dan ia akan mengaku jadi Isa. Dengan demikian seakan-akan dinyatakan waktu lahirnya kedua pangkat bagi dia yang berlainan; yakni, mula-mula pengakuan umumnyalah akan memperbaiki dunia, kemudian barulah akan menjadi Almasih. Sedangkan kalimat semacam itu biasa terdapat dalam nubuatan-nubuatan. Bahkan apabila kiasankiasan semacam itu dipisahkan dari nubuatan-nubuatan maka tidaklah sama sekali mungkin memahami nubuatan-nubuatan itu.
Jika hadis-hadis itu tidak diberi arti demikian, lalu kita harus menerima salah satu dari dua hal; sedang kedua-dua hal itu amat berbahaya. Kita akan harus menerima hadis insert 35 itu batal, atau harus menerima hadis itu yang bukan berarti pribadi Mahdi itu bukanlah pribadi lain melainkan diadakan perbandingan antara derajat Almasih dari Mahdi itu serta diterangkan bahwa Mahdi yang asli itulah Almasih, sedangkan Mahdi lainnya tidak punya arti sedikit pun ketimbang Almasih. Seperti halnya orang mengatakan insert 35b (artinya: tidak ada orang alim kecuali si anu, Peny.), dengan itu tidak berarti kecuali si anu tidak ada orang alim lain, melainkan maksudnya bahwa demikian rupa tingginya sehingga ilmu orang-orang lain sedikit pun tidak berarti jika dibandingkan dengan ilmu dia. Kedua-dua arti itu dapat menimbulkan akibat yang berbahaya, sebab membatalkan se buah hadis tanpa sebab juga berbahaya, istimewa pula membatalkan hadis yang didukung kesaksian. Dan mengatakan bahwa Mahdi tidak ber arti jika dibandingkan dengan Almasih a.s. bertentangan dengan maksud hadis-hadis yang di dalamnya Mahdi ditetapkan sebagai imam dan Almasih sebagai makmum.
Pendeknya, selain arti-arti bahwa di dalam umat Muhammad dikhabarkan akan ada pribadi yang mula-mula mengaku mushlih (reformer) dan kemudian mengaku sebagai Masih Mau'ud (Almasih Yang Dijanjikan) Selain arti itu tidak dapat diartikan lain lagi.
ARTI “NUZUL”
Sebenarnya, orang-orang terpedaya oleh adanya perkataan nuzul di dalam hadis. Dari perkataan itu diambil pengertian bahwa Almasih sendiri yang dahulu akan turun. Padahal perkataan nuzul bukanlah seperti difahami orang-orang. Apabila suatu barang yang berfaedah tercipta atau apabila suatu perubahan yang mengandung keberkatan dan menampakkan kegagahan Tuhan terjadi, maka kejadian demikian di dalam bahasa Arab diterangkan dengan perkataan nuzul. Ternyata Allah Taala berfirman di dalam Alquran,
Insert35c
“Kemudian Allah menurunkan ketenangan daripada-Nya kepada rasul-Nya” (9:26).
Kemudian Dia berfirman
Insert 36
“Kemudian setelah kesedihan itu Dia menurunkan kepadanya ketente raman hati suatu kantuk” (3:155).
Lagi,
Insert 36b
“Dan Dia menurunkan untukmu delapan ekor binatang ternak berpasang pasangan “ (39:7).
Lagi,
Insert 36c
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian yang menutupi auratmu dan sebagai perhiasan; adapun pakaian takwa itulah yang terbaik. Yang demikian itu sebagian dari Tanda-tanda Allah, supaya mereka mengambil nasihat” (7:27).
Dan Dia berfirman,
Insert 36d
'Dan Kami turunkan manna dan salwa untukmu” (2:58).
Lagi,
Insert 36e
“Dan Kami menurunkan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, supaya mereka mempergunakan besi itu dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong agama-Nya dan rasul-rasul-Nya. Padahal Allah tidak dilihatnya; sesungguhnya Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa” (57:26),
Dia berfirman lagi,
Insert 37
“Dan jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya, tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Mahamengetahui keadaan hamba-hamba-Nya, lagi Mahamelihat” (42:28),
Sekarang hal itu tidak tersembunyi kepada siapa pun bahwa ketentraman itu terjelma di dalam hati. Kantuk adalah proses di dalam otak, dan binatang berkaki empat, pakaian, burung puyuh, besi, ladang, dan segala macam benda serupa itu yang tercipta di atas bumi ini juga tidak pernah dilihat seseorang lihat turun dari langit, dan tidak terdapat kesaksian di dalam Alquran dan hadis mengenai turunnya benda-benda dari langit itu. malahan Alquran dengan jelas berfirman,
Insert 37b
“Dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang menjulang di atas permukaannya. Dan Dia memberkati dengan berlimpah-limpah dan menyediakan dalamnya kadar makanan-makanan penghuninya dalam empat masa yang sama, sesuai bagi segala yang memerlukannya” (41:11),
Yakni, Allah telah menciptakan di atas permukaan bumi ini gunung-gunung dan banyak perbekalan di dalam bumi, dan bermacam-macam makanan pun diciptakannya. Semua pekerjaan penciptaan bumi, dan kemudian penciptaan segala macam perbekalan dan binatang-binatang se 37besar berhubungan dengan ilmu alam dan ilmu-ilmu abstrak yang seba giannya pada zaman ini telah terbuka, dan sebagiannya lagi akan terbuka pada masa mendatang, dan akan timbul masalah-masalah baru yang berkaitan dengan isi ayat itu, namun Allah Taala telah melukiskan dengan kata-kata yang berbunyi bahwa setiap orang dari segala lapisan dan setiap orang di dalam setiap zaman akan mendapat jawaban yang tepat menurut masalah-masalah taraf ilmunya dan menurut perkembangan ilmu pengetahuan pada zamannya masalah-masalah yang memberi kepuasan bagi mereka.
Pendeknya dari Alquranul Karim jelas bahwa semua benda yang di dalam Alquranul Karim disebutkan dengan kata Insert 38 tidak turun dari langit, melainkan benda-benda itu diciptakan Allah Taala di bumi ini juga. Jadi, demikian pula mengenai Masih yang akan datang pun telah dipakai kata nuzul untuk melukiskan kebesaran martabat dan kemuliaan derajatnya dan bukan berarti beliau benar-benar akan turun dari langit. Sebagaimana mengenai pribadi Rasulullah saw. pun kata itu dipakai di dalam Alquranul Karim, dan semua ahli tafsir mengartikan untuk menyatakan kemuliaan beliau saw. dengan kata itu, dan mereka terpaksa berbuat demikian sebab semua orang mengetahui bahwa beliau saw. dilahirkan di kota suci Mekkah di tengah-tengah bangsa wan Kuraisy. Ayahanda beliau bernama Abdullah dan ibunda beliau bernama Aminah. Ayat yang di dalamnya menyebut tentang nuzul (turun) beliau berbunyi sebagai berikut,
“Sesungguhnya Allah Taala menurunkan zikir kepadamu, yaitu, seorang rasul-Nya yang membacakan kepadamu ayat-ayat Allah yang terang, supaya Dia mengeluarkan orang-orang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh dan kegelapan kepada cahaya” (65:11,12).
Alangkah mengherankannya bahwa hanya ada serupa saja kata itu dipakai mengenai pribadi Rasulullah saw. dan Masih Mau'ud a.s., namun berkenaan dengan Rasulullah saw. diberi arti lain dan berkenaan dengan Almasih diberi arti lain lagi. Tatkala beliau saw. dilahirkan di bumi ini juga, dan berkenaan dengan beliau dipergunakan kata nuzul, maka apa yang mengherankan ialah, jika kata itu pula dipakai mengenai Masih yang akan datang itu berarti kelahiran dan diutusnya beliau.
MENGAPA MASIH MAU'UD DISEBUT ISA IBNU MARYAM
Keraguan ketiga, dikatakan orang bahwa di dalam hadis-hadis nama pribadi yang akan datang disebut Isa Ibnu Maryam. Jadi dengan demikian agaknya beliau a.s. itu sendirilah yang akan datang. Akan tetapi para penyanggah tidak memikirkan bahwa di dalam syair-syair mereka kata Isa sering dipergunakan untuk orang lain, namun mereka menganggap hal itu bukan suatu yang layak disangkal. Akan tetapi apabila di dalam firman Allah Taala nama seseorang disebut Isa, maka mereka menjadi heran karenanya.
Kemudian sehari-hari orang menggelari orang-orang dermawan Hatam Taya, dan orang-orang ahli pikir Tusi, dan orang-orang yang berbakat menggali masalah-masalah Fakhru Razi. Namun berkenaan dengan sebutan Ibnu Maryam di dalam hati mereka terbit prasangka-prasangka. Seandainya sebutan Ibnu Maryam diberi arti pribadi tertentu, maka tidaklah Hatam Taya, atau Tusi, atau Razi diberi arti orang tertentu? Kemudian, kendati pun mereka mempergunakan kata-kata itu, mereka tidak memaksudkan orang itu benar-benar seorang dari suku Tay, atau dari Tus, atau dari Raz. Lalu mengapakah dengan sebutan Ibnu Maryam mereka mengambil kesimpulan bahwa pribadi yang akan datang itu Nabi Allah Isa ibnu Maryam itu juga yang telah berlalu seribu sembilan ratus tahun yang lalu. Padahal Taya, atau Tusi, atau Razi bukanlah nama-nama yang dipergunakan secara kiasan dalam artian lain, namun nama Maryam dipergunakan di dalam Alquranul Karim untuk menyatakan suatu keadaan tertentu. Sebagaimana Allah Taala berfirman,
Insert 39
“Dan Allah Taala mengemukakan isteri Firaun sebagai misai bagi orang-orang beriman, ketika ia berkata, 'Ya Tuhanku, bangunkalah untukku sebuah rumah di sisi Engkau di dalam sorga, dan selamatkan lah daku dari Firaun dan dari perbuatannya; dan selamatkanlah daku dari kaum yang zalim “(66:12),
Atau, menamsilkan orang-orang mukmin sebagai Siti Maryam seperti tercantum,
Insert 40
“Dan ingatlah Maryam puteri Imran yang memelihara kesucian dirinya maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya dari roh Kami dan ia membenarkan khabar gaib yang disampaikan kepadanya dalam kalimat Tuhannya dan yang terkandung dalam Kitab-kitab-Nya; dan adalah dia termasuk orang-orang taat” (66:13).
Walhasil, apabila Allah Taala menyebut suatu keadaan pada diri seorang mukmin dengan keadaan Maryam, dan orang mukmin demikian disebut Maryam, maka mengenai seseorang yang dijanjikan kedatangan nya Allah Taala mempergunakan sebutan Ibnu Maryam, tidaklah itu akan berarti bahwa ia dari keadaan Maryam setahap demi setahap akan sampai kepada keadaan Isa? Awal hidupnya akan menyerupai Siti Maryam suci dan tak bernoda, dan pada akhir jenjang hidupnya ia akan menyerupai Isa a.s. dibantu Rohuikudus, dan akan melewatkan akhir hidupnya itu dengan memperbaiki dunia dan menegakkan kebenaran,
Bagi ulama-ulama pada zaman ini telah menjadi haramlah merenungkan rahasia-rahasia Alquran dan menyelam ke dalam lautan makrifatnya untuk mengeluarkan mutiara-mutiara ilmu. Sekiranya mereka memperhatikan ilmu-ilmu yang para ulama rohani telah menarik kesimpulan dengan merenungkan Alquranul Karim dan dengan memperhatikan kehidupan para nabi serta memperhatikan ucapan-ucapan beliau-beliau dan telah dicantumkan di dalam kitab-kitab mereka, niscayalah orang-orang itu tidak akan tergelincir.
Hadhrat Syeikh Shahabuddin Suhrawardi telah menulis di dalam bukunya, “Awanf'alMa'arif” bahwa selain kelahiran jasmani ada pula kelahiran lain yang disebut kelahiran maknawi (kiasan). Untuk mendukung pernyataannya itu, beliau tidak mengutip ucapan orang lain melainkan mengutip ucapan Nabi Isa a.s. sendiri. Beliau berkata,
Insert 41
Yakni,
“Murid merupakan bagian daripada Sheikh, seperti halnya kelahiran anak secara jasmani merupakan bagian daripada ayahnya. Kelahiran itu menjadi kelahiran maknawi (kiasan) seperti halnya diriwayatkan dan Hadhrat Isa O.S., 'Tak ada seorang manusia dapat memasuki kerajaan samawi selama ia belum dilahirkan dua kali'. “
Kemudian Syeikh itu sendiri berkata, bahwa dengan kelahiran pertama timbul perhubungan dengan alam jasmani dan dengan kelahiran kedua ia mengadakan perhubungan dengan alam rohani. Allah Taala pun berfirman, “Demikianlah kekuasaan kerajaan di dunia dan di atas langit yang Kami perlihatkan kepada Ibrahim, supaya ia jadi di antara orang-orang yang yakin.” Demikianlah kata Syeikh.
Kiranya jelas dari contoh di atas, bahwa menurut Syeikh Syahabuddin Suhrawardi, bagi tiap insan perlu adanya kelahiran maknawi. Untuk mendukung pendapat beliau, dikemukakan oleh beliau sebuah ayat Alquranul Karim dan kemudian beliau mengemukakan sebuah ucapan Hadhrat Almasih a.s.. Jadi, jika kelahiran maknawi merupakan suatu hal yang mesti, lagi pula dinyatakan oleh Hadhrat Almasih sebagai suatu keharusan guna kemajuan rohani, maka apakah kelahiran ini bagi Almasih yang dijanjikan itu justru akan mustahil dan tak mungkin terjadi?
Ringkasnya, kedatangan Hadhrat Almasih kedua kali setelah hidup kembali adalah bertentangan dengan sifat keagungan Allah Taala dan Kalam-Nya, dan pula menyalahi kebesaran Rasul-Nya saw. lagi pula jelas berlawanan dengan sabda-sabdanya. Kepercayaan yang berlandaskan pada hal-hal itu timbul karena kurang penyelidikan dan sebagai akibat dari kurang pemikiran. Hal sebenarnya ialah, dari tengah umat ini pula akan datang seorang yang bercelupkan warna Almasih, sedang orang itu pun telah datang. Dengan keberkatannya banyaklah orang telah memperoleh petunjuk, dan banyak orang yang sesat jalan telah menempuh jalan lurus.
KESINAMBUNGAN WAHYU DAN KEDATANGAN NABI-NABI
Kecaman keempat dilontarkan kepada kami ialah karena kami berpendapat bahwa sesudah Rasulullah saw. rangkaian wahyu dan rangkaian kenabian masih tetap berlangsung. Kecaman ini pun adalah akibat dari kurang penyelidikan atau rasa permusuhan dan sikap tidak bersahabat. Hal sebenarnya ialah kami tidak terlampau terikat pada kata-kata belaka. Yang kami sukai ialah sesuatu yang di dalamnya terdapat kehormatan bagi Tuhan atau Rasul-Nya. Sejenak pun kami tidak akan Sekali-kali membenarkan bahwa sesudah Rasulullah saw. akan datang seseorang banggakan menyudahi kerasulan beliau dan akan menetapkan Kalimah Syahadat baru dan kiblat baru dan membawa serta syariat baru atau mengubah salah suatu hukum syariat; atau mengajak orang-orang meninggalkan ketaatan kepada Rasulullah saw. dan menarik mereka supaya taat kepadanya; atau ia sendiri berada di luar ketaatan kepada Rasulullah saw. atau sedikit mendapat keberkatan tanpa perantaraan Rasulullah saw. Seandainya seseorang yang serupa itu datang maka pada hemat kami agama Islam akan jadi batal dan segala janji Allah Taala yang disampaikan kepada Muhammad Rasulullah saw. niscaya dusta belaka.
Akan tetapi kami sedikit pun tidak dapat menyukai kalau pribadi Rasulullah saw. dipandang serupa itu, seolah-olah beliau telah merintangi segala keberkatan Ilahi. Dan daripada beliau membantu kemajuan dunia, malahan beliau menjadi perintang jalan kemajuan itu. Seolah-olah, naudzubillah min dzalika, daripada menyampaikan manusia kepada Allah Taala, malah beliau memahrumkan (menjauhkan) mereka dari pencapaian martabat tinggi dalam upaya perjumpaan dengan Allah.
Seperti halnya pikiran pertama merupakan sesuatu yang mendatangkan kebinasaan bagi Islam, demikian pula pikiran kedua ini pun merupakan suatu serangan berbahaya terhadap wujud Rasulullah saw. Dan kami tidak akan menerima pikiran demikian itu, maupun tidak akan mentolerir (menenggang) pikiran demikian itu.
Kami berkeyakinan bahwa Rasulullah saw. merupakan rahmat bagi dunia. Kami berkeyakinan penuh bahwa hal itu nampak kepada orang-orang yang bermata. Beliau datang tidak memiskinkan dunia dari keberkatan samawi, melainkan dengan kedatangan beliau sungai keberkatan-keberkatan Ilahi malah menjadi jauh lebih deras mengalirnya daripada yang sudah-sudah. Jika dahulu keberkatan-keberkatan mengalir bagaikan sebuah anak sungai maka sekarang keberkatan-keberkatan itu mengalir laksana sebuah sungai. Sebab, dahulu ilmu tidak/belum sampai kepada taraf kesempurnaannya sedangkan tanpa ilmu yang sempurna kearifan yang sempurna pun tidak akan dapat dicapai, dan kini ilmu telah mencapai taraf kesempurnaannya. Di dalam Alquranul Karim telah diterangkan segala hal yang tidak diterangkan di dalam Kitab-kitab terdahulu.
Jadi, dengan perantaraan Rasulullah saw. orang-orang memperoleh ilmu kerohanian dalam cakrawala kearifan. Dan disebabkan oleh penambahan di dalam kearifan itu kini orang-orang dapat mencapai martabat tinggi yang orang-orang dahulu tidak dapat mencapainya itu. Jika keimanan yang demikian itu tidak dianut., kemudian apalah kelebihan Rasulullah saw. daripada .para nabi lain? Walhasil, kami mengingkari kenabian yang diperoleh dengan membebaskan diri dari Rasulullah saw. semacam itu, dan oleh sebab itulah kami menolak kedatangan Almasih dari Nazareth sesudah Rasulullah saw. Akan tetapi, kami tidak dapat mengingkari kenabian yang dengan kenabian semacam itu kemuliaan Rasulullah saw. menjadi lebih tinggi.
Pembaca yang budiman !
Semoga Allah menjadikan hati Anda tempat berlabuh cahaya demi cahaya, dan melapangkan dada Anda untuk menerima kebenaran. Kenabian yang disertai syariat itulah yang mengakhiri rangkaian kenabian yang dahulu; dan syariat nabi yang terdahulu hanya dapat dibatalkan oleh kenabian yang diperoleh secara langsung. Akan tetapi, bentuk kenabian yang diperoleh berkat dan karena mengikuti nabi terdahulu dan tujuannya untuk menyebarluaskan kenabian terdahulu dan untuk menampakkan kebesaran dan keagungannya, kenabian semacam itu tidak merendahkan derajat kenabian yang terdahulu, bahkan menampakkan kemuliaannya.
Bahwasanya kenabian semacam itu dapat diperoleh di dalam umat ini, jelas kita ketahui dari Alquran dan dibenarkan oleh pikiran sehat; dan andai kata umat ini tidak memperoleh kenabian semacam itu, maka umat ini tidak mempunyai sesuatu kelebihan dari umat nabi lain. Rasulullah saw bersabda bahwa di tengah-tengah umat Hadhrat Musa a.s. telah berlalu banyak muhaddats (pribadi-pribadi yang mendapat kehormatan bercakap-cakap dengan Allah). Jadi, apabila daya kudusiah (quwat qudsiah) Rasulullah saw pun hanya dapat menyampaikan manusia hingga ke martabat muhaddats saja, maka apakah kelebihan beliau dari para nabi yang lain? Kemudian bagaimana beliau dapat dijuluki Penghulu anak-cucu Adam dan Pemimpin nabi-nabi?
Untuk menjadi sebaik-baik rasul di antara segala rasul dihendaki agar di dalam pribadi beliau saw terdapat beberapa keutamaan yang tidak terdapat pada para nabi terdahulu. Pada hemat kami keutamaan semacam itu hanya terdapat di dalam pribadi beliau saw karena orang-orang dari umat para nabi terdahulu hanya dapat mencapai martabat muhaddats berkat kekuatan daya tarik beliau-beliau. Akan tetapi, orang-orang dari umat Rasulullah saw dapat mencapai martabat kenabian juga; dan inilah yang merupakan keutamaan daya kudusiah beliau saw yang memenuhi hati seorang mukmin dengan rasa cinta kasih terhadap beliau saw.
Apabila dengan kedatangan beliau saw kenabian semacam itu pun telah tertutup maka kedatangan beliau bagi dunia menjadi bagaikan sebuah azab, dan wujud Alquran menjadi tak berfaedah. Sebab dalam keadaan demikian kita harus mengakui bahwa sebelum beliau diutus, insan senantiasa mencapai derajat yang setinggi-tingginya. Akan tetapi sesudah beliau diutus, insan telah dicegah dari memperoleh derajat-derajat itu. Kita harus mengakui pula bahwa Kitab-kitab sebelum Alquranul Karim senantiasa membantu dalam memperoleh derajat kenabian. Yakni, dengan perantaraan Kitab-kitab itu insan senantiasa mencapai martabat ketika Allah Taala memilih dia dan mendidiknya supaya mencapai martabat kenabian: akan tetapi dengan mengikuti Alquran insan tidak dapat mencapai derajat itu. Apabila benar-benar demikian halnya, maka hati para penyembah Tuhan sejati akan mati dan mereka akan berputus asa sebab menyangka bahwa dengan kedatangan Sang Pembawa Rahmat bagi sekalian alam dan Sang Penghulu para nabi itu sekarang pintu-pintu baru akan terbuka bagi kemajuan rohani mereka dan mereka akan lebih dekat kepada Kekasih mereka, Rabb seru sekalian alam: tetapi malah kebalikannya yang terjadi naudzllbillah minzalik. pintu-pintu yang tadinya terbuka itu dengan kedatangan beliau saw. menjadi tertutup.
Apakah seorang mukmin tega hati biar sejenak mempunyai pikiran semacam itu berkenaan dengan Rasulullah saw? Apakah seorang pecinta beliau dapat berpegang pada akidah semacam itu barang sesaat pun? Demi Allah, beliau merupakan samudera keberkatan dan merupakan bentangan langit untuk kemajuan rohani yang luasnya tiada seorang pun dapat menghinggakan. Beliau tidak menutup pintu-pintu rahmat, bahkan membukakannya. Perbedaan di antara beliau saw. dan para nabi terdahulu ialah pengikut para nabi terdahulu hanya dapat mencapai martabat mahaddats, sedangkan untuk memperoleh martabat kenabian mereka memerlukan suatu pendidikan tersendiri. Akan tetapi dengan menjadi pengikut Rasulullah saw, seorang insan dapat sampai kepada martabat kenabian; namun demikian ia tetap menjadi umat beliau saw. Betapapun juga ia memperoleh kemajuan, ia tidak dapat melepaskan diri dari pengabdian kepada beliau saw. Ketinggian derajatnya tidak membebaskan dia dari sebutan ummati, bahkan kian tinggi ia derajatnya kian berhutang budi ia kepada Rasulullah saw. Sebab, berkenaan dengan kedekatan kepada Allah, beliau telah mencapai suatu tingkat yang orang lain tidak pernah mencapainya. Beliau telah menjangkau puncak demikian tingginya sehingga orang lain tak mampu menjangkaukan tangannya sekalipun. Kemajuan beliau melaju demikian cepatnya sehingga daya cipta kita tidak dapat memperkirakannya. Walhasil, umat beliau pun telah melangkahkan kaki mereka karena langkah kaki beliau saw. dan karena kemajuan beliau mereka pun memperoleh kemajuan.
Martabat Rasulullah saw. seperti telah diterangkan di atas, memaksa kami untuk percaya bahwa rangkaian kenabian semacam itu masih terbuka sesudah beliau saw. karena di dalam kerangka gagasan itu terdapat kemuliaan beliau dan menutup rangkaian itu bahkan merupakan penghinaan besar terhadap beliau saw.
Siapakah yang tidak mengerti bahwa tanda seorang guru yang cakap ialah adanya sejumlah murid yang cakap; dan tanda seorang maharaja yang berkuasa ialah ada raja-raja besar bernaung di bawah kedaulatannya. Apabila murid-murid seorang guru rendah dalam mutunya, guru itu tidak dapat disebut guru cakap. Apabila orang-orang bawahan seorang raja rendah mutunya, raja itu tidak dapat disebut raja besar. Raja diraja adalah gelar kemuliaan, bukan kehinaan serta kenistaan. Demikian pulalah halnya seorang nabi yang umatnya mencapai martabat kenabian ummati dan tetap menjadi ummati, adalah lebih agung dari nabi-nabi terdahulu. Sebenarnya, kekeliruan yang dibuat orang-orang Islam dewasa ini telah terjadi karena mereka keliru memahami arti kenabian. Kami katakan, dewasa ini, ialah, karena buku-buku karya para rohaniwan dahulu menyatakan pendapat berlawanan dengan kepercayaan yang dianut orang-orang pada masa kini, seperti umpamanya Hadhrat Muhyiddin ibnu Arabi r.a., Hadhrat Mula Qari r.a., Allama ibnu Qayyim r.a., Hadhra tMaulana Rum, Hadhrat Mujadid abad keduabelas Sheik Ahmad Sirhindi,dan lain-lain. Konsepsi yang keliru timbul karena orang-orang Islam mulai menafsirkan kata “nabi” dengan cara yang salah. Mereka berpendapat bahwa seorang nabi ialah orang yang membawa suatu syariat baru atau membatalkan nabi yang sebelumnya. Akan tetapi, hal yang sebenarnya ialah ketentuan-ketentuan semacam itu tidak menjadi keharusan bagi seorang nabi. Mungkin pulalah bahwa seorang nabi termasuk di antara salah satu di antara ketiga jenis kenabian itu. Lagi pula ada kemungkinan seseorang tidak termasuk di dalam ketiga ketentuan tersebut; ia tidak membawa suatu Kitab baru, tidak membatalkan sesuatu hukum di dalam syariat sebelumnya, dan kenabiannya tidak ia peroleh secara langsung (tidak mengikuti ajaran nabi sebelumnya, Peny.), namun demikian ia seorang nabi juga. Sebab, kenabian dikatakan kepada suatu martabat istimewa kedekatan kepada Allah Taala, yang pada martabat itu tugas orang yang dilimpahi barkat itu memperbaiki keadaan dunia. Ia menarik serta membawa manusia menuju Allah Taala. Ia menganugerahkan kehidupan kepada setiap orang yang hatinya mati. Ia menyirami tanah yang telah menjadi kering gersang. Ia menyampaikan kepada manusia Kalam yang diturunkan Allah sebagai petunjuk bagi manusia. Ia membangun suatu jemaat yang membuktikan seluruh kehidupan mereka bagi penyebaran kebenaran, dan karena melihat suri teladannya mereka memperbaiki hati mereka lalu meluruskan perilaku mereka sendiri. pendek kata, penampikan terhadap kenabian timbul karena kesalahan mengartikan pengertian kenabian. Padahal beberapa corak kenabian meningkatkan kemuliaan beliau saw. dan bukan merendahkannya.
ARTI KHATAMUN NABIYYIN
Dikatakan orang, bahwa Alquranul Karim menutup rangkaian ke nabian sesudah Rasulullah saw, sebab Tuhan berfirman.
Insert 47
“Muhammad Sekali-kali bukanlah bapak salah seorang laki-laki di antara kamu, melainkan ia adalah Rasulullah dan Khataman Nabiym. “ (33:41)
Jadi, sekarang tidak akan datang lagi seorang nabi pun. Walaupun mereka membuka Alquran, tetapi tidak nampak kepada mereka bahwa Allah Taala menyebut Insert 47bdengan tanda fatah di atas huruf dan bukan dengan tanda kasrah di bawah huruf Insert 47c Sedangkan kata Insert 47ddengan tanda fatah di atas huruf Insert 47e berarti stempel, dan bukan berarti menutup; dan stempel dipergunakan untuk mengabsahkan sesuatu. Jadi, ayat itu berarti Muhammad saw. adalah stempel bagi para nabi, sebagaimana Imam Bukhari r.a. di dalam kitab beliau, “Shahih Bukhari”, telah memberi arti kepada Khataman Nabiyyin sebagai stempel bagi para nabi. Untuk menjelaskan ayat itu beliau mengutip hadis-hadis yang menunjukkan bahwa pada jasad suci Rasulullah saw. terdapat sebuah stempel kenabian.
Alangkah baiknya seandainya orang-orang memperhatikan kata-kata Alquran dan merenungkan pokok masalah yang sedang diuraikan di dalam ayat itu mereka tidak akan keliru dan niscaya mereka akan me ngetahui bahwa di dalam ayat itu lebih dahulu dijelaskan bahwa Muhammad saw. bukanlah bapak salah seorang laki-laki di antara kamu sekalian; kemudian setelah itu kata Insert 47f(melainkan) disisipkan sebelum Insert 47g Sekarang jelaslah, kata Insert 47hbiasanya dipergunakan untuk menghilangkan keraguan. Setiap orang Islam mengetahui bahwa dari kalimat pertama juga timbul keraguan, Allah Taala berfirman di dalam Surah Al-Kautsar,
Insert 47i
“Sesungguhnya musuh engkau dan bukanlah engkau yang putus keturunan. “(108:4).
Sedangkan dalam ayat tadi (33:41) Allah sendiri mengakui bahwa beliau saw. tidak akan mempunyai anak-anak Laki-laki. Jadi untuk menghilangkan keraguan itu Dia mempergunakan kata Insert 48 dan menerangkan bahwa dengan pernyataan itu dapat timbul keraguan di dalam hati sementara orang, maka untuk itu Dia menghilangkan keraguan dengan cara demikian, yaitu, walaupun beliau saw. bukan bapak seorang laki-laki, namun demikian tidak dapat beliau disebut abtar (tak berketurunan), sebab beliau adalah seorang rasul Allah. Jadi, silsilah kerohanian meluas jangkauannya dan keturunan rohani beliau akan tidak terhingga banyaknya. Kemudian dengan kata-kata Insert 48b pokok masalah pertama lebih diintensipkan lagi; yaitu tidak hanya banyak orang mukmin akan menjadi keturunannya bahkan beliau menjadi stempel bagi para nabi juga. Dengan stempel beliau insan akan dapat mencapai martabat kenabian. Jadi beliau bukan saja bapak bagi orang-orang biasa melainkan menjadi bapak bagi para nabi juga. Pendek kata, di dalam ayat tersebut pintu kenabian semacam yang diterangkan sebelumnya itu telah dibuka dan bukannya ditutup. Ya, tidak syak lagi bahwa pintu kenabian yang membawa syariat baru atau diperoleh secara langsung, menurut ayat itu telah tertutup; sebab, jika kenabian semacam itu masih ada maka dengan kenabian seperti itu kebapakrohanian. akan berakhir dan keadaan demikian itu disangkal di dalam ayat itu.
ARTI HADIS “LA NABIYA BA'DI” DAN “AKHIRUL ANBIYA”
Dikatakan orang juga bahwa Rasulullah saw. bersabda,
Insert 48c “Aku ini terakhir dari antara nabi-nabi”dan beliau bersabda, Insert 48d “Tidak ada nabi sesudah aku “ Jadi menurut hadis-hadis itu sesudah beliau tiada seorang nabi pun dapat datang. Akan tetapi sungguh sayang, orang-orang itu hanya melihat kata-kata Insert 48e akan tetapi di dalam hadis “Muslim” yang berkaitan dengan hadis itu ada kata-kata yang berbunyi Insert 49 “Mesjidku akhir segala mesjid” (Shahih Muslim, jilid l, bab “Fadhilatus Shalat Bainal Masjidain Makkah wal Madinah”).
Apabila Insert 49b berarti bahwa sesudah beliau tidak akan datang nabi macam apa pun, maka Insert 49c pun akan berarti juga bahwa sesudah Mesjid Nabawi tidak akan dapat didirikan suatu mesjid apa pun. Akan tetapi orang-orang itu juga yang dengan perkataan Insert 49d mendasarkan pendiriannya menolak segala corak kenabian. Kendatipun adanya kata-kata Insert 49e mereka tidak hanya mendirikan mesjid-mesjid baru bahkan mesjid-mesjid sedang didirikan demikian banyaknya sehingga dewasa ini di beberapa kota, disebabkan oleh kebanyakannya itu banyak yang menjadi sunyi. Di beberapa tempat sukar sekali kita dapati jarak sejauh 20 yard di antara satu mesjid dengan mesjid lain. Apabila disebabkan oleh kedatangan Insert 49f tidak seorang manusia pun dapat menjadi nabi maka sesudah Insert 49g mengapakah mesjid-mesjid lainnya pun terus menerus didirikan?
Jawaban yang mereka berikan atas pertanyaan itu ialah, kata mereka, mesjid-mesjid ini kepunyaan Rasulullah saw. juga; sedangkan di dalam .,mesjid-mesjid itu dilakukan ibadah dengan mengikuti cara itu juga, yang untuk melaksanakan cara itu Rasulullah saw. telah menyuruh dirikan mesjid. Jadi, sebab mesjid-mesjid ini merupakan bayangan mesjid itu, oleh karena itu mesjid-mesjid ini tidak terpisahkan daripadanya, oleh sebab itu tidak menyangkal kehadiran mesjid itu. Jawaban ini tepat! Akan tetapi kami berkata serupa itu pula bahwa kendati pun ada perkataan Insert 49h berarti juga dapat datang nabi yang merupakan bayangan kenabian Rasulullah saw. Dan, daripada membawa syariat baru, mereka hanya mengikuti syariat Rasulullah saw. dan mereka diutus hanya untuk menyebarkan ajaran beliau saw., serta segala sesuatu yang mereka dapati adalah karena kebarkatan beliau saw. belaka. Dengan kedatangan nabi-nabi semacam itu Sekali-kali tidak mengurangi kedudukan beliau saw. sebagai Akhirul Anbiyya, seperti halnya dengan menyuruh mendirikan mesjid-mesjid baru sesuai dengan model mesjid beliau, sekali kali tidak mengurangi kedudukan mesjid beliau sebagai Akhirul Masajid.
Demikian pula kalimat Insert 50 pun tidak mengandung arti bahwa sesudah beliau tiada seorang nabi pun dapat datang; bahkan berarti, tidak dapat datang seorang nabi yang memansukhkan (membatalkan) syariat beliau saw. Sebab, sesuatu dapat dikatakan barang terakhir ialah jika barang yang lama sudah mulai habis. Jadi, nabi yang datang untuk mengukuhkan kenabian Rasulullah saw. tidak dapat disebut seorang nabi karena ia terangkum di dalam kenabian Rasulullah saw. La baru dapat disebut nabi sesudah beliau saw. apabila ia memansukhkan salah suatu hukum syariat beliau saw.
Seorang manusia bijaksana biasa merenungkan setiap masalah dengan sedalam-dalamnya sampai ke dasar arti tiap kata. Mungkin karena kekhawatiran terhadap orang-orang yang dapat menjadi mangsa kekeliruan semacam itulah Siti Aisyah r.a. bersabda,
Insert 50b
yakni
“Wahai manusia, katakanlah, sesungguhnya beliau saw. adalah Khatamul Anbiya, tetapi jangan Sekali-kali kamu mengatakan, tidak ada nabi sesudah beliau “ (Takmala Mafmul Nahar, halaman 15).
Apabila menurut pendapat Siti Aisyah r.a. sesudah Rasulullah saw. tidak dapat datang nabi macam apa pun maka mengapakah beliau r.a. melarang orang-orang mengatakan Insert 50c (tidak ada nabi sesudah beliau). Dan apabila pendapat beliau itu tidak benar maka mengapakah para sahabat tidak menyangkai ucapan beliau r.a. itu? Walhasil, adanya beliau mencegah ucapkan perkataan Insert 50d menunjukkan bahwa pada hemat beliau, sesudah Rasulullah saw. Dapat datang nabi; akan tetapi nabi yang membawa syariat atau yang bebas dari Rasulullah saw. tidak dapat datang. Kenyataan bahwa para sahabat tinggal diam ketika Siti Aisyah r.a. berucap demikian menunjukkan bahwa para sahabat semuanya pun berpendirian mengenai masalah itu seperti beliau r.a.
ALQURAN DAN MASALAH KENABIAN
Sungguh kasihan orang-orang yang karena tidak merenungkan Alquranul Karim, mereka sendiri tergelincir, lalu menggelincirkan orang lain. Kasihan pula mereka yang masih parah kepada orang-orang yang tidak tergelincir seperti mereka dan menganggap orang-orang itu tidak beragama dan kafir. Akan tetapi seorang mukmin tidak takut pada perkataan orang-orang. Ia hanya takut pada kemurkaan Tuhan. Apakah yang dapat diperbuat oleh manusia untuk mencelakakan orang lain? Paling-paling ia akan membunuhnya. Akan tetapi seorang mukmin tidak takut mati. Baginya kematian merupakan wahana (jalan) untuk menjumpai Kekasihnya. Alangkah baiknya jika mereka mendalami Alquranul Karim, karena niscaya mereka akan mengetahui bahwa Alquran adalah bagaikan suatu khazanah kaya-raya, suatu gudang yang tidak akan pernah habis dan memenuhi segala keperluan manusia. Di dalamnya diterangkan demikian banyak jalan menuju kemajuan kerohanian, sehingga di dalam Kitab-kitab sebelumnya tidak diterangkan barang seperseratusnya pun. Apabila mereka mengetahui hal itu maka mereka tidak akan merasa puas dengan keadaan mereka yang bagai seekor katak di dalam tempurung. Kebalikannya mereka akan melangkahkan kaki untuk mencari jalan menuju kedekatan kepada Allah. Seandainya mereka mengenal nilai perbaikan hati daripada mengenal nilai kata-kata, niscaya mereka tidak akan merasa puas dengan mencari ilmu lahiriah bahkan kebalikannya mereka akan berusaha mengadakan hubungan dengan Allah Taala. pula pada diri mereka keinginan mencari sejauh mana Alquranul Karim membuka Apabila hasrat ini telah tumbuh di dalam hati mereka niscaya akan terbit jalan kemajuan bagi manusia; maka barulah mereka akan mengetahui bahwa dahulu mereka telah girang karena mendapat kulit dan mendambakan jadi mabuk karena meletakkan bibir pada sebuah piala kosong.
Apakah sebabnya, sementara mereka membaca Surah Al-Fatihah, namun di dalam hati mereka tidak pernah terbit hasrat untuk dapat memperoleh nikmat seperti yang diterangkan di dalamnya? Sehari se malam mereka membaca limapuluh kali kalimat :
Insert 52 (“Tunjukilah kami lurus, yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka”); akan tetapi di dalam hati mereka tidak terlintas gagasan tentang nikmat apa yang sedang diminta oleh mereka. Andaikata mereka pernah sekali saja mendirikan sembahyang dengan memahami maksudnya maka akan terbitlah di dalam hatinya pikiran berkenaan dengan maksud yang terkandung di dalam kalimat
Insert 52b (dan)
Kemudian perhatian mereka dengan sendirinya akan melayang kepada ayat-ayat Surah An-Nisa seperti berikut,
Insert 52c
“Dan sesungguhnya kalau mereka mengerjakan apa yang dinasihatkan kepada mereka, tentulah akan lebih baik bagi mereka dan lebih meneguhkan; dalam keadaan demikian tentu akan Kami berikan kepada mereka nikmat besar dan sisi Kami; dan pasti akan Kami pimpin mereka ke jalan lurus. Dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul -Nya, maka mereka itu termasuk golongan orang-orang yang kepada mereka Allah memberikan nikmat, yakni, nabi-nabi, siddiq-siddiq, syahid-syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah sebaik baik kawan. Inilah karunia dan Allah, dan cukuplah Allah, Mahamengetahui. “(4:6771).
Dan ayat-ayat itu nyata bahwa kata-kata, “orang-orang yang diberi nikmat dan memimpin mereka pada jalan lurus,” berarti, mereka akan dimasukkan ke dalam golongan para nabi, para siddiq, para syahid, dan orang-orang saleh. Jadi, Allah Taala telah memberi petunjuk kepada kita dengan perantaraan Rasul-Nya supaya kurang lebih empat puluh kali setiap hari mendoa kepada-Nya untuk ditunjuki jalan lurus. Dia Sendiri memberi penjelasan mengenai “jalan lurus” itu demikian bahwa Dia memasukkan kita ke dalam golongan para nabi, para siddiq, para syahid, dan orang-orang saleh. Betapa mungkin pintu kenabian sama sekali tertutup bagi umat ini. Tidakkah ini akan menjadi bahan tertawa an? Tidakkah keagungan Allah mengungguli perolokan? Mungkinkah kiranya Dia pada satu pihak menekankan kepada kita supaya memohon diberi nikmat kenabian, kesiddiqan, kesyahidan, dan kesalehan, sedang pada pihak lain mengatakan dengan tandas bahwa Dia telah menutup nikmat-nikmat untuk selama-lamanya bagi umat ini. Sekali-kali tidak ! Tabulah Dzat Allah dari segala keaiban! Bersihlah Dia dari segala keburukan! Seandainya Dia telah menutup nikmat itu maka Dia tidak akan Sekali-kali mengajarkan kepada kita di dalam Surah Al-Fatihah doa supaya kita dituntun pada jalan yang menuju kepada golongan yang telah diberi nikmat. Kemudian Dia Sekali-kali tidak menjelaskan mengenai jalan itu bahwa dengan mengikuti Nabi-Nya itu manusia akan dimasukkan ke dalam golongan para nabijuga.
Dikatakan orang bahwa di dalam Surah An-Nisa ada ayat yang berbunyi,
Insert 53
“Beserta orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah Taala ke pada mereka, “
dan bukan,
Insert 53b
“Daripada orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah kepada mereka, “
Jadi, dengan itu berarti bahwa orang-orang dari umat ini akan beserta para nabi dan bukan termasuk golongan para nabi. Akan tetapi orang-orang yang mengemukakan keberatan itu tidak berpikir bahwa di dalam ayat itu tidak hanya disebutkan nabi-nabi saja melainkan bersama itu pun disebutkan para siddiq, para syahid, dan orang-orang saleh. Dan, apabila disebabkan oleh kata Insert 53c (beserta) ayat itu berarti seperti diartikan oleh orang-orang itu maka dalam keadaan demikian kita harus mempercayai bahwa di dalam umat ini tidak akan ada seorang siddiq pun melainkan hanya ada beberapa gelintir orang yang akan disertakan dengan para siddiq; dan seorang syahid pun tidak akan ada, melainkan hanya ada beberapa gelintir orang yang akan disertakan dengan para syuhada; dan seorang saleh pun tidak ada melainkan hanya beberapa orang saja yang akan disertakan dengan orang-orang saleh. Atau dengan perkataan lain berarti bahwa semua orang di dalam umat ini akan dimiskinkan dari segala derajat kebajikan dan ketakwaan.
Akan tetapi apakah ada juga seorang Muslim yang dapat membayangkan pikiran semacam itu di dalam hatinya? Adakah sesuatu yang merupakan penghinaan terhadap Islam, Alquran, dan Rasulullah saw. lebih dari pada kepercayaan bahwa tidak ada seorang pun orang saleh terdapat di antara umat Muhammad, melainkan hanya ada beberapa gelintir orang saja yang diikutsertakan dengan orang-orang saleh dari zaman dahulu?
Walhasil, apabila bobot kata Insert 54a akan ditekankan untuk menutup silsilah kenabian maka dengan sendirinya bersamaan dengan itu pun pintu-pintu kesiddiqan, kesyahidan, dan kesalehan akan terpaksa ditutup.
Hal yang sebenarnya ialah kata Insert 54a itu tidaklah hanya berarti kebersamaan dua buah benda berkenaan dengan tempat atau waktu melainkan kadang-kadang kata Insert 54a pun dipergunakan untuk menyatakan kebersamaan (isytirak) berkenaan dengan derajat. Sebagaimana Allah Taala berfirman,
Insert 54b
“Sesungguhnya orang munafik berada di lapisan terbawah di dalam Api; dan engkau tidak akan mendapat seorang penolong bagi mereka, kecuali orang-orang yang bertaubat dan mengadakan perbaikan, dan berpegang kepada Allah serta mereka ikhlas dalam pengabdian mere ka kepada Allah. Dan mereka ini termasuk golongan orang-orang mukmin. Dan Allah nanti akan memberikan ganjaran besar kepada orang-orang mukmin. “ (4:146,147).
Di dalam ayat ini kata-kata Insert 54c dipergunakan mengenai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang beramal saleh dan orang-orang yang berpegang teguh pada Allah dan orang-orang yang ikhias dalam ketaatan mereka. Walhasil, jikalau Insert 55a di sini diartikan bersama. maka hal demikian akan berarti bahwa kendati pun mereka memiliki semua sifat itu, namun mereka tidak akan menjadi orang mukmin, melainkan hanya akan ditempatkan bersama-sama dengan orang-orang mukmin. Hal demikian itu terang batal. Pendek kata Insert 55a kadang-kadang berarti juga persekutuan kedudukan; dan di dalam rangkuman arti itulah kalimat Insert 55b dipergunakan di dalam ayat itu.
Jelas kita mengetahui dari banyak ayat pada tempat lain juga di dalam Alquran bahwa bagi umat ini masih terbuka pintu kenabian yang merupakan bayangan atau dzil kenabian Rasulullah saw, dan untuk menyebarkan kenabian beliau saw. Kenabian itu diperoleh karena penghambaan kepada beliau saw. dan taat kepada beliau saw. Sebagaimana Allah swt. di dalam Surah A'raf sambil menyebut Rasulullah dan umat beliau, berfirman,
Insert 55c
“Katakanlah, “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan-perbuatan keji, baik yang nyata maupun yang tersembunyi, dan berbuat dosa, dan pelanggaran dengan tidak benar, bahwa kamu mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang untuknya tidak Dia turunkan suatu dalil pun, dan bahwa kamu mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui. “ Dan bagi tiap-tiap amat ada jangka waktunya; maka apabila telah datang jangka waktunya tidak dapat mereka tinggal di belakangnya sesaat pun dan tidak pula dapat mendahuluinya. Hai anak-cucu Adam! Jika datang kepada kamu rasul-rasul dan antaramu yang menerangkan kepadamu ayat-ayat-Ku, maka barangsiapa bertakwa dan memperbaiki dm, tak akan ada ketakutan menimpa mereka tentang yang akan datang, dan tidak pula mereka akan berdukacita tentang yang sudah-sudah. “(7:3436).
Dari ayat itu nyata sekali bahwa dari antara umat ini pun akan datang nabi-nabi; sebab, ketika menyebutkan tentang umat Muhammad saw. Allah swt berfirman bahwa apabila nabi-nabi datang kepadamu hendaklah kamu menerimanya; jika tidak kamu akan mendapat kesusahan.
Dalam hal ini tidak dapat dikatakan bahwa di sini ada kata Insert 56a (jikalau), dan ini menunjukkan persyaratan, sebab Allah Taala pun mempergunakan kata itu juga sesudah peristiwa keluarnya Nabi Adam a. s.. Kecuali itu apabila dianggap juga sebagai persyaratan, maka dari situpun diketahui, bahwa pada sisi Allah rangkaian kenabian tidaklah tertutup; sebab hal demikian merupakan hal yang menyalahi dengan keagungan Allah Taala, yaitu, sesuatu yang ditiadakan oleh Dia Sendiri lalu diterangkan juga oleh-Nya sebagai syarat.
Di samping kesaksian-kesaksian Alquranul Karim, dari sabda-sabda Rasulullah saw. nampak juga bahwa pintu kenabian tidak mutlak tertutup. Ternyata beliau saw. berkali-kali menyebutkan Almasih yang akan datang dengan perkataan nabi. Jikalau sesudah beliau saw. tidak mungkin ada kenabian macam apa pun, maka mengapakah beliau memanggil Almasih itu dengan sebutan nabiullah?
ORANG-ORANG AHMADI PERCAYA KEPADA JIHAD
Kecaman keempat yang dialamatkan kepada jemaat kami ialah, kami mengingkari jihad. Kami senantiasa merasa heran, mengapa orang dapat berkata dusta demikian rupa, sebab tuduhan bahwa kami mengingkari jihad adalah dusta belaka. Pada hemat kami, iman itu tidaklah sempurna tanpa jihad. Segala kelemahan serta kemunduran iman yang diderita oleh Islam dan orang-orang Islam, bahkan ketiadaan iman yang nampak pada mereka, semuanya itu hanya disebabkan oleh kemalasan mereka dalam berjihad. Jadi, menuduh kami mengingkari jihad adalah mengada-adakan dusta terhadap kami.
Apabila telah diajarkan pada puluhan tempat di dalam Alquran mengenai jihad, maka selaku seorang Islam dan pecinta Alquran, betapa mugkin kami mengingkari jihad. Ya, satu hal sangat kami tentang, dan hal itu ialah pertumpahan darah, huru-hara, pengkhianatan, perampokan, dan pengrusakan yang dilakukan atas nama Islam; sebab perbuatan-perbuatan demikian itu sangat menodai wajah Islam yang molek itu. Kami tidak dapat mentolerir bahwa karena kerakusan, ketamakan, pelampiasan hawa nafsu dan mementingkan diri sendiri menjadikan hukum-hukum Islam yang suci itu binasa. Pendek kata, kami tidak mengingkari jihad, melainkan apa yang kami tentang ialah, anggapan bahwa tindak ke zaman dan penindasan itu jihad.
Pembaca yang budiman akan dapat memahami betapa sakit hati dirasakan oleh seorang pencinta apabila ada seseorang yang mencela kekasihnya, dan betapa marahnya ia terhadap orang yang melakukan pen celaan itu. Kami pun menyatakan keluhan terhadap orang-orang yang memburukkan nama Islam dengan perbuatan mereka. Sebab sementara mereka mengaku diri orang Islam, justru mereka sendiri memusuhi Islam. Dewasa ini dunia mempunyai suatu citra bahwa Islam adalah suatu agama biadab dan rasul Islam adalah seorang raja bengis. Apakah mereka melihat di dalam kehidupan Rasulullah saw. ada sesuatu yang menyalahi ketakwaan atau kejujuran? Tidak, Sekali-kali tidak! Sebabnya ialah karena orang-orang Islam dengan tingkah laku mereka telah memasukkan ke dalam otak mereka beberapa khayalan tertentu yang tidak dapat mereka melupakannya untuk barang sekejap saja.
Menurut pendapat kami, salah satu di antara keaniayaan berbahaya yang ditimpakan terhadap pribadi Rasulullah saw ialah, orang-orang Islam sendiri telah menampilkan kepribadian Rasulullah saw. di hadapan musuh-musuh Islam dengan cara demikian rupa sehingga hati mereka menjadi benci terhadap beliau saw. dan otak mereka dipenuhi pikiran menentang beliau saw. Padahal kepribadian beliau sebenarnya merupakan cerminan sifat kasih sayang dan tidak suka memberi kemudaratan bahkan kepada seekor semut sekalipun.
Kami mendengar dari keempat penjuru teriakan-teriakan : jihad! jihad! Akan tetapi jihad macam apakah yang Allah dan Rasul-Nya menyerukan orang-orang untuk melakukannya? Dan kini, jihad manakah yang orang-orang diserukan untuk melakukannya? Alquran menyerukan kita untuk berjihad sebagai berikut,
Insert 57
“Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka (dengan Alquran) dengan jihad yang besar. “(25:53)
Akan tetapi, apakah orang-orang Islam dewasa ini menyerukan ke pada orang-orang untuk berjihad seperti jihad dengan Alquran itu? Berapa banyakkah orang-orang yang telah keluar untuk berjihad terhadap orang-orang kafir dengan membawa Alquran di tangan mereka? Apakah di dalam Islam dan di dalam Alquran tidak terdapat suatu keindahan apa pun yang dapat menarik hati orang-orang terhadapnya? Apabila hal demikian itu benar, lalu bukti kebenaran Islam itu apa? Tuturan manusia dapat menawan hati orang-orang, tetapi hanya Kalam Tuhan yang demikian tidak berkesan sehingga dengan perantaraannya hati orang-orang tidak dapat ditaklukkan? Oleh karena itu maka pedang diperlukan untuk menyuruh orang-orang beriman? Akan tetapi sampai hari ini tidak pernah terjadi hati ditundukkan dengan pedang. Bahkan Islam mengutuk keadaan yang di dalamnya agama dianut orang karena takut atau karena rayuan pesona duniawi. Sebagaimana Allah Taala berfirman,
Insert 58
“Apabila orang-orang munafik datang kepada engkau, mereka berkata, 'Kami menyaksikan bahwa sesungguhnya engkau benar-benar Rasulullah. ' Dan Allah Mahamengetahui bahwa sesungguhnya engkau benar-benar rasul-Nya; dan Allah memberi kesaksian bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar pendusta. “ (63:2)
Apabila untuk menyebarkan Islam penggunaan pedang dibenarkan, maka apakah mengenai orang-orang yang menerima Islam dengan hati mereka yang munafik, Alquran akan mengatakan dengan perkataan seperti tersebut di atas? Sebab dalam keadaan demikian orang-orang itu seakan-akan menampilkan buah ajaran Alquran. Siapakah yang dapat mengharapkan akan dapat mendirikan suatu jemaat yang terdiri atas orang-orang mukhlis dengan perantaraan pedang? Jadi, sungguh tidak benar Islam memerintahkan agar memasukkan orang-orang bukan slam ke dalam agama Islam dengan perantaraan pedang. Islamlah agama pertama yang mengatakan bahwa dalam urusan agama hendaknya ada kebebasan. Sebagaimana Allah Taala berfirman,
Insert 58b
“Tidak diperkenankan suatu paksaan di dalam agama. Sesungguhnya telah nyata bedanya kebenaran dari kesesatan. “ (2:257)
Jadi, tiap-tiap orang mempunyai hak menerima atau menolak kebenaran berdasar keterangan. Demikian pula Allah Taala berfirman,
Insert 59
“Dan berperanglah pada jalan Allah dengan orang-orang yang memerangimu, dan janganlah kamu melampaui batas. Dan ingatlah bahwa sesungguhnya Allah tidak mencintai orang yang melampaui batas. “(2:191)
Jadi, apabila Islam memerintahkan berperang-agama maka hanya terhadap mereka yang membawa nama agama memerangi orang-orang Islam dan menginginkan dengan jalan kekerasan ,agar orang-orang bukan Islam meninggalkan agama mereka. Mengenai; mereka pun orang-orang Islam diperintahkan jangan melampaui batas. Bahkan, apabila mereka berhenti dari perang, maka orang-orang Islam pun harus menghentikan peperangan semacam itu. Kemudian, betapa dapat dikatakan bahwa Islam memerintahkan supaya orang-orang Islam harus berperang terhadap orang-orang di luar agama mereka untuk menyiarkan agama mereka. Allah Taala memerintahkan berperang bukan untuk menghapuskan berbagai-bagai agama, bahkan untuk melindungi berbagai agama; sebagaimana Dia berfirman,
Insert 59b
“Telah diizinkan berperang bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuasa menolong mereka itu. Yaitu, orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata, ‘Tuhan kami hanyalah Allah; dan sekiranya Allah tiada menolak keganasan sebagian manusia dengan sebagian lain, niscaya telah dirobohkan biara-biara dan gereja-gereja Nasrani, dan rumah-rumah ibadah orang-orang Yahudi dan mesjid-mesjid yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya, Allah pasti menolong orang yang menolong agama-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuat lagi Mahaperkasa. “(22:40,4 41).
Ayat ini menerangkan dengan kata-kata yang begitu tegas bahwa peperangan agama baru dibenarkan apabila suatu bangsa melarang orang mengatakan Insert 60 (Tuhan kami hanyalah Allah ). Yakni, mereka mengadakan campur tangan dalam agama. Tujuan mereka bukan hendak meruntuhkan tempat-tempat peribadatan bangsa lain dan menyuruh bangsa lain meninggalkan agama mereka atau membunuh mereka melainkan tujuan mereka ialah agar dengan perantaraan mereka segala agama akan terpelihara dan tempat-tempat peribadatan kepunyaan semua agama tetap berdiri hendaknya. Inilah tujuan yang sesuai dengan ajaran Islam, sebab Islam datang ke dunia untuk bertindak sebagai saksi dan pelindung, bukan sebaliknya sebagai pemaksa dan penganiaya. Walhasil, jihad yang diperkenankan Islam ialah yang dilancarkan terhadap bangsa yang memaksa orang-orang keluar dari agama Islam atau mencegah orang-orang dengan kekerasan dari masuk ke dalamnya dan membunuh orang-orang yang masuk Islam karena mereka menerima agama itu. Kecuali terhadap bangsa yang demikian itu jihad tidak boleh dilancarkan terhadap agama lain. Apabila peperangan terjadi, maka peperangan yang demikian itu hanya bersifat politik dan karena alasan nasional yang bisa saja terjadi di antara dua bangsa Islam sekalipun.
Peperangan kejam yang tampil kadangkala tidak lain selain berupa perampokan dan pertumpahan darah itu malang melintang datang merembes ke dalam golongan Islam dari agama-agama lain. Padahal sedikitpun tidak terdapat jejaknya di dalam Islam. Tanggung jawab tuduhan mengenai penyebaran akidah itu paling banyak terletak pada orang-orang Kristen, yang karena itu dewasa ini paling keras menentang orang-orang Islam.
Pada abad-abad pertengahan peperangan agama semacam itu demikian merajalelanya sehingga seluruh Eropa terlibat di dalamnya. Pada satu pihak mereka (orang-orang Kristen) terus menerus menyerbu perbatasan negeri-negeri Islam seperti halnya suku-suku bangsa setengah merdeka dan perbatasan Hindustan selalu menyerbu perbatasan Hindus tan, pada pihak lain mereka terus menerus menyerbu bangsa-bangsa Eropa lain yang pada waktu itu belum masuk agama Kristen. Sedangkan di dalam penyerbuan-penyerbuan mereka yang kejam itu mereka beranggapan bahwa perbuatan itu sebagai mencari keridhaan Tuhan. Agaknya seperti lazim kalau orang di dalam keadaan marah menjadi gelap mata maka karena terpengaruh tingkah orang-orang Kristen itu, orang-orang Islam pun mulai mengadakan penyerbuan-penyerbuan seperti mereka itu. Akhirnya mereka sama sekali telah menjadi lupa akan ajaran agama sendiri, hingga suatu zaman datang ketika orang-orang yang tadinya menjadi guru mereka mulai mengecam mereka. Namun sayang sekali, kendatipun adanya kecaman itu orang-orang Islam tidak mawas diri. Dewasa ini seluruh dunia senantiasa mempergunakan senjata ini pula untuk menyerang Islam. Akan tetapi mata orang-orang Islam tidak terbuka dan mereka serta-merta menyerahkan pedang ke tangan musuh seraya mengatakan supaya mengambil pedang itu dan menyerang agama Islam. Mereka tidak menyadari bahwa peperangan kejam yang mereka namakan jihad itu tidak memberi faedah kepada Islam, bahkan kebalikannya terus-menerus merugikan. Kekuasaan manakah yang memperoleh kemenangan dengan perantaraan senjata ini? Di dalam peperangan banyak manusia tidak begitu berfaedah, bahkan yang berguna ialah kecerdikan, organisasi, pengajaran, perlengkapan, semangat, dan simpati bangsa-bangsa lain. Karena unsur-unsur tersebut beberapa bangsa kecil dapat mengalahkan pemerintahan-pemerintahan raksasa. Apabila unsur-unsur tersebut tidak dimiliki, maka angkatan-angkatan perang yang besar sekalipun menjadi lemah dan tidak berfaedah. Jadi, alangkah baiknya demi membela diri, orang-orang Islam berusaha memperoleh unsur-unsur itu dan bukan dengan menyalahartikan jihad, lalu mencemarkan nama Islam sehingga mereka sendiri merugi. Sebab, apabila orang-orang mengetahui bahwa dengan berkedok agama melancarkan peperangan yang bersifat duniawi, maka seluruh bangsa akan bersatu menentangnya, karena mereka merasa bangsa itu membahayakan dan karena bahaya itu pemerintahan seadil-adilnya pun tidak dapat tinggal dengan aman. Tiap pemerintah yang berlainan agama menganggap bahwa betapa pun baiknya berurusan dengan bangsa 'itu, ia tidak akan mendapati keamanan dari padanya; sebab, peperangan yang dilancarkannya bukan karena alasan keaniayaan atau keonaran, melainkan karena alasan perselisihan agama.
Pendek kata, kami tidak mengingkari jihad, melainkan kami menentang salah pengertian tentang jihad, yang karena salah pengertian itu Islam sangat menderita dewasa ini. Pada hemat kami, rahasia kemajuan orang-orang Islam tersembunyi dibalik penghayatan akan masalah ini. Apabila hal itu difahami mereka dengan sebaik-baiknya bahwa Jihad Kabir (jihad besar)*) dapat dilancarkan dengan perantaraan Alquranul Karim dan bukan dengan pedang.
Sekiranya mereka memahami bahwa perselisihan agama itu Sekali-kali tidak menghalalkan (untuk merampas) nyawa atau harta kekayaan atau kehormatan seseorang,**) niscaya di dalam hati mereka timbul perubahan, yang dengan perubahan itu akan dengan sendirinya membelokkan mereka ke jalan yang lurus dengan mengamalkan petunjuk Ilahi :
footnote:
Insert 62
“Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka yang merupakan jihad besar” (25 : 5 3), (Peny).
Insert 62 b
“Tapi jika mereka membiarkan kamu dan tidak memerangimu, dan menawarkan perdamaian kepadamu, maka .tidaklah Allah mengadakan bagimu suatu jalan untuk melawan mereka”
Insert 62c
“Dan berperanglah pada jalan Allah dengan orang-orang yang memerangimu dan janganlah kamu melampaui batas. Dan ingatlah bahwa sesungguhnya Allah tidak mengakui orang-orang yang melampaui batas” (2 : 191)., Peny.
Insert 62d
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dan negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil” (60 : 9), Peny.
Insert 63
“Bukanlah kebajikan kalau kamu .memasuki rumah-rumah dari beIakangnya, akan tetapi kebajikan sejati .ialah orang yang bertakwa. Dan masukilah rumah-rumah itu dari pintu-pintunya dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu berbahagia” (2:190)
mereka memahami asas-asas yang benar bagi kemajuan.
Kami telah menerangkan secara garis besar kepercayaan-kepercayaan Jemaat Ahmadiyah dan jawaban terhadap kecaman-kecaman yang dilontarkan mengenai kepercayaan itu. Sekarang kami ingin menerangkan pengakuan-pengakuan pendiri Jemaat Ahmadiyah, Hadhrat Mirza Ghulam a.s., secara ringkas dengan dalil dalilnya, agar kami dapat berlepas tangan di hadapan Allah Taala, karena kami telah menyampaikan seruan-Nya kepada pembaca dan agar setelah kehendak Allah Taala itu diketahui, akan berusaha beramal sesuai dengan kehendak-Nya itu dan semoga Anda akan mewarisi karunia-karunia-Nya dan menarik kecintaan-Nya.
PENGAKUAN HADHRAT MIRZA GHULAM AHMAD A.S.
Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad a.s. mengakui bahwa Allah Taala mengutus beliau untuk memberi petunjuk dan memberi penyuluh kepada umat Tuhan. Pengakuan beliau lainnya ialah, beliau itulah Almasih yang disebutkan di dalam hadis-hadis, dan beliau itulah Mahdi yang dijanjikan oleh Rasulullah s.a.w. Beliaulah orang yang menggenapi segala nubuatan yang tersebut di dalam kitab-kitab berbagai agama tentang kedatangan seorang pembaharu (reformer) di akhir zaman. Beliau mengaku pula bahwa Allah Taala telah mengutus beliau untuk menolong dan memberi dukungan terhadap Islam. Allah menganugerahi wawasan(kefahaman)mengenai Alquran serta membukakan kepada beliau ilmu hakikatnya, dan Dia memberitahukan kepada beliau jalan ketakwaan yang halus. Dia menyerahkan kepada beliau tugas menampakkan kemuliaan dan kebesaran Rasulullah saw. Dia menyerahkan kepada beliau tugas untuk memenangkan Islam atas segala agama lain. Beliau diutus ke dunia agar Allah Memperlihatkan kepada dunia bahwa Dia mencintai Islam dan Rasulullah saw. serta menunjukkan bahwa Dia tidak menyukai manusia menjauhi dan melalaikan kecintaan kepada Islam dan Rasulullah saw,
Demikian pula beliau mengakui bahwa disebabkan oleh karena Rasulullah saw. diutus untuk seluruh dunia dan Allah Taala menghendaki agar seluruh dunia berhimpun di bawah naungan beliau, maka Allah Taala dengan perantaraan lisan para suciwan dan segala agama yang tercinta menubuatkan kedatangan kedua kali nabi yang dahulu dalam agamanya masing-masing, agar kebencian yang timbul karena rasa kebangsaan (etnis) jangan menjadi penghalang untuk beriman kepada Rasulullah saw. sebagai Khataman Nabiyyin
.Sebenarnya di dalam nubuatan-nubuatan itu diberitahukan tentang seorang utusan ummati dan Rasulullah saw., agar dengan perantaraannya kebenaran Rasulullah saw. akan dikukuhkan dan segala agama akan berkumpul bawah naungan beliau saw. Ternyatalah semua nubuatan itu telah menjadi sempurna dengan perantaraan wujud beliau (Pendiri Jemaat Ahmadiyah) dan bagi orang-orang Kristen dan Yahudi beliau menjadi Almasih, bagi orang-orang Zoroaster beliau menjadi Masiodarbahmi , dan bagi orang-orang Hindu beliau menjadi Krishna, agar kebenaran beliau terbukti bagi pengikut segala agama dari (menurut keterangan)Kitab-kitab Suci mereka sendiri; dan kemudian dengan perantaraan beliau kebenaran agama Islam diketahui oleh mereka lalu mereka dijaring dan masuk ke dalam lingkungan orang-orang yang mengabdi kepada Rasulullah saw.
KETERANGAN-KETERANGAN TENTANG PENGAKUAN BELIAU
Sesudah kami menerangkan pengakuan-pengakuan beliau secara ringkas, kami merasa perlu menerangkan sedikit prinsip-prinsip, sebagai tolak ukur mengenai kebenaran seseorang yang mengaku diutus Allah Taala, dan kemudian dengan prinsip-prinsip itu pengakuannya hingga berapa jauh dapat diukur. Sebab, apabila seseorang telah terbukti benar-benar diutus Allah dan dikirim dari hadirat Allah, maka sebagai konsekuesinya ialah, beriman kepada segala pengakuannya adalah wajib; sebab, akal sehat tidak dapat menerima seseorang yang seandainya diutus Allah, ia menipu orang-orang dan menjauhkan mereka dari kebenaran. Seandainya tenadi demikian, maka hal itu merupakan serangan hebat terhadap ilmu Allah Taala, dan akan terbukti bahwa naudzu billah min zalik Dia sangat keliru dalam pilihan-Nya dan Dia menjadikan orang yang hatinya tidak bersih lagi kotor itu sebagai utusan-Nya. Daripada menyebarluaskan hak dan kebenaran. malah ia menghendaki kebesaran dan kehormatan bagi dirinya sendiri dan ia mengutamakan dirinya sendiri daripada wujud Allah Taala.
Selain kepercayaan yang demikian itu bertentangan dengan akal sehat, kepercayaan itu pun ditolak Alquran. Sebagaimana Allah Taala berfirman di dalam Alquran,
Insert 65
“Tidak layak bagi seorang manusia yang benar bahwa ia diberi AllahKitab dan kekuasaan dan kenabian, kemudian ia berkata kepada manusia, 'Jadilah kamu hamba-hambaku, dan bukan hamba Allah'. Bahkan ia akan berkata, Jadilah kamu orang berbakti semata mata untuk Tuhan, karna kamu senantiasa mengajarkan Kitab dan senantiasa mempelajari Kitab itu. ' Dan tidak pula layak ia menyuruhmu supaya kamu ambil malaikat-malaikat dan nabi-nabi menjadi Tuhan. Adakah ia akan menyuruhmu menjadi kafir setelah kamu menjadi orang Muslim?” (3:80,81).
Pendek kata, masalah yang pokok ialah, adakah orang yang membuat pengakuan diutus (Tuhan) itu sungguh benar atau tidak? Andaikata kebenarannya terbukti, maka kebenaran tentang segala pengakuannya pun dengan sendirinya akan terbukti pula. Kebalikannya, andaikata kebenarannya pun tidak terbukti, maka menyelidiki hal ihwalnya secara mendalam hanyalah buang-buang waktu belaka. Jadi, sesuai dengan prinsip itulah kami hendak mengkaji pengakuan beliau supaya dapat mengetahui keterangan-keterangannya secara ringkas, yang berlandaskan pada keterangan-keterangan itu beliau mengemukakan pengakuan beliau dan yang karena memperhatikan keterangan-keterangan itu ratusan ribu orang sampai kini telah menerima beliau.
DALIL-DALIL
Dalil Pertama
KEPERLUAN ZAMAN
Keterangan pertama yang dengan itu terbukti kebenaran seorang-orang tertentu diutus Allah Taala ialah keperluan zaman. Merupakan sunah Allah bahwa Dia tidak melakukan suatu pekerjaan yang tidak pada tempatnya dan tidak pada waktunya. Selama sesuatu benda tidak diperlukan, Dia tidak menurunkan benda itu. Kebalikannya, apabila keperluan hakiki timbul akan suatu benda maka Dia tidak akan menangguh-nangguhkannya. Di antara keperluan jasmani manusia tidak ada sesuatu yang tidak disediakan Allah Taala. Dia telah memenuhi keperluan manusia hingga sekecil-kecilnya. Jadi, apabila Dia telah mengatur demikian rupa untuk memenuhi keperluan duniawi manusia, maka adalah bertentangan dengan kebesaran dan keluhuran-Nya apabila Dia mengabaikan keperluan-keperluan rohaninya dan Dia tidak menciptakan sarana-sarana tertentu untuk memenuhi keperluan itu. Padahal jisim manusia merupakan benda fana. Keperluannya bersifat sementara. Tugas dan maksudnya terbatas. Kebalikannya, roh manusia telah ditakdirkan untuk menjalani kehidupan abadi dan dapat berlangsung sampai suatu jangka waktu yang tiada berhingga. Tujuan-tujuan yang akan dicapai rohmelampaui batas kemampuan akal manusia.
PETUNJUK BAGI MANUSIA MERUPAKANKARUNIA TUHAN YANG KHAS
Seandainya orang memperhatikan Sifat-sifat Allah Taala dengan pertolongan cahaya yang diperoleh dari Alquranul Karim dan tidak terlintas pada pikirannya bahwa jika keadaan rohani umat manusia menghajatkan seorang pembaharu (reformer). Allah tidak menyediakan sarana untuk dapat memenuhi keperluan manusia maka, jika demikian halnya, kejadian manusia pun akan menjadi sia-sia. Allah Taala berfirman,
Insert 68
“Dan Kami tidak menciptakan seluruh langit dan bumi serta apa yan gada antara keduanya sebagai permainan. Kami tidak menciptakan keduanya melainkan dengan hak, tapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. “ (44 : 39,40).
Duduk perkara yang sebenarnya ialah, manakala keadaan rohani umat manusia jatuh dan karenanya menghajatkan seorang pembaharu, maka Allah Taala senantiasa mengutus dan hadirat-Nya seorang pembaharu yang membawa manusia ke jalan lurus dan meniadakan kelemahan-kelemahan batin mereka. Sungguh pun menilik Sifat-sifat Allah Taala secara akal pun tidak mungkin Dia meninggalkan hamba-hamba-Nya sebatang kara, akan tetapi Allah Taala telah berkenan mengutarakan juga dengan jelas berkenaan dengan masalah ini. Sebagaimana Dia berfirman,
Insert 68b
“Don tidak ada sesuatu pun melainkan pada sisi Kamilah khazanahnya; dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran tertentu.” (15:22).
Yakni, Allah Taala menurunkan setiap benda menurut keperluannya. Tiada pekerjaan-Nya yang tanpa hikmah, yaitu, Dia tidak akan menciptakan suatu benda kalau tidak ada keperluannya. Begitu pula tangan-Nya tidak demikian sempit sehingga pada waktu perlu pun tidak dapat Dia mengulurkannya.
Demikian pula Dia berfirman,
Insert 68c
“Dan Dia telah memberikan kepadamu keperluanmu dan segala apa yang kamu memintanya, dan jika kamu hitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. “ (14 : 35).
Di dalam ayat ini apa yang dimaksudkan dengan kata-kata yangkamu memintanya ialah, keperluan hakiki saja, sebab tidak setiap benda yang diminta manusia diperolehnya. Akan tetapi yang pasti ialah, setiap keperluan hakiki yang dihajati manusia telah tertanam di dalam naluriatau fitrat manusia. Atau setiap keperluan yang pengaruhnya membekas pada kehidupannya yang tak berhingga, Dia pasti menyediakan sarana untuk memenuhinya. Itulah kaidah yang umum. Akan tetapi berkaitan dengan petunjuk Allah berfirman dengan cara khusus bahwa apabila hamba-hamba-Nya menghajatkan petunjuk-Nya, niscaya Dia menyediakan sarana petunjuk bagi mereka. Malahan tugas ini dilimpahkan-Nya kepada Diri-Nya Sendiri. Dia tidak mengikut sertakan wujud lain di dalam tugas ini. Sebagaimana Dia berfirman,
Insert 69
“Sesungguhnya kewajiban Kamilah memberi petunjuk. “ (92 : 13).
Dan, pelaksanaan pekeriaan itu dikaitkan pada Dzat-Nya Sendiri. Alquranul Karim telah menetapkan pengadaan sarana petunjuk bagi orang-orang sesuai dengan keperluan zaman. Tidak hanya wajib bahkan dari ayat itu diketahui bahwa andaikata pengaturan semacam itu tidak ada, maka manusia berhak mengajukan keberatan terhadap Allah pada hari kiamat bahwa jikalau Dia tidak mengutus orang-orang yang memberi petunjuk, mengapakah Dia meminta pertanggungjawaban dari mereka dan mengapa mereka dijatuhi hukuman. Sebagaimana Allah
Insert 69b
“Dan sekiranya kami membinasakan mereka dengan suatu azab sebelum seorang rasul diutus, tentulah mereka berkata, Ya Tuhan kami, mengapa tidak Engkau utus seorang rasul kepada kami, lalu kami ikut kepada ayat-ayat Engkau sebelum kami menjadi hina dan rendah?” (20:135).
Allah Taala menerima baik unjuk rasa keberatan mereka sertat idak menolaknya, bahkan Dia menerangkan pada banyak tempat di dalam Alquran berkenaan dengan masalah ini dan membuktikan bobot kepentingannya.
Lebih lanjut Allah Taala memandang tindakan itu sebagai suatukeaniayaan apabila Dia menurunkan azab sebelum Dia mengirimkan69
seorang pemberi petunjuk saat mereka memerlukannya. Sebagaimana Dia berfirman;
Insert 71
“Hai golongan jin dan manusia! Bukankah telah datang kepadamu rasul-rasul dari antaramu yang menceriterakan kepadamu Ayat-ayat-Ku dan memperingatkan kamu mengenai pertemuan pada ini? Berkata mereka, 'Kami menjadi saksi atas kesalahan diri kami' Dan kehidupan dunia telah memperdayakan mereka. Dan mereka sendiri telah menjadi saksi atas kesalahan diri mereka, bahwa mereka dahulunya orang-orang kafir. Kedatangan rasul-rasul .itu ialah ,karena Tahan Engkau tidak berkehendak membinasakan negeri secara aniaya, sedang penduduknya masih lalai “ (6:131,132).
Dari kandungan ayat-ayat ini nampak jelas, bahwa tanpa peringatan lebih dahulu menetapkan hujah terhadap suatu bangsa dan menjatuhkan fatwa untuk kebinasaannya adalah tindakan aniaya. Atau, dengan perkataan lain, apabila suatu bangsa menghajatkan petunjuk dan Allah Taala tidak mengutus seorang pun pemberi petunjuk, lalu Dia menghukum bangsa itu pada hari kiamat karena mereka tidak melaksanakan hukum-hukum Ilahi, itu merupakan suatu keaniayaan. Allah Taala tidaklah zalim. Jadi, tidaklah mungkin bila manusia menghajatkan petunjuk, Dia tidak menyediakan sarana bagi mereka.
PETUNJUK BAGI ORANG-ORANG ISLAM DIJANJIKAN ALQURAN SECARA ISTIMEWA
Dari keterangan tersebut di atas ternyata bahwa menurut agama Islam apabila pada suatu masa manusia memerlukan petunjuk, maka Allah Taala senantiasa menyediakan sarana petunjuk bagi mereka. Akan tetapi dari Alquran pun kita mengetahui juga bahwa selain kaidah umum itu, ada suatu janji-Nya juga yang istimewa bagi umat Muhammad saw. Janji itu ialah :
Insert 70
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Ajaran ini (Alquran) :dan sesungguhnya Kamilah yang akan memeliharanya. “ (15:10).
Adapun pemeliharaan itu meliputi dua macam yang pertama pemeliharaan secara lahiriah, dan yang kedua pemeliharaan secara maknawi (dalam segi arti). Selama kedua macam pemeliharaan itu belum terdapat, sesuatu benda tidak dapat dikatakan terpelihara. Misalnya, apabila kita menyimpan kulit, paruh, dan kaki seekor burung dengan menjejalkan jerami ke dalamnya, maka burung itu tidak dapat disebut terpelihara dan dampak perubahan zaman. Demikian pula apabila paruh dan kakinya patah dan bulunya rontok, maka burung itu tidak dapat disebut terpelihara. Sebuah Kitab Suci yang di dalamnya terdapat beberapa kalimat yang ditambah-tambahi sendiri atau beberapa kalimat dihilangkan atau bahasanya telah mati dan tidak ada yang mampu memahaminya atau tidak dapat lagi berfungsi untuk memenuhi tujuan asal mengapa diturunkan, Kitab itu tidak dapat disebut terpelihara. Sebab, kendatipun kata-katanya terpelihara namun artinya telah hilang. Padahal, artilah yang menjadi pokok. Pemeliharaan kata-kata pun dilakukan hanya demi pemeliharaan arti semata-mata. Jadi maksud pemeliharaan Alquranul Karim itu meliputi pemeliharaan kata-kata dan artinya.
Guna pemeliharaan sebagian janji-janji itu, yakni untuk memelihara Alquranul Karim secara lahiriah, Allah Taala telah mengadakan sarana yang apabila kita kaji kita akan merasa kagum dibuatnya. Sebelum Alquranul Karim turun, bahasa Arab belum tersusun; kaidah-kaidahnya belum ditertibkan, tidak ada tata bahasa, peribahasa-peribahasanya tidak terikat, kaidah-kaidah dalam ungkapan dan penuturan belum teratur, begitu pula sarana tulis menulis belum ada. Akan tetapi segera sesudah Alquranul Karim turun Allah Taala mengilhamkan ke dalam hati berbagai orang dan menyebabkan semua ilmu itu tersusun dan disempurnakan. Demi pemeliharaan Alquranul Karim semata-mata, maka dasar-dasar ilmu saraf nahu, ilmu ma'ani (rhetorics) dan bayan, ilmu tajwid, ilmu loghat, ilmu muhawarah bahasa, ilmu tarikh, ilmu kaidah penyusunan sejarah, ilmu fiqh, dan sebagainya diletakkan. Kemudian ilmu-ilmu itu demikian majunya sejauh ilmu-ilmu penunjang itu berkaitan dengan Alquranul Karim. Ternyata, di antara ilmu-ilmu lahiriah itu, saraf nahu dan loghatlah yang paling erat hubungannya dengan pemeliharaan Alquranul Karim. Ilmu-ilmu itu demikian rupa mencapai kemajuan sehingga bangsa Eropa pada zaman ini pun menilai saraf nahu dan pramasastra bahasa Arab itu paling tinggi dan paling tersusun dibandingkan dengan saraf nahu dan pramasastra semua bahasa lainnya.
Selain kemajuan limuilmu itu, untuk memelihara Alquranul Karim Dia menimbulkan keinginan di dalam hati ratusan ribu oranguntuk menghafal Alquran di luar kepala. Kalimat-kalimatnya demikian rupa dibuatnya sehingga tidak berbentuk prosa maupun berbentuk puisi; dengan demikian sangatlah mudah orang menghafalkannya. Setiap orang yang mendapat kesempatan menghafal berbagai macam kalimat mengetahui bahwa menghafal ayat-ayat Alquranul Karim lebih gampang dan lebih mudah daripada menghafal semua kalimat lain. Pendek kata, pada satu pihak Alquranul Karim diturunkan dengan kalimat-kalimat yang demikian rupa hingga jadi mudah sekali menghafalkannya, maka pada pihak lain di dalam hati ratusan ribu orang timbul keinginan untuk menghafalkannya di luar kepala. Dengan mewajibkan membaca Alquranul Karim di dalam sembahyang, setiap orang Islam diserahi tanggung jawab untuk memelihara salah satu bagian Alquranul Karim, hingga andaikan ada musuh membinasakan semua naskah Alquranul Karim — naudzubillah — maka Alquranul Karim tidak mungkin hilang dari permukaan bumi ini.
Beberapa contoh yang telah kami terangkan itu memadailah kiranya untuk. membuktikan bahwasanya bagi pemeliharaan Alquranul Karim secara lahir Allah Taala telah mengadakan banyak sekali sarana. Dengan adanya sarana-sarana itu tidaklah mungkin Alquranul Karim akan hilang.
Sekarang terbit pertanyaan, jika memelihara kata-katanya —sesungguhnya ini bukan tujuan pokok, Allah Taala telah menyediakan demikian banyak sarana, adakah mungkin Dia membiarkan segi arti begitu saja dan tidak memeliharanya? Setiap orang yang biasa mempergunakan akal dan pikiran akan menjawab pertanyaan itu bahwa Sekali-kali hal itu tidak mungkin !
Apabila Allah Taala telah mengadakan demikian rupa sarana-sarana pemeliharaan lahiriah, sudah barang tentu jauh lebih banyak lagi sarana diadakan untuk pemeliharaan batiniahnya. Hal demikian memang benar. Memang di dalam ayat suci yang berbunyi :
Insert 73
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Alquran ini dan sesungguhnya Kamilah yang akan memeliharanya. “ (15:10).
disebutkan kedua macam pemeliharaan tersebut, baik secara harfiah maupun secara maknawi.
Pemeliharaan secara maknawi itu paling tidak ialah, saat ketika manusia sudah menyeleweng jauh dan petunjuk Alquran dan cahaya Alquran Suci tinggal kata-kata saja, sedangkan hati manusia hampa dari pengaruh dan kekuasaan pancaran cahaya itu, maka Allah Taala mengadakan sarana-sarana daripada-Nya. Dengan sarana-sarana itu Dia menegakkan kembali pengaruhnya, lalu menampakkan kembali nilai kandungan maknanya. Dia mengeluarkannya dari keadaan atau nasib seperti nasib buku ceritera yang tidak berjiwa, lalu Dia melimpahkan kepadanya suatu resep yang mujarab untuk memberi kehidupan dan kesegaran. Ternyata janji-janji itu didukung oleh hadis-hadis shahih. Diriwayatkan oleh Hadhrat Abu Hurairah r.a. Rasulullah saw. pernah bersabda,
Insert 73b
“Sesungguhnya Allah Taala senantiasa akan membangkitkan untuk umat ini pada permulaan tiap abad orang yang akan memperbaharui agamanya. “ (Abu Daud, Bab Kitabul Fitn).*)
Hadis ini sebenarnya merupakan tafsiran untuk ayat Alquran,
Insert 73c
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Alquran ini dan sesungguhnya Kamilah yang akan memeliharanya. “ (15:10).
Rasulullah saw. dengan kata-kata umum menerangkan sebagian kandungan ayat itu supaya orang yang berpandangan dangkal dan kurang faham jangan sampai mengambil arti secara lahir saja dengan mengesampingkan satu sarana yang ampuh untuk menjaga keutuhan Islam, jangan-jangan ia sendiri dan orang-orang lain jadi sesat.
*)Para hafiz (ahli penghafal) sepakat atau pengesahan hadis tersebut itu, diantaranya Al Hakim dan Al Baihaqi (Hujjajul Kiramah, hlm. 133), Peny.
PEMELIHARAAN ALQURAN BERARTI PEMELIHARAAN ISLAM
Dari hadis itu kita mengetahui juga tentang saat kedatangan orang-orang yang akan memperbaiki kerusakan-kerusakan dan yang akan dibangkitkan karena orang-orang tidak mengerti lagi tujuan dan arti Alquranul Karim serta jauh dari Kalam Ilahi, ialah, permulaan tiap-tiap abad. Jadi, untuk memelihara Alquranul Karim telah dibangun bergugus-gugus benteng demikian rupa berkesinambungannya sehingga Islam tidak pernah akan kosong dari kehadiran orang-orang semacam itu, mereka merupakan sahabat-sahabat mujaddid atau sahabat para sahabat sang mujaddid itu. Dengan demikian Islam akan terpelihara dari kerusakan-kerusakan yang pernah timbul pada agama-agama lain yang menyebabkan tujuan agama-agama itu menyimpang dan menjadi tidak keruan, dan akan tetap terpelihara sesuai dengan janji Allah itu.
Kesimpulannya :
(l) Dari Alquranul Karim kita mengetahui bahwa Allah Taala senantiasa memenuhi segala keperluan yang berkenaan dengan keperluan jasmani (tabi'i) dan rohani manusia. Teristimewa keperluan-keperluan rohani, yang disebabkan oleh keluasan jangkauan pengaruhnya dan kebesaran kepentingannya, menduduki peringkat lebih utama daripada keperluan-keperluan jasmani. Seandainya Allah tidak berbuat demikian maka penciptaan alam semesta ini akan menjadi sia-sia.
(2) Allah Taala pun telah berjanji bahwa manakala hamba-Nya menghajatkan petunjuk maka Dia akan memberikan petunjuk kepadanya.
(3) Apabila Dia tidak berbuat demikian maka hamba-Nya berhak mengecam perbuatan-Nya.
(4) Apabila Dia tidak mengirimkan petunjuk pada saat petunjuk itu diperlukan dan Dia menghukum orang-orang tersesat maka perbuatan demikian merupakan kezaliman. Padahal Tuhan Sekali-kali tidak zalim.
(5) Merupakan janji istimewa bahwa, guna memperbaiki umat Islam, Dia akan senantiasa mengutus orang-orang semacam itu untuk memelihara maksud-maksud Alquran.
(6) Dari hadis-hadis kita mengetahui bahwa orang-orang semacam itu pasti akan datang sekurang-kurangnya pada permulaan setiap abad.
PERI KEADAAN UMAT ISLAM DEWASA INI
Pembaca yang budiman! Kini, semoga Allah Taala membuka jendela hati Anda dan menerima firman-firman-Nya. Sudliah Anda merenungkan, adakah zaman ini menghendaki seorang Mushlih Rabbani atau tidak? Hadis-hadis menyebutkan bahwa biasanya pada Awal tiap abad keperluan semacam itu selalu timbul, yaitu, seorang pribadi diutus oleh Allah Taala untuk menjelaskan maksud-maksud Alquran dan mengemukakan kepada orang-orang hakikat Islam yang sebenarnya. Pada waktu ini bukan saja permulaan abad sudah berlalu, malah pertengahan abad sudah hampir lewat.*)Akan tetapi, baiklah kita pun mengesampingkan dahulu hadis-hadis itu, lalu memperhatikan kenyataan-kenyataan, apakah dewasa ini seorang pembaharu diperlukan ataukah tidak? Apabila dewasa ini keadaan umat Islam dan bangsa-bangsa lain demikian baik sehingga tidak menghajatkan seorang Mushlih Rabbani, maka kita tidaklah perlu memberi perhatian kepada pengakuan siapa pun. Akan tetapi kebalikannya, apabila keadaan umat Islam berteriak-teriak mengatakan bahwa jikalau kini seorang Pembaharu tidak diperlukan maka dahulu pun seorang Mushlih tidak pernah diperlukan. Atau, apabila rasa permusuhan musuh-musuh Islam dan usaha menghapuskan Islam sudah melampaui batas, maka kita pun harus percaya bahwa pada waktu ini seyogyanya datang seorang pribadi yang akan menampilkan citia wajah Islam dalam bentuk yang aslinya serta memukul mundur serangan lawan-lawan Islam, la memberi pengertian kepada orang-orang Islam mengenai agama Islam yang sebenarnya dan membangkitkan di dalamhati mereka kecintaan kepada agama, lalu memamerkan kekuatan hidup Islam.
*) Kitab ini ditulis kurang lebih enam puluh tahun yang lalu. (Peny.)
Menjawab pertanyaan-pertanyaan bahwa bagaimanakah keadaan umat Islam dewasa ini dan sampai di manakah pembangkangan musuh-musuh Islam, pada hemat kami, jawabannya tidak mungkin dua. Setiap orang, yang karena menaruh perhatian kepada suatu kemaslahatan tertentu, tidak ingin menyembunyikan hakikat, atau sudah tidak demikian rupa jauhnya dan rasa peri kemanusiaan sehingga ia tidak mempunyai kemampuan memperbedakan antara baik dan buruk. ia tidak dapat berdiam diri tanpa mengakui bahwa dewasa ini orang-orang Islam, baik ditilik dari segi amalan maupun dari segi akidah, telah melantur jauh dari ajaran Islam yang hakiki. Andaikata pada suatu masa terdapat orang-orang secara harfiah menjadi bukti dari kebenaran ayat :
Insert 76
“Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Alquran ini sebagai sesuatu yang tidak diacuhkan” (25 : 31),
maka orang-orang yang dimaksudkan ialah mereka yang hidup pada zaman sekarang ini.
Sekarang, yang dipertanyakan tentang Islam bukan lagi hal apakah yang ditinggalkan orang-orang, melainkan ciri keislaman apa yang kiranya masih tampak di kalangan orang-orang Islam. Benarlah ungkapan yang mengatakan bahwa orang-orang Islam berada di dalam kubur dan keislaman mereka terdapat di dalam Kitab. Ciri orang Islam hanyalah terdapat di dalam Alquranul Karim, hadis-hadis shahih, dan kitab-kitab para Imam, sedangkan ciri-ciri itu sama sekali tidak dijumpai di dalam tatanan kehidupan mereka.
Pertama-tama orang-orang sama sekali tidak mengenal ajaran Islam. Andaikata pun mereka ingin mengetahuinya, maka tidak mungkin bagi mereka mengenali wajah Islam, sebab segala sesuatu yang berkenaan dengan Islam hampir-hampir telah berubah bentuknya. Sulitlah bagi seseorang yang berwatak lurus mengucapkan kalimat :
Insert 76b
“Mahasucilah Allah dan dengan puji-pujian bagi-Nya dan Mahasucilah Allah Yang Mahaagung”(Peny.)
seandainya akidah-akidah berkenaan dengan Zat Allah Yang Mahasuci, yang direka demikian rupa, diterima olehnya.
Berkenaan dengan malaikat-malaikat, mereka telah membuat-buat kisah demikian rupa sehingga, minta ampun! Mengenai wujud-wujud mereka, Allah Taala melukiskan demikian :
“Mereka mengerjakan apa yang diperintahkan kepada mereka.”(16:50)
Kadangkala mereka itu ditonjolkan sebagai pembangkang terhadap perintah Allah Taala dan ada kalanya mereka menyamar seperti manusia dan menjadi kekasih perempuan-perempuan sundal. Mereka menuduh wujud-wujud para nabi sebagai pendusta dan berdosa sehingga dengan demikian tali silaturahmi cinta yang seyogyanya harus terjalin dengan beliau-beliau, sekaligus dipenggal. Lebih-lebih, mereka membuat Kalam Ilahi menjadi sasaran campur tangan syaitan, sehingga dengan demikian menghilangkan kepercayaan terhadapnya. Mereka melukiskan ihwal minuman keras, surga, dan neraka demikian rupa sehingga pelukisan itu menjadi bahan khayalan dalam gubahan syair atau menjadi buah ceritera yang janggal kedengarannya dan mengundang tawa.
Ya, para nabi lain memang telah sayup-sayup jauh dari ingatan kita. Terhadap pribadi Rasulullah saw. pun kadang-kadang dituduhkan ceritera bahwa beliau berkasih mesra dengan Siti Zainab, dan kadang-kadang dituduhkan bahwa dengan sembunyi-sembunyi mengadakan hubungan gelap dengan seorang sahaya perempuan, dan menuduhkan peristiwa-peristiwa semacam itu, yang jauh dari nilai budi pekerti; dengan demikian telah memperlihatkan gambaran buruk mengenai pribadi beliau yang sempurna dan memiliki budi pekerti luhur itu, dan mengesampingkan kesaksian Siti Aisyah r.a., seorang wujud yang merupakan teman hidup paling akrab dengan beliau, yang mengatakan,
Insert 77b
“Akhlaknya adalah Alquran” (Majma'ul Bihar, Jilid l, halaman 372).
Dengan menciptakan teori nasikh mansukh dan menimbulkan pertentangan, menurut kata hati mereka, di dalam Alquran yang demikian sempurnanya itu banyak ayat dinyatakan mereka mansukh (batal) tanpa ada dalil dari sang pembawa syariat (Nabi Muhammad saw.) itu sendiri. Dengan demikian bagi seseorang yang biasa menggunakan pikiran, tak tertinggal sebuah ayat Alquran pun yang layak diamalkan dan layak dipercaya. Dengan membawa kembali seorang nabi dari umat Musa, yang telah wafat, mereka menampakkan sifat ketidakcakapan umat Muhammad dan memperlihatkan ketidakberdayaan Rasulullah saw.
Demikianlah peri keadaan kepercayaan-kepercayaan mereka. Keadaan amal perbuatan pun tidak kurang patut disayangkan. Hampir tujuh puluh lima prosen mereka meninggalkan mengerjakan sembahyang dan puasa. Pertama-tama orang-orang sama sekali tidak menunaikan kewajiban zakat. Kalau pun ada yang membayar zakat, barangkali dua dari seratus orang yang membayar dengan kehendak sendiri. Orang-orang, yang menjadi fardhu bagi mereka naik haji, tidak mengacuhkan kewajiban mereka. Orang-orang, yang bagi mereka ibadah haji bukan saja tidak wajib hukumnya, bahkan dalam beberapa keadaan tertentu tidak dibenarkan, pergi naik haji dengan menanggung risiko kehinaan menimpa dirinya sendiri dan membawa nama buruk kepada Islam. Mereka di antara yang sedikit sekali melaksanakan amal-amal itu melaksanakan dengan cara demikian rupa sehingga daripada menggenapi tujuan-tujuan sebenarnya hukum-hukum itu, mungkin hukum-hukum itu akan menjadi penyebab laknat dan bagi orang lain pun menjadi penyebab kenistaan. Kecuali orang-orang dari negeri-negeri berbahasa Arab, jaranglah barangkali orang yang mengetahui arti bacaan sembahyang. Akan tetapi orang-orang, yang menjalankan sembahyang tanpa mengetahui artinya pun, mengerjakannya dengan beranggapan bahwa ibadah itu suatu upeti sehingga sulitlah mereka membedakan antara rukuk dan sujud; dalam pada itu memanjatkan doa dalam sembahyang dengan bahasa sendiri dianggap juga sebagai kekafiran. Pertama orang-orang tidak menunaikan ibadah puasa. Barangsiapa menjalankannya, maka puasa mereka itu bukannya menjadi sarana untuk memperoleh pahala, bahkan menjadi penyebab azab turun, karena dimubazirkan oleh tutur kata bohong dan adat bergunjing mereka.
Peraturan-peraturan warisan sama sekali diabaikan. Mengambil uang bunga (riba) yang digambarkan oleh Alquran mengajak perang kepada Tuhan, dengan bantuan para alim ulama yang mengemukakan ribuan macam helah dan dalih, telah dibuat batasan (definisi) dan ketetapan syarat-syarat demikian rupa sehingga, barangkali sekarang, jarang orang yang terpelihara dari kebiasaan makan riba. Namun demikian, orang-orang Islam tidak mencapai kesentausaan dan kemakmuran sebagaimana dicapai oleh bangsa-bangsa lain.
Budi pekerti luhur yang pada suatu waktu dipandang sebagai warisan dan hak orang-orang Islam, sekarang budi pekerti luhur itu demikian jauhnya dari orang-orang Islam sejauh jarak kekafiran dari Islam. Suatu masa terjadi bahwa ucapan orang Islam dianggap suatu pernyataan tertulis yang tidak akan berubah. Akan tetapi dewasa ini kita jumpai bahwa ucapan yang paling tidak dapat dipercaya adalah perkataan orang Islam. Janji orang Islam tidak lebih dari sesuatu yang kosong dari hakikat, kesetiaan tinggal hanya nama belaka; kejujuran, keberanian sejati telah hilang sirna dan diganti oleh pengkhianatan, kecurangan, kepalsuan, kepengecutan, dan keberingasan. Akibatnya, seluruh dunia menjadi musuh. Perniagaan hancur, kewibawaan menghilang. Ilmu pengetahuan yang pada suatu ketika merupakan kawan seiring orang-orang Islam dan tidak lepas dari kendali mereka, sekarang ilmu itu lari dari mereka beribu mil jauhnya.
Islam yang dahulu laksana seekor naga terus menerus melahap agama-agama lain, kini agama ini terbaring lunglai tanpa daya bagaikan sesosok mayat, sementara anjing-anjing dan burung-burung pemakan bangkai mematuk-matuk dan makan dagingnya. Bagi urusan pribadi mereka sendiri mereka dapat memperoleh uang; akan tetapi guna kepentingan agama dan penyiaran agama sulit mereka mengeluarkan uang sekedar satu sen saja pun. Untuk duduk-duduk bercengkerama dan mengobrol tidak keruan dan bercanda-canda mereka dapat meluangkan waktu yang cukup; namun mereka tidak mempunyai peluang waktu sedikit pun untuk membaca-baca firman Tuhan dan menyampaikan firman Tuhan kepada orang lain.
Rasulullah saw. tidak hanya mengutuk orang-orang yang tidak bersembahyang sebagai munafik, tidak hanya menyumpahi orang-orang yang tidak suka ikut sembahyang berjemaah, malahan beliau mengutuk juga mereka yang hanya tidak suka ikut sembahyang berjemaah waktu Isya dan Subuh pun. Kendati beliau seorang wujud yang sangat pengasih beliau bersabda,
Insert 80
“Aku bersumpah dengan nama Zat Yang menguasai jiwaku. Ingin aku kumpulkan kayu bakar, lalu akan menyuruh orang azan untuk memanggil bersembahyang. Kemudian aku menyuruh orang lain menggantikan aku jadi imam, lalu aku pergi ke rumah orang-orang yang tidak ikut sembahyang berjemaah, lalu kubakar rumahnya beserta orang-orang yang ada di dalamnya. “
(Tajridul Bukhari, Jilid l, halaman 72).
Akan tetapi sekarang, jangankan melangkahkan kaki ke mesjid —kecuali menunaikan kedua sembahyang berpuluh-puluh juta orang Islam tidak meluangkan waktu untuk bersembahyang. Banyak pula di antara mereka yang—tanpa memenuhi syarat-syarat—mulai mendirikan sembahyang hanya semata-mata untuk pamer belaka, dan mereka mengenal pun tidak tentang masalah-masalah wudhu. Ringkasnya, agama Islam dewasa ini sedang hidup sebatang kara. Setiap orang mempunyai ahli waris, akan tetapi Islam tidak mempunyai seorang pun. Imam Zaman, Masih Mau'ud, Imam Mahdi as. menggambarkan keadaan umat Islam dewasa ini dengan untaian kata-kata sebagai berikut (dalam sebuah dendangan sajak bahasa Parsi, Peny.) :
Insert 83
Layaklah setiap mata orang saleh
Mengalirkan air mata darah
Melihat keadaan Islam yang morat-marit
Dan kelangkaan pribadi-pribadi Muslim sejati
Agama sejati telah digoncang mara bahaya —
dahsyat lagi mengerikan
Karena kekufaran dan kedengkian —
Dunia dilanda keributan hebat
Orang yang pribadinya sendiri mahrum
Dan tiàp kebaikan dan kebajikan
la pun mencari-cari aib pada wujud semulia-mulia Rasul
Orang yang dirinya hidup terkurung
Di dalam penjara maksiat
Ia pun tega mengecam kebesaran
Penghulu segala orang suci Muhammad saw.)
Orang buruk dan kotor
Melepas anak-anak panah kepada orang maksum
Patutlah langit menghujankan batu
Ke permukaan bumi ini
Islam berbaur dengan tanah di hadapan matamu
Apa dalihmu kelak di hadirat Ilahi,
Hai orang-orang yang bergelimang kemewahan?
Di segala penjuru kekafiran bergelora
Laksana derap lasykar Yazid
Sedang Agama sejati merana
Lunglai tak berdaya bagai seorang Zainal Abidin
Para hartawan sibuk
Di dalam kesenangan dan kemewahan
Bercengkerama suka ria
Bersama wanita-wanita cantik jelita
Siang malam alim ulama bersengketa
Karena dorongan nafsu angkara
Para sufiah sama sekali terlena
Lalai terhadap keperluan Agama
Setiap diri menempuh suatu jalan, demi
Kepentingan pribadinya yang hina dina
Karena itu segi penjagaan Agama jadi kosong
Sehingga setiap musuh berlompatan
Keluar dari persembunyian mereka
Kini tiba masa —
Seorang tolol karena kebodohannya
Mendustakan Agama yang kokoh ini
Ratusan ribu orang tolol meninggalkan agama mereka
Ratusan ribu orang jahil jadi mangsa penipu-penipu
Segala kehinaan menimpa kaum Islam —
Karena tak lain
Dalam urusan agama, semangat mereka
Tidak menyertai ghairat
Seandainya seluruh jagat
Berpaling dari agama Mustafa (saw. )
Mereka tidak tergugah oleh semangat
Seperti janin di dalam rahim ibu
Setiap saat mereka tenggelam
Dalam memikirkan dunia hina ini
Mereka membelanjakan harta
Hanya untuk anak istri belaka
Di majlis kejahatan dan kemaksiatan
Mereka menjadi kepala
Di mana pan ada kumpulan orang-orang berdosa
Mereka jugalah jadi permatanya
Mereka mengenal lepau minuman keras
Namun asing dari lorong Petunjuk
Mereka membenci wujud-wujud yang saleh
Namun mereka mencintai peminum-peminum tuak
Dua keresahan pikir mengenai agama Ahmad (saw.)
Telah melelehkan sumsum jiwaku:
Banyaknya bilangan musuh Agama
Dan kelangkaan penolong Agama
Ya Tahan, datanglah Engkau lekas!
Turunkan hujan pertolongan atas diri kami
Atau, hai Tuhanku, angkatlah diriku —
Dari tempat berapi ini
Ya Tuhan, terbitkanlah cahaya
Petunjuk dari ufuk rahmat Engkau
Dengan memperlihatkan tanda gilang gemilang
Terangilah mata orang-orang sesat !
Karena Engkau telah menganugerahkan ketulusan kepadaku
Maka di dalam derita dan sengsara ini
Aku tidak mengharapkan
Engkau mendatangkan kepadaku maut
Kegagalan di dalam ini
Pekerjaan orang-orang benar
Sekali-kali tidak akan terbengkalai
Di dalam lengan baju orang-orang benar
Tersembunyi Tangan Allah
Walhasil, keadaan zaman berseru mengatakan, “Seyogyanya pada waktu ini seorang Pembaharu (Mushlih) datang dari Allah Taala. Mulia sekali ia yang dapat menegakkan kembali Islam di atas kedua belah kakinya dan menghadapi kekafiran dengan keterangan keterangan jitu, dan dengan pedang keterangan ia memenggal kekafiran.”
Oleh karena pada permulaan abad ini, di seantero dunia hanya ada seorang yang telah mengaku diutus dari Allah untuk membela Islam, yakni Pendiri Jemaat Ahmadiyah, maka hendaklah setiap orang bijak lagi cendekia merenungkan pengakuan beliau, dan hendaknya jangan memalingkan muka setelah melihatnya dengan sepintas lalu. Jika tidak demikian, maka ia terpaksa akan mengingkari hukum Ilahi purba, dan ia mau tidak mau harus memberi pertanggungjawaban di hadapan Allah Taala mengenai kelalaiannya itu.
Sebagian orang membangkitkan rasa was-was dalam hubungan ini, bahwa Rasulullah saw. itu seorang wujud yang paripurna; oleh karena itu kini sesudah beliau tidak diperlukan lagi seorang Mushlih dan Penyuluh. Sekarang ini Alquranlah yang merupakan Mushlih dan daya kudusnyalah yang menjadi penyuluh.
Pikiran orang-orang ini, secara lahiriah, nampaknya sangat bagus; akan tetapi apabila kita renungkan, pikiran itu agaknya jelas sekali berlawanan dengan Alquranul Karim, hadis, akal, dan kesaksian-kesaksian di masa lampau. Bertentangan dengan Alquranul Karim dan hadis, oleh karena di dalam kedua sumber itu dikabarkan dengan tegas mengenai bakal diutusnya para Mujaddid dan Utusan di masa mendatang. Andaikata diutusnya seorang Mujaddid atau dibangkitkannya seorang Utusan itu bertentangan dengan keutamaan Rasulullah saw., maka betapa Tuhan Sendiri Yang membuat beliau (Rasulullah saw.) penghulu segala Nabi dan menyampaikan beliau kepada keutamaan, menjanjikan bahwa para Mujaddid dan Utusan akan diutus pada zaman yang akan datang. Apakah Dia merusak pekerjaan-Nya Sendiri dan menyangkal perkataan-Nya Sendiri? Kemudian, mengapakah Rasulullah saw. memberitahukan kedatangan para Mujaddid dan Utusan di masa yang akan datang? Apakah kita lebih mengetahui dari beliau mengenai keutamaan beliau? Padahal beliau sendiri memberi tahukan tentang kedatangan banyak Mujaddid sesudah beliau dan mengabarkan kedatangan beberapa Utusan, namun kita beranggapan bahwa hal itu bertentangan dengan kemuliaan beliau.
Dikatakan bertentangan dengan akal, oleh karena akal mengatakan kepada kita bahwa andaikata sesudah Rasulullah saw. seorang Mujaddid atau Utusan Allah tidak akan datang, maka seyogyanya keadaan orang rang Islam Sekali-kali tidak rusak, dan mereka senantiasa berada di dalam kesalehan dan ketakwaan. Akan tetapi, kenyataan jelas bertentangan dengan itu. Akal tidak dapat menerima bahwa sementara timbul keburukan di kalangan umat Islam dan kian lama kian memburuk keadaan mereka namun dari Allah seorang Mushlih pun tidak datang! Apabila Islam diperlakukan serupa itu, maka hal demikian itu bukan suatu pertanda bahwa Rasulullah saw. itu wujud paripurna di antara segala wujud melainkan merupakan pertanda bahwa Allah Taala hendak membinasakan Islam.
Pertama, andaikata rangkaian para Mujaddid dan para Utusan Allah telah dihentikan untuk jangka waktu yang akan datang, maka seyogyanya pertanda lahir harus nampak demikian rupa sehingga orang orang Islam benar-benar terpelihara dari kesesatan dan kegelapan, dan sekarang pun seyogyanya kita menyaksikan mereka seperti pada masa para sahabat Rasul. Akan tetapi, apabila terdapat kemunduran rohani niscaya harus terdapat pula sarana untuk kemajuan rohani.
Kedua, andaikata disebabkan oleh keutamaan wujud Rasulullah saw., sekarang tidak mungkin seorang yang menjadi bayangan beliau datang, maka mengapakah Allah Taala Yang merupakan Sumber segala keutamaan dan Yang Mahahidup lagi Maha Berdiri Sendiri dan Pemelihara — senantiasa mendatangkan wujud-wujud yang menjadi bayangan-Nya ?
Hal yang sebenarnya ialah demikian bahwa sesuatu diandaikan hilang dari mata. Untuk mengingat kembali benda itu dan untuk membuktikan adanya kesan benda itu di dalam hati, maka senantiasa diperlukan adanya mazhar (wujud yang memperagakan wujud aslinya). Jadi, kendatipun adanya kenyataan bahwa Rasulullah saw. itu wujud paripurna, namun sesudah beliau diperlukan wujud-wujud mazhar dan buruz (bayangan), yang dapat mengingatkan orang-orang kepada beliau saw dan menampilkan suri teladan beliau saw.
Pendapat itu berlawanan dengan kesaksian. Di dalam kurun zaman tiga belas abad yang lalu, setelah Rasulullah saw kita menyaksikan berpuluh-puluh pribadi yang dianugerahi kehormatan bercakap cakap dengan Allah Taala dan mereka mengaku telah dibangkitkan untuk memperbaharui agama. Nampak kepada kita pribadi-pribadi itu sebagai model-model (contoh-contoh) Islam yang bermutu tinggi, dan mereka nampaknya mempunyai peranan besar di dalam penyiaran dan penegakan Agama Islam. Umpamanya, Hadhrat Junaid dari Baghdad, Sayyid Abdul Qadir Jaelani, Sheikh Shahabuddin Suhrwardi, Hadhrat Muhyiddin Ibnu Arabi, Hadhrat Bahauddin Naqshbandi, Sheikh Ahmad Sirhindi, Khawaja Muinuddin Cisti, Hadhrat Shah Waliullah dari Delhi dan lain-lain rahimahumullah ajma'in — semoga Allah melimpahkan rahmat kepada beliau-beliau semuanya.
Jadi, sementara kita menyaksikan wujud-wujud seperti itu dan menyaksikan karya bakti beliau-beliau, betapa kita dapat menerima pendapat bahwa sesudah Rasulullah saw. tidak diperlukan lagi seorang Mushlih (Pembaharu). Hal yang sebenarnya ialah, setelah beliau pun para Mushlih dapat datang dan senantiasa datang dan akan tetap datang secara berkesinambungan.
Keadaan zaman dewasa ini sedang mengabarkan kedatangan seorang Mushlih yang sangat besar. Karena yang mengaku menjadi Mushlih serupa itu hanyalah Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Masih Mau'ud seorang, maka itu menjadi dalil yang amat kuat mengenai kebenaran pengakuan beliau.
Dalil Kedua
KESAKSIAN PENGHULU SEGALA NABI SAW.
Terbukti dan dalil pertama bahwa zaman ini menghendaki seorang Mushlih. Karena seorang lain pun tidak ada yang mengaku mengemban tugas menampakkan kebesaran Islam, maka mau tidak mau kita harus memperhatikan dengan seksama pengakuan yang mulia Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad a. s.. Akan tetapi, oleh karena beliau tidak hanya mengaku sebagai seorang Mushlih, bahkan beliau pun mengaku sebagai Mushlih yang dijanjikan, yakni, beliau mengaku sebagai Masih Yang Dijanjikan (Masih Mau'ud) dan Mahdi Yang Diberkati (Mahdi Mas'ud), maka untuk menguatkan pengakuan itu lebih lanjut, kami hendak mengemukakan sebuah kesaksian lagi.
Kesaksian itu kesaksian darijunjungan kita Nabi Besar Muhammad saw. Kesaksian dan antara umat manusia yang mana lagi dapat diterima selain kesaksian Rasulullah saw.?
KEDATANGAN ALMASHL KEDUA KALI SUATU AKIDAH ISLAM YANG PENTING
Dalam hubungan ini tiada syak lagi, bahwa akidah tentang kedatangan Almasih kedua kalinya bukan timbul di zaman Islam melainkan akidah itu telah hidup di kalangan umat Musa semenjak ratusan tahun sebelum diutusnya Nabi Muhammad saw. Akan tetapi dalam hal ini pun tidak ayal lagi bahwa Islam telah membaurkan akidah itu ke dalam beberapa masalah hingga karena itu akidah tersebut telah terpadu dalam akidah Islam yang penting. Hal-hal itu sebagai berikut :
(l) Di dalam zaman Masih Mau'ud dinubuatkan tentang kedatangan seorang Mahdi yang kendatipun wujudnya disebutkan di dalam hadis-hadis lainnya dengan kata-kata
Insert 88
Tiada Mahdi melainkan Isa,
wujud Masih Mau'udlah yang dimaksudkan.
Akan tetapi, dengan adanya nubuatan ini, umat Islam telah demikSan akrab rasa hubungan kebangsaannya dengan wujud Almasih sebagaimana lumrahnya dengan seorang orang suci seagama.
(2) Kedatangan Almasih itu telah ditetapkan sebagai suatu daur (era = peredaran masa) bani bagi kemajuan Islam. Sebelum kedatangannya keunggulan Islam atas agama-agama lainnya ditangguhkan.
(j, Dengan menetapkan pribadi Masih dan Mahdi orangnya itu juga, kedatangan Almasih itu dianggap kedatangan Rasulullah saw. Orang-orang yang menyaksikannya disebut para sahabat Rasulullah saw. Dengan demikian di dalam hati para pencinta Nabi junjungan mereka, bangkit kedambaan meluapluap terhadap Almasih.
(4) Suatu zaman yang berbahaya lagi penuh dengan kegemparan bakal menjadi kenyataan, sebagaimana dinubuatkan oleh Rasulullah saw. dengan kata-kata yang amat mencemaskan dan oleh dampaknya (pengaruhnya) yang bukan main hebatnya akan menggoncangkan sendi -sendi agama Islam. Guna menjauhkan malapetaka itu dan memelihara Islam untuk selama-lamanya di masa mendatang, tugas itu telah diserahikan kepada Almasih Yang Dijanjikan. Jadi, orang-orang Islam menanti kedatangan Almasih Yang Dijanjikan itu sebagaimana layaknya menantikan malaikat rahmat.
Sabda Rasulullah saw. yang berbunyi,
Insert 88b
“Betapa dapat binasa umat itu, yang di dalamnya aku ada di Awalnya dan Almasih ada dilikhirnya” (Ibnu Mrijah),
menimbulkan ketidaksabaran di dalam hati orang-orang yang mengharapkan nasib baik Islam, sebab mereka memandang bahwa sesudah kedatangan Almasih Islam akan dikelilingi oleh tembok kokoh yang melindunginya untuk selama-lamanya dan serangan syaitan.
Keempat hal tersebut di atas telah membuat masalah kedatangan Almasih menjadi suatu masalah yang bersifat asasi bagi umat Islam. Adalah tidak mungkin bahwa zaman itu yang pada satu pihak membawa para pecinta Nabi junjungan mereka ke hadapan kekasihnya itu, walaupun dalam bentuk zilli (bayangan) atau tamsilan dan pada pihak lain mengeluarkan Islam dari bencana dahsyat lalu memasukkan nya ke tempat terlindung lagi aman dibiarkan tanpa identitas dan tanda yang cukup.
Tidak pernah dan tidak mungkin ter)adi serupa ini bahwa identitas zaman dan wujud seorang Utusan atau Rasul digambarkan dengan kata-kata demikian rupa sehingga seakan-akan tangannya sengaja diulurkan kepada para pencahari. Sebab, andaikata hal demikian terjadi, maka keimanan tidak akan berfaedah. Batas perbedaan antara orang yang percaya dan orang yang tidak percaya akan lenyap. Kedatangan Utusan-utusan selamanya dikabarkan dengan kata-kata demikian rupa sehingga dengan kata-kata itu orang-orang yang beriman dan yang berminat mendapat petunjuk. Kebalikannya, orang-orang nakai mencari dalih dan helah, menampik karena kekeraskepalaan dan kedegilan mereka. Siapakah yang dapat mengingkari matahari yang sudah me nyingsing? Akan tetapi siapakah yang akan memberi pahala dan ganjarsing itu? Walhasil, hingga batas tertentu perlu memberi penyuluhan dan hingga batas tertentu perlu menyembunyikan. Seyogyanya demikianlah seharusnya.
Di dalam nubuatan berkenaan dengan zaman Masih Mau'ud pun prinsip inilah yang telah dipertimbangkan. Nubuatannubuatan berkenaan dengan zamannya telah dikabarkan dengan kata-kata seperti nubuatan-nubuatan berkenaan dengan para nabi di masa yang lalu. Namun demikian, bagi seorang pencahari kebenaran dan ahli tafakur, nubutan itu nilainya tidak kurang dari tanda yang cemerlang. Seorang yang percaya kepada seorang nabi berdasarkan keterangan dan tidak merasa puas beriman sebagai warisan, baginya tidaklah sulit meraih faedah dari tanda-tanda itu. Kebalikannya orang-orang yang walaupun pada lahirnya beriman kepada beratusratus nabi, akan tetapi pada hakikatnya tidak beriman kepada seorang rasul pun karena tanpa dasar penyelidikan sendiri, bagi mereka sangatlah sulitnya akan beriman kepada seorang yang benar, betapapun ia disertai begitu banyak tanda. Pada hakikatnya keimanan mereka tidak ada dasarnya. Keimanan mereka mengekor kepada apa yang dikatakan para ulama atau para kiyai, atau mengikuti apa yang disimak oleh telinga mereka dari tuturan nenek moyang mereka.
Jadi, oleh karena mereka tidak pernah melihat seorang rasul dalam penampilan wajah asiinya, maka tidak mungkin mereka mengenal seorang rasul. Barulah mereka dapat melihat seorang rasul, apabila mereka terlebih dahulu memperbaiki penglihatan mereka dengan obat pencuci mata yang berupa petunjuk samawi dan menjauhkan dari kepala mereka kemabukan takiid (mengekor) kepada ucapanucapan manusia adat turun temurun.
Setelah mengemukakan kata-kata pendahuluan ringkas di atas, kami hendak mengemukakan tanda-tanda yang telah disebutsebut oleh Rasulullah saw. berkenaan dengan zaman Masih Mau'ud. Pada hemat kami, apabila seseorang menyempatkan diri merenungkan tanda tanda itu tanpa berprasangka, maka baginya sedikit pun tidak akan sukar memastikan zaman Masih Mau'ud. Sebelum merenungkan tanda-tanda itu baikiah hal ini difahami bahwa di dalam masa ketika nampak gejala perpecahan di kalangan umat Islam, banyak orang — dengan tujuan hendak mencapai maksud mereka — merekareka serta menyiar kan hadis-hadis paisu juga.
Umpamanya, banyak kita dapati hadis yang di dalamnya diberi takan mengenai zaman Mahdi. Akan tetapi kata-katanya demikian rupa coraknya, sehingga jelas kita ketahui bahwa dengan katakata itu dimaksudkan agar putusan mengenai suatu perselisihan faham di masa lampau mendukung mereka. Di antara riwayat-riwayat serupa itu terdapat sebagian yang walaupun benar namun orang yang mencari kebenaran perlu berhatihati sekali terhadap riwayat-riwayat itu. Paling tidak, hendakiah pengakuanpengakuannya jangan didasarkan pada dukungan atau penolakan hadis-hadis itu. Misainya, banyak sekali kita dapati hadis-hadis serupa itu berasal dari masa Banu Abas yang pada lahirnya menerangkan tanda-tanda zaman Mahdi, akan tetapi pada hakikatnya diterangkan, demi mendukung golongan Banu Abas, bahwa pemberontakanpemberontakan yang pernah meletus di Khorasan itu sesuai dengan rencana dan atas kehendak Allah Taala. Kejadiankejadian pulalah yang telah membuktikan kedustaan hadis-hadis itu. Zaman itu telah berlalu lebih dan seribu tahun, tetapi tak ada seorang Mahdi pun muncul sesuai dengan tanda-tanda itu.
Demikian pula terdapat banyak lagi riwayat, di dalamnyaditerangkan tanda-tanda Iman Mahdi yang dicampurbaurkan dengan kejadian kejadian yang telah lalu demikian rupa sehingga selama kejadian kejadian yang diterangkan sebagai tanda-tanda Mahdi (tetapi kejadian kejadian itu terjadi pada zaman dahulu) tidak dipisahkan, maka tidak dapatlah kita ketahui hakikat sebenarnya.
Orang-orang yang tidak mengenal sejarah Islam sangat terkecoh oleh hadis-hadis itu, dan di masa kemudian mereka tetap menunggu teijadrnya hal-hal serupa seperti telah ten'adi juga sebelum hadis-hadis itu direka. Sebab musabab mereka melibatkan hal-hal itu di dalam tanda-tanda Mahdi, ialah karena mereka tadinya hanya ingin membuka tikan kebenaran firkahnya masingmasing.
Walhasil, sementara kita merenungkan tanda-tanda Mahdi, perlu lah kita memisahkan tanda-tanda yang tidak mengisyaratkan kepada suatu peristiwa tertentu agar kita selamat dan tergelincir ke dalam jurang, digali oleh sementara orang yang mementingkan diri sendiri untuk mencapai tujuan mereka.
Semoga Rahmat Allah dan selawat yang tiada hingganya terlimpah atas junjungan kita Rasulullah saw. Pada saat menerangkan tanda tanda Masih Mau'ud dan Mahdi Ma'hud (Mahdi Yang Ditetapkan), beliau telah memperhatikan cara tertentu, yang apabila orang ingat kepada cara itu ia dengan mudah dapat menyelamatkan diri dari tipu daya orang-orang yang suka menipu. Yaitu, zaman Masih Mau'ud dan Mahdi — yang ciri-cirinya telah disebutkan — sudah diterangkan oleh beliau saw. secara berantai sehingga karena itu pemaisuan orang yang memaisukannya dapat diketahui sepenuhnya.
Apabila beliau saw., misainya, menyebutkan tanda seperti ini: nama orang itu Anu dan bapaknya Fulan, maka akan banyak orang bersedia mengaku menyandang nama itu.
Walhasil, daripada beliau menerangkan tanda-tanda yang penggenapannya ada di dalam lingkup kemampuan manusia, malah menerangkan tanda-tanda yang penggenapannya bukan saja tidak ada di dalam lingkup kemampuan manusia bahkan juga tanda-tanda itu tidak akan menjadi genap tanpa melalui proses evolusi yang berlangsung ratusan tahun. Jadi, tak ada seorang manusia bahkan tidak pula segolongan manusia dari generasi ke generasi mampu berusaha menciptakan keadaan-keadaan itu.
Hal kedua yang diperhatikan di dalam menerangkan tanda-tanda Mahdi itu, ialah, sebagian tanda-tanda itu diterangkan demikian rupa dan mengenai itu disebutkan, bahwa selain pada zaman Mahdi, tanda-tanda itu tidak akan nampak pada waktu lain sebelum kedatangan Imam Mahdi itu. Jadi, sementara berpegang pada prinsipprinsip di atas, apabila kita telah memakiumi zaman yang berkaitan dengan Masih Maut ud dan Mahdi Mau'ud dan apabila tanda-tanda itu telah menjadi genap (mengenai tanda-tanda itu dikatakan bahwa tanda-tanda itu tidak akan nampak pada waktu lain selain pada zaman Mahdi). Dan, apabila di atas permukaan bumi dan di langit terjadi banyak perubahan, yang terciptanya taikan dalam kekuasaan manusia, dan apabila gejalagejala perubahan yang menandai kedatangan Mahdi telah terjadi, maka pada saat demikian itu tidak sukar bagi kita mengenali zaman Mahdi dan Masih.
Saat itu, apabila beberapa tanda hingga waktu itu belum tersempurna, kita mesti mengakui salah satu dari dua kemungkinan: tanda tanda yang belum tersempurna itu bukan tanda-tanda untuk Mahdi, melainkan karena ulah beberapa orang aniaya yang telah menyelundupkan tanda-tanda itu ke dalam tanda-tanda Imam Mahdi. Atau, kita telah keliru memahami arti tanda-tanda yang sebenarnya menghendaki penafsiran itu.
Sesudah itu, kami memandang perlu menerangkan bahwa dengan sedikit merenungkan tanda-tanda berkenaan dengan zaman Masih Mau:ud dan Mahdi Ma'hud yang diterangkan oleh Rasulullah saw. kita dapat mengetahui bahwa tanda-tanda mengenai zaman Masih dan Mahdi itu masingmasing tidak mandiri melainkan keseluruhannya menjadi satu tanda yang sempurna lagi mahapenting. Misainya, di dalam hadisdisebut bahwa salah satu di antara tanda-tanda kedatangan Mahdi ialah, paaa zaman itu sifat amanah (kejujUran) akan hilang. Atau, waktu itu kejahilan akan berkembang. Sekarang, jika tanda-tanda itu dianggap tanda-tanda yang mantap, kita akan harus mempercayai bahwa kalau sifat amanah atau kejujuran hilang dari dunia ini, ketika itu seyogyanya Mahdi harus sudah zahir. Atau, ketika ilmu pengetahuan sudah hilang, seyogyanya Mahdi harus sudah zahir. Padahal selama 1300 tahun ini umat Islam telah mengalami beberapa zaman pasang surut. Kadangkala limu pengetahuan pernah meف h dari mereka, kadangkala sifat amanah pernah hilang dari mereka, namun Mahdi belum juga muncul. Jadi, ruparupanya tanda-tanda itu bukanlah tanda-tanda yang mantap. Tanda-tanda zaman Mahdi yang dijanjikan itu ialah paduan semua tanda yang diterangkan oleh Rasulullah saw. yang menerima kabar dari Allah Taala, dan bukan yang dibuatbuat oleh sementara orang dan sumbernya dialamatkan kepada Rasullah saw. Kalau hanya satusatu tanda saja bisa kita dapati di dalam sembarang zaman juga. Namun berbilang banyak tanda bila berkumpui bersamasama, tidak akan terdapat di dalam zaman lain selain zaman Mahdi.
Cara mengenal sesuatu zaman pun sama halnya dengan cara mengenal seseorang. Apabila kita hendak memberitahukan kepada orang lain tentang orang yang sebelumnya tidak pernah dliihatnya dan belum pernah dikenainya, maka caranya itu ialah kita menerangkan wajahnya, tinggi badannya, wama kulitnya, peri Lakunya, kelebihan kelebihannya, identitasidentitas keluarganya, peta letak rumahnya, dan lain-lain. Misainya kita memberitahukan bahwa ukuran badannya tinggi, wama kulitnya putih, badannya tidak kurus maupun tidak gemuk, keningnya lebar, hidungnya mancung, matanya lebar, bibirnya tebal, dagunya besar, pandai berbahasa Arab, seorang Muslim, orang-orang sekaumnya memusuhinya, akhiaknya sangat luhur, bentuk rumahnya serupa ini atau itu, rumah-rumah di sekitarnya berbentuk ini atau itu. Sesudah kita memberitahukan ciri-ciri demikian terperincinya, kita kemudian mengirimkan seseorang ke suatu dusun untuk mencari orang tertentu. Maka akan mudah sekali baginya untuk mengenali orang termaksud, kendati orang-orang dusun berusaha mengelabuinya.
Apabila kita hendak menerangkan suatu zaman tertentu, maka cara memperkenalkannya pun serupa itu pula. Yaitu, hendaknya kita menerangkan, misainya, bagaimana keadaan dan letak benda-benda langit, perubahanperubahan yang terjadi di permukaan bumi pada waktu itu, keadaan politik pada waktu itu, keadaan peradaban pada waktu itu, keadaan kehidupan agama pada waktu itu, keadaan kehidupan ilmu pengetahuan pada waktu itu, keadaan amal perbuatan pada waktu itu, keadaan peri Laku orang-orang pada waktu itu, keadaan hubungan antar bangsa pada waktu itu, keadaan kemakmuran atau kemiskinan pada waktu itu, dan menjelaskan tata pergaulan dan sarana perhubungan pada waktu itu. Apabila keadaankeadaan itu sudah kita terangkan, maka seorang yang pernah diberi tahu tentang keadaan keadaan zaman itu niscaya akan segera kenal begitu ia menyaksikan gejalagejala zaman itu, dan baginya Sekali-kali tidak sukar untuk mengenali zaman itu. Bahkan cara pengenalan seperti itu tidak akan Sekali-kali memberi peluang kepada siapapun untuk menjadi raguragu.
ltulah sebabnya Rasulullah — dalam memperkenalkan Masih Yang DLIanjikan dan Mahdi Yang Diberkati itu — telah memberi gambaran tentang zamannya, agar pada saat ketika berbagai firkah dalam Islam sedang bertikai, orang-orang jangan sempat membuatbuat riwayat riwayat sehingga karena riwayat-riwayat itu sulit bagi orang-orang lain mengenal Masih Yang DLIanjikan dan Mahdi Yang Diberkati itu. Kendatipun orang-orang telah mengadaada ciri-ciri paisu, namun karena mereka sedikit pun tidak menguasai gambaran yang dLIelaskan oleh Rasulullah saw. itu, usahausaha mereka menjadi sia-sia. Sekarang pun, barangsiapa memperhatikan gambaran seutuhnya seperti diterangkan oleh Rasulullah saw, ia dengan serta merta akan mengungkapkan kata-kata dari mulutnya, “Sungguh, inilah zaman Masih Yang Dijaujikan dan Mahdi Yang Diberkati itu!”
PERI KEADAAN KEHIDUPAN AGAMA PADA ZAMAN MASIH YANG DIJANJIKAN
Kini, kami hendak mengambil satu demi satu dari sejumiah rangkaian tanda dan menguraikan beberapa dari tanda-tanda itu supaya dengan uraian itu nanti akan diketahui bahwa turunnya Almasih itu tidak mungkin terjadi pada zaman lain selain zaman ini. Pertama tama kami akan mengambli dari rangkaian itu mengenai keadaan kehidupan agama pada zaman Masih Yang Dijanjikan itu.
Keadaan kehidupan agama pada suatu zaman tertentu dapat di terangkan dua macam: Pertama dengan menilik jumiah dan bilangan agama-agama dari segi lahiriahnya pada waktu itu. Kedua, dengan menilik pengaruh agama-agama itu kepada orang-orang yang hidup di waktu itu. Dalam pada itu Rasulullah saw. telah menjelaskan kedua-dua keadaan zaman Masih Yang Dijanjikan itu.
Pertama-tama kami hendak mengambli salah satu dari dua keadaan, yakni, gambaran lahiriah agama-agama, sebab gambaran itu lebih kentara. Rasulullah saw. telah mengemukakan gambaran tentang keadaan itu bahwa pada zaman itu agama Kristen akan sangat maju. Sehubungan dengan itu, di dalam Hadis Muslim terdapat suatu riwayat yang menerangkan bahwa kiamat akan tiba ketika kebanyakan penghuni dunia menjadi orang-orang Romawi.*) Menurut LImak (kata sepakat) para ulama Islam, apa yang dimaksud dengan kata “Romawi” ialah orang Kristen sebab pada zaman Rasulullah saw. orang-orang Romawilah yang menjadi pembawa panji agama Kristen dan mereka merupakan lambang kemajuan lahiriah umat Kristen.
Mengingat hal itu Rasulullah saw. telah bersabda,
“Apabila Kisra (Raja Iran) binasa, maka tiada Kism lagi sesudahuya, dan apabila Kaiser (Raja Roma) binasa, maka tidak ada iagi Kaisar sesudahnya. “(Peny.). **)
“Demi Dzat Yang jmaku ada dalam genggaman-Nya, pasti kamu akan membelanfakan perbendaharaan kedua kerajoan itu pada jalon Allah. “(Peny.). ***)
Nubuatan di atas nampak hebat sekalL Sebab sesudah keruntuhan kerajaan Romawi, begitu nama Kaisar hapus dari muka bumi, menyusul kemudian bangkitnya kejayaan Kristen. Ini merupakan satu berita yang menakjubkan. Akan tetapi firman Allah pasti menjadi kenyataan. Kerajaan Kaisar sima sesuai dengan nubuatan Nabi saw. itu, dan sesudah lewat satu masa, gelar kaisar yang disandang oleh para raja Konstantin itu pun hapus sesudah kerajaan Konstantin takiuk dan Islam tersebar ke seluruh pelosok dunia. (Pada tahun 1453 Kongtantin ditakiukkan oleh Sultan Muhammad l, Raja Turki, Peny. ). Akan tetapi sejak abad keIO Hijriah zaman kesuraman mulai masuk dan perlahanlahan agama Kristen mulai berkembang dari negerinegeri, tempat agama Kristen sama sekali tidak terdapat pada saat ketika Rasulullah saw. memberitahukan kejayaan Kristen untuk kedua kalinya.Semenjak seratus tahun yang lalu,*) demikian rupa keadaan kerajaankerajaan Kristen menguasai seluruh jagat, sehingga penggenapan kabar mengenai kebanyakan penduduk bumi akan menjadi “Orang-rang Romawi” (Kristen) sedikit pun tidak meragukan.
*) Hadli Mudim, jilid II, “Kitabul Pitn.”
**) HaduBuMiari.
**) Hadig Tirmidzi, Bab “Abwabul Fitn.”
Nubuatan ini mengandung bobot arti yang penting, karena sebagian ulama Islam telah menulis mengenai itu bahwa tanda itu akan menjadi kenyataan setelah semua tanda menjadi genap.Umpamanya Nawab Siddiq Hasan Khan, di dalam kitabnya, “Hijajul Kiramah,” terkutip dari risalah, “Hasyriyah,” menulis ,
“Bila semua tanda sudah sempurna, orang-orang Kristen akan berkuasa. Dan mereka akan menguasai sejumlah banyak negeri. “ ** )
Pendek kata, di samping tanda-tanda lain yang mengisyaratkan kepada zaman Masih yang dijanjikan, di dalam nubuatan ini sendiri terdapat banyak pula petuqiuk.
Kenyataan sebaliknya dari kemajuan agama Kristen ini Rasulullah saw. menerangkan tentang keadaan agama Islam demikian :
“Semula Islam dalam keadaan miskin dan akan bangkit kembali dalam keadaan miskin; maka berbahagialah orang-orang miskin. “ **)
Yakni, pada zaman itu keadaan Islam akan demikian lemahnya sehingga bahkan di dalam hadis berkenaan dengan Dajjal, beliau bersabda bahwa banyak sekali orang Islam menjadi pengikut Dajjal. (Tirmidzi, Abwabul Fitn Bab Majoaa Fitnatud Dajjal).
*) Kitab ini ditulu tahun 1922, Peny.
**) “HlajulKiiamah,”hlm.244.
* **) Hadi« Ibnu Majah, Bab Bad'ul ltlam Gharibun.
Sesuai dengan keterangan itu sekarang kenyataan terbukti demikian. Sesudah umat Islam menikmati zaman kejayaan dan kecemasan yang karena itu mereka suatu masa menjadi satusatunya kaum yang berkuasa di atas permukaan bumi, kini keadaan mereka tak ubahnya seperti anakanak yang hidup sebatang kara dan anakanak yatim piatu. Tanpa bantuan dan sementara penguasa Kristen, mereka sulit sekali mempertahankan kelestarian wujud mereka. Beratusratus ribu orang Islam pada waktu ini telah memeluk agama Kristen dan demikian seterusnya mereka masuk agama Kristen.
PERI KEADAAN INTERN AGAMA ISLAM
Di samping menerangkan kekuatan lahiriah agama-agama di dunia, Rasulullah saw. pun menerangkan secara terperinci keadaan batiniah agama Islam saat turunnya Masih Mau'ud. Beliau, umpamanya, telah memberi gambaran tentang peri keadaan orang-orang Islam pada waktu itu sebagai berikut :
Orang-orang pada waktu itu mengingkari hukum takdir. Sebagaimana diriwayatkan oleh Hadhrat Ali r.a., Rasulullah saw. pernah bersabda bahwa salah satu ciri kiamat ialah orang-orang akan mengingkari hukum takdir. Dan siapa yang dimaksudkan dengan yang mengingkari hukum takdir ini pastilah keingkaran orang-orang Islam. Sebab, umat-umat lain telah lama sebelumnya tidak beriman kepada masalah tersebut. Penyakit yang sedang merajalela di kalangan umat Islam itu tidak perlu dijelaskan dengan panjang lebar lagi. Sementara orang Islam yang mengagumi ilmu-ilmu modem, saking takut dari celaan pujangga-pujangga Eropa yang jahil, dengan terangterangan mengingkari hukum takdir. Mereka kian samasekali tidak tahu menahu tentang nilai ketinggian masalah yang mahapenting serta sepi dari pengetahuan ten tang faedah-faedah dan kebenarannya ini.
Tentang perubahan lainnya di 4alam umat Islam, beliau bersabda bahwa orang-orang akan menganggap zakat sebagai upeti. Riwayat ini punditerangkan oleh AIBazaz dari Hadhrat Ali r.a. (HLIajul Kiramah, hlm. 298). Ternyata pada waktu ini tatkala orang-orang Islam sedang dirundung musibah yang datang dari segala penjuru, mereka jangankan dikata membayar zakat, sedekah, dan derma yang seyogyanya harus dibelanjakan mereka ala kadar (untuk menolak musibah, Peny. ) itu pun masih tidak memadai. Kebanyakan orang-orang Islam enggan membayar zakat yang telah diwajibkan oleh Allah Taala itu. Di tempat mana zakat dipungut sesuai dengan peraturan Islam di sana orang-orang pun membayar sekedarnya dengan hati yang berat. Akan tetapi di tempat yang tidak terdapat pengelolaan semacam itu, di sana kecuali satu atau dua orang kebanyakan orang tidak membayar zakat. Kalaupun ada kaumkaum yang membayar zakat mereka melakukannya sebagai wahana untuk pamer. Mereka membayar dengan rasa demikian rupa sehingga orang lain menganggapnya tidak sebagai zakat melainkan sebagai derma sosial.
Tentang sebuah perubahan di dalam umat Islam, Rasulullah saw.menjelaskan sebagai berikut: suatu kaum yang dahulu rela mengurbankan setiap benda yang paling dicintainya atas isyarat Rasul dan Tuhan, dan menganggap dunia ini tidak lebih daripada bangkai belaka, sekarang mereka bersedia menjual agama mereka demi kepentingan duniawi. Perubahan itu dewasa ini sedang demikian menonjoinya sehingga seorang pencita Islam — demi melihat keadaan itu — hancur Iuluh hatinya. Para ulama, para sufi, para hartawan, dan rakyat jelata semuanya mengutamakan kepentingan dunia daripada kepentingan agama. Untuk kepentingan duniawi sekecil-kecilnya mereka mengorbankan agama dan kepentingan Islam.
Mengenai suatu perubahan lainnya lagi, diriwayatkan oleh lbn. 'Abbas dan dituturkan oleh lbni Mardawiyah (“HLIajul Kiramah” hlm. 927), Rasulullah saw. bersabda bahwa pada zaman itu sembahyang akan ditinggalkan. Ternyata perubahan itu pun telah nampak. Ditilik dari segi bilangan, dengan sukar kita menyebut angka satu prosen dari seluruh jumiah orang yang menyebut diri mereka umat Islam yang mematuhi ibadah sembahyang lima waktu. Padahal sembahyang merupakan rukun pertama dari kelima Rukun Islam; sedang menurut sebagian ulama, orang yang meninggalkan sembahyang itu kafir. Memang, dewasa ini terdapat banyak sekali mesjid namun di dalam mesjidmesjid itu tidak nampak orang-orang bersembahyang bahkan banyak iliesjid dihuni hewan yang mencemari kehormatan mesjid. Namun demikian orang-orang Islam tidak memikirkan untuk memak murkannya.
Suatu perubahan lagi diterangkan oleh Rasulullah saw. Ialah bahwa pada waktu itu orang-orang mengerjakan sembahyang dengan tergesagesa. Sebagaimana diriwayatkan oleh lbni Mas'ud yang di tuturkan oleh Abul Syeikh di dalam “lsya'at,” Rasulullah saw. Bersabda bahwa lima puluh orang akan mengerjakan sembahyang tetapi tidak ada seorang di antara mereka yang sembahyangnya sekali pun diterima. Maksudnya, ialah, mereka akan melaksanakan sembahyang dengan tergesagesa.
Kemakbulan sembahyang tiada seorang pun yang mengetahui kecuali Allah Taala. Di antara ciri lahiriah untuk dapat mengetahui tentang tidak dikabulkannya sembahyang yang paling menyolok, ialah, cara menger)'akan sembahyang dengan tergesagesa itulah! Sebab, pernah Rasulullah saw. bersabda kepada orang yang menger)'akan sembahyang dengan tergesagesa bahwa sembahyangnya tidak sah dan disuruh mengulanginya.
Kemudian, perubahan ini pun nampak dewasa ini, ialah orang orang bersembahyang demikian tergesagesa mengerjakannya sehingga nampak seperti seekor ayam mencotokcotok paruhnya, dan sesuai sembahyang mereka membaca wiridwirid panjang.
Suatu pertanda lagi disebutkan oleh Rasulullah saw., ialah, pada waktu itu Alquran Suci akan lenyap dan yang tinggal hanya tulisan nya belaka. Pertanda ini pun dewasa ini sudah menjadi kenyataan. Al quran Suci memang ada, namun tiada orang memikirkan dan merenungkannya. Yang mengherankan ialah, selain Jemaat Masih Mau'ud, di mana pun di seluruh dunia Alquran Suci tidak diajarkan. Ulamaulama ulung yang mahir dalam ilmu fiqh dan ilmu hadis tidak merasa berkepentiogan dengan terjemah Alquran Suci dan memikir kan serta merenungkannya dianggap mereka haram. Mereka memandang bahwa, selain makna Kalam Ilahi yang diterangkan oleh beberapa ulama terdahulu, kini samasekali tidak ada apa-apa lagi di dalam Kalam Ilahi itu. Padahal, jika sesudah Rasulullah saw. pintu tafsir Alquran tetap terbuka maka tiada alasan apa pun mengapa sekarang pintu itu telah tertutup dan jendela ilmu makrifatnya telah tertutup.
Suatu pertanda lagi mengenai akhir zaman diriwayatkan oleh lbn 'Abbas, yang dituturkan lbni Mardawiyah bahwa Rasulullah saw. bersabda, di dalam zaman itu di satu pihak orang-orang tidak akan mengacuhkan Alquran di pihak lain orang-orang akan asyik menggumuli pesona perhiasan dan dekorasi lahiriahnya sehingga mereka membungkusbungkusnya dengan kain dan benang mas. Pertanda ini pun tengah menjadi kenyataan. Orang-orang Islam sama sekali lalai dalam menelaah Alquran, sedangkan membuka serta melihatnya dianggap mereka tabu. Akan tetapi, yang pasti mereka menyimpan di rumah-rumah mereka Alquran Suciberbungkuskan kain mas. Demikianrupa memperhiasnya dengan hiasan lahiriah sehingga penghiasan serupa itu tidak terdapat bukti di kalangan orang-orang Islam di zaman permulaan. Padahal orang-orang itu, ditilik dari segi ketakwaan maupun kehormat an duniawi, jauh melebihi mereka ini.
Suatu perubahan di dalam intem orang-orang Islam diterangkan oleh Rasulullah saw. bahwa pada waktu itu orang-orang Islam akan sangat menghiashias mesjidmesjid. Perubahan ini pun kita dapati pada zaman ini. Dalam menini cara bangsa-bangsa lain, orang-orang Islam demikian rupa menghias mesjidmesjid mereka: membuat lukisan lukisan, memasang aneka ragam rumbairumbai, menempel dinding-dindingnya dengan kain dekor yang permai, sehingga dibandingkan dengan tempat ibadah Islam yang sederhana, mesjidmesjid itu, mengutip kata-kata hadis, sangat mirip dengan rumah-rumah berhala (Kitab, “Hijajul Kiramah,” berdasarkan riwayat lbni Mardawiyah dari lbn Abbas).
Mengenai suatu perubahan di dalam zaman itu Rasulullah saw. menerangkan bahwa pada zaman itu orang-orang di tanah Arab akan samasekali jauh dari ajaran agama; dan agama yang diturunkan kepada salah seorang dari antara mereka dan dibesarkan di negeri mereka, agama yang berkembang dari negeri mereka dan Kitab Wahyunya diturunkan dalam bahasa mereka, dan dalam bahasa mereka Kitab itu hingga kini tetap dibaca bahkan karena itu pula bahasa mereka menjadi hidup, agama itu akan ditinggalkan oleh mereka. Sekalipun mereka berbahasa Arab, mereka akan miskin dari ajaran agama Islam dan Al quran tidak akan memberi manfaat kepada mereka. Bahkan hati mereka akan kosong dari kearifan, layaknya seperti mereka yang tidak berkemampuan memahami Alquran Suci. Persis sebagaimana Dailmi meriwayatkan dari Hadhrat Ali ra. bahwa hati orang-orang akan seperti orang-orang bukan Arab dan bahasa seperti orang-orang Arab (Kitab “Hijjajul Kiramah,” Bab Tanda-tanda Kiamat); yakni, berbicara dalam bahasa Arab, akan tetapi agama yang lahir di tanah Arab itu tidak berkesan di hati mereka. Perubahan itu pun telah menjadi kenyataan pada zaman ini. Begitu asing dan jauhnya orang-orang Arab dari agama, sehingga dalam masalah keagamaan mereka tidak kurang tunanya dari pada orang-orang yang tidak dapat mengerti sendiri Alquran maupun sama sekali tidak mendapatkan orang-orang yang mengajarkannya.
Suatu perubahan besar dalam keadaan orang-orang Islam diterangkan oieh Rasulullah saw. bahwa pada waktu itu kebebasan ber agama demikian hilangnya dari tanah Arab sehingga di sana orang orang saleh tidak akan dapat menampilkan diri. Dalam hubungan ini Dailmi mengutip keterangan dari Hadhrat Ali ra. bahwa orang-orang saleh keluyuran secara sembunyi-sembunyi di tengah-tengah mereka. Perubahan itu pun dewasa ini telah menjadi kenyataan di tanah Arab. Toleransi agama sama sekali tidak lagi terdapat di kalangan orang-orang di sana. Demikian gandrungnya mereka kepada anganangan dan adat istiadat mereka sehingga nyawa orang-orang yang mengucapkan labbaik kepada seruan Tuhan dan Rasul-Nya tidak terjamin keselamatannya.Walaupun musibah semacam ini nampak juga di kawasan negerinegeriIslam yang lain, namun pada khususnya yang berlaku di tanah Arabsungguh disayangkan karena setiap orang yang mereka mampu menunaikan ibadah haji atas perintah agama, harus pergi ke sana. Jadi,disebabkan oieh adanya perubahan keadaan mereka itu merugikankebenaran. Maka satusatunya jalan yang masih mungkin untuk menunaikan kewajiban naik haji itu ialah sedapat mungkin dengan diamdiam melaksanakan kewajiban itu lalu pulang. Illa masyaallah! Semoga Allah memberi petunjuk kepada orang-orang Arab dan semoga mereka sekali lagi menjadi pemikul panjipanji Islam seperti pernah demikian keadaan mereka seribu tiga ratus tahun yang lalu.
Peri Keadaan Akhlak Dunia
Sesudah menyebutkan perubahanperubahan agamawi, kami ingin menerangkan tentang pertandapertanda yang dinubuatkan oieh Rasulullah saw. berkenaan dengan keadaan akhiak di zaman Masih Mau'ud.
Suatu pertanda yang dinubuatkan oieh Rasulullah saw. ialah, keasusilaan pada waktu itu akan meluas, begitu pula kepomoan. Orang orang akan membanggakan hal-hal yang berbau pomo. Dalam hubungan ini diriwayatkan oieh Ibnu Abi Syaibah bahwa salah satu di antara pertandapertanda dekatnya kiamat ialah beijangkitnya keasusilaan dan kepomoan (Hijjajul Kiramah), demikian pula di dalam Kitab Muslim terdapat riwayat dari lbni Malik bahwa salah satu di antara pertanda pertanda kiamat ialah meluasnya perzinaan. lbni Mardawiyah meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa pada zaman itu akan terdapat banyak anak jadah (Hijjajul Kiramah). Segala bentuk kekejian itu telah kita saksikan pada zaman ini. Kita menyaksikan di samping kejahatan kejahatan besar, peradaban Eropa telah mengambil bentuk demikian rupa sehingga hal-hal yang dinyatakan oieh Islam sebagai kekejian menurut penilaian masyarakat Eropa hal-hal itu merupakan bagian peradaban mereka.
Misainya, dansadansi, membiarkan Laki-laki melingkarkan lengan di pinggang wanita lain, memujimuji kecantikan dan keayuan paras wanitawanita, pergi berwisata dengan wanitawanita lain, dan sebagai nya. Hal-hal demikian itu tidak terbayangkan sebelum zaman ini, tidak di tanah Arab dan tidak pula di negerinegeri lain. Dahulu, walaupun negeri India merupakan tempat kemusyrikan, negeri itu bersih dari kekejian semacam itu. Sekalipun Iran yang konongemar hidup berfoyafoya, mereka bebas dari kekejian itu. Bangsa Roma, tumpuan agama Kristen, yang kendatipun dari segi akhiak sudah binasa, terpeli hara dari perbudakan hawa nafsu semacam itu.
Andaikata keadaan yang dewasa ini berlaku itu digambarkan secara terperinci kepada orang-orang zaman dahulu niscaya mereka sekali-kali tidak akan dapat mempercayai bagaimana mungkin bangsa bangsa yang telah mengaku beradab itu dapat melakukan perbuatan perbuatan semacam itu dan dapat menganggap perbuatanperbuatan itu sebagai bagian peradaban dan kebudayaan mereka.
Dahulukala pun terdapat kebiasaan dansadansi dan tontonan tontonan. Akan tetapi tak ada seorang pun dari keluargakeluarga yang dipandang sebagai cikai bakai kemuliaan dan peradaban bersedia membiarkan anakanak perempuan dan menantumenantu perempuan mereka terlibat di dalam perbuatanperbuatan itu, dan bahkan menganggap menjadi kebanggaan, meningkatkan harkat serta martabat kaum wanita, dan sedikit pun tidak akan'menimbulkan cacat didalam kehormatan mereka.
Kecuali kekejian yang sudah membudaya itu, kekejian besar perzinaan pun pada zaman ini demikian meluasnya sehingga dewasa ini di kebanyakan negeri yang agama Kristen berpengaruh, perzinaan tidak dipandang sebagai suatu kelemahan pribadi melainkan sebagai pemenuhan kebutuhan biologis dan hiburan seharihari. Memang tidak syak lagi perempuan-perempuan tuna susila terdapat pula di zaman dahulu akan tetapi siapakah dahulu dapat membayangkan di dalam otaknya bahwa pada suatu waktu pemerintah memberikan gaji yang tinggi kepada perempuan-perempuan untuk ditempatkan dan tinggal bersamasama balatentara agar kebutuhankebutuhan prajurit prajurit terlampiaskan dan supaya mereka tidak usah repotrepot keluar dari tangsitangsi mereka. Siapa pula dapat membayangkan bahwa pergaulan antara pria dan wanita akan demikian bebasnya se orang wanita bertandang ke rumah seorang pria tidak dianggap dosa bahkan akan dinilai wajar demi emansipasi sebagai bagian hak asasi manusia. Lembaga pemikahan akan dipandang sebagai gejala perbudak an mental sebagaimana dianggap oieh beratusratus ribu orang Francis dan Amerika masa kini. Betapa dahulu dapat masuk dalam pikiran seseorang bahwa pada suatu waktu kelak masalah pemikahan akan di bahas dengan amat seriusnya dan lembaga pemikahan itu dipandang suatu ide yang kolot. Setiap Laki-laki boieh menggauli perempuan yang disukainya dan melahirkan anak. Perempuan tidak mempunyai harkat yang lebih tinggi daripada sebuah mesin canggih yang bila bekerja dengan kapasitas penuh diharapkan akan mendatangkan faedah kepada negara, sebagaimana dewasa ini dianggap oieh sementara golongan sosialis dan pada khususnya golongan Bolsewik.
Jika kejahatan seks demikian keadaannya maka dapat dibayang kan betapa banyaknya akan terdapat anakanak jadah. Sebab, selama perzinaan dianggap suatu keaiban di dalam suatu negeri, selama itu orang-orang tidak akan suka meninggalkan di belakang mereka ke turunan yang akan menerima cemoohan karena mereka anakanak jadah. Akan tetapi suatu masyarakat yang menolak anggapan tentang perzinaan sebagai dosa dan memandang lembaga pemikahan sebagai 103campur tangan agama yang tidak pada tempatnya maka keturunan semacam itu tidak merupakan hal yang memalukan di dalam masyarakat itu. Bahkan dapat dikatakan, di dalam masyarakat semacam itu tidak terdapat keturunan lain selain anakanak jadah. Ternyata di kalangan orang-orang yang mempunyai anggapan seperti di atas memang dilahirkan keturunan semacam itu dan dengan keadaan itu sedikit pun tidak dipandang suatu keaiban.
Akan tetapi, di samping mereka itu terdapat golongan lain yang tidak mau meninggalkan lembaga pemikahan dengan berangkat dari anggapan bahwa lembaga pemikahan itu suatu adat lembaga kuno. Di tengah-tengah mereka itu pun dewasa ini terdapat semangat bergelora membela status anakanak jadah, terbukti para filosuf besar menganggap mereka itu sebagai hikmat dan sarana pertahanan bagi negeri mereka. Mereka berusaha keras membela kepentingan anakanak semacam itu supaya meفadi ahli waris orangtua mereka itu. Jika tidak, mereka menyarankan kepada pemermtah agar mereka itu dianggap anakanak negeri dan agar memperhatikan serta memelihara mereka itu secara istimewa. Apabila keadaan itu sudah demikian maka besarnya jumiah anakanak jadah yang dapat diperkirakan di wilayahwliayah itu sukar dicari bandingannya di masa dahulu. Tidak terperikan juga, apakah orang-orang zaman dahulu dapat membayangkan pula keadaan serupa itu?
Suatu perubahan berkenaan dengan keadaan akhiak di zaman itu dinubuatkan oieh Rasulullah saw., bahwa kebiasaan minum minuman keras akan sangat meluas. Di dalam hubungan ini di dalam Hadis Muslim terdapat riwayat dari Anas bin Malik ra. bahwa salah satu pertandaakhir zaman ialah juga Insert 104 yakni,minuman keras akan banyak diminum.
Abu Na'im, di dalam “Huliyah” meriwayatkan berdasar keterangan dari Huzaifah bin Alyamin ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda, salah satu pertanda akhir zaman itu juga bahwa minuman keras akan diminum di pinggirpinggir jalan. Banyaknya minuman keras dewasa ini kiranya tidak perlu dijelaskan.
Di Eropa air diminum orang tidak sebanyak minuman keras. Pada zaman dahulu pun orang-orang minum minuman keras, akan tetapi rtlinuman keras itu hanya sebagai pelengkap kemewahan atau sebagai obat. Namun dewasa ini minuman keras itu diminum bagaikan gizi dan air minum belaka. Teristimewa menyoloknya minuman keras akan diminum orang-orang di pinggirpinggir jalan, sebagaimana dinubuatkan oieh Rasulullah saw., mencuatkan perbedaan keadaan antara zaman ini dengan zaman dahulu. Zaman dahulu minuman keras dianggap barang mewah dan tidak selalu tersedia seperti zaman sekarang. Dahulu hanya terdapat di kedaikedai tertentu, tempat orang-orang biasa membeli minuman keras. Namun kini minuman keras diminum sebagai pengganti air minum. Sebab itu minuman keras dianggap perlu disediakan di tepitepi jalan, di tempattempat yang berjarak antara satu dengan yang lain berdekatan. Hal demikian terbukti di negerinegeri Eropa. Di tepitepi jalan, dengan jarak yang berdekatan, dibuka kedaikedai minuman keras supaya kerongkongan orang-orang yang lalu lalang jangan sampai kekeringan. Restorasi di dalam kereta api menyediakan minuman keras. Di kamarkamar tunggu, akan hal makanan entah disediakan atau tidak, tetapi minuman keras pasti tersedia. Di kota kota seperti London, pada jarakjarak yang dekat, minuman keras segelas dan air minum segelas dijual dengan harga yang sama. Akan tetapi air disediakan bukan dengan tujuan untuk diminum melainkan untuk memenuhi keperluan lain.
Gambaran mengenai betapa berlimpahlimpahnya minuman keras, dapat ditarik dari kejadian yang dialami oieh seorang muballigh kami yang diutus ke Inggris dengan tugas untuk bertabligh. Tuan rumahnya, yang senang melihat kebagusan tatakrama dan perilakunya, pada suatu ketika berkata kepadanya dengan rasa kasih, “Saya ingin menasihatkan Anda dan hendakiah Anda ingat baikbaik. Dengan nasihat itu kesehatan Anda akan terpelihara. Yaitu, di negeri ini Anda sekali-kali jangan minum air. Bapak saya sepanjang umur baru sekali minum air dan pada hari itu juga ia meninggal dunia. Saya sendiri sampai sekarang belum pernah minum air.” Ketika muballigh kami itu berkata bahwa ia tidak minum minuman keras walau setetes pun bahkan selalu hanya minum air, sangatlah ia merasa heran dan agaknya sulit bagi dia untuk mempercayai.
Suatu perubahan dalam bidangakhiak yang dinubuatkan oieh Rasulullah saw. berkenaan dengan zaman itu, ialah, pada zaman itu pennainan judi akan merajalela. Dalam hubungan ini di dalam Hadis Dailmi terdapat riwayat dari Hadhrat Ali ra. bahwa di antara pertanda-pertanda dekatnya kiamat ialah juga pada zaman itu permainan judi akan merajalela. Penibahan yang sejauh ini nampak, tidak perlu mendapat penjelasan. Permainan judi di tengah masyarakat Eropa dan Amerika tidak saja merupakan perintang waktu, melainkan telah menjadi salah satu bagian tak terpisahkan dari peradaban mereka.
Di tiap segi kehidupan permainan judi ikut berperan dalam satu atau lain cara. Cara judi yang lazim dliakukan selepas pertemuan makan merupakan perintang waktu yang tak aneh lagi. Akan tetapi, di samping itu pun lotre begitu banyak diadakan sehingga dapat dikatakan perniagaan pun seperempatnya ditelan oieh judi. Orang-orang dari tingkat bawah sampai tingkat atas, semuanya berjudi — bukan hanya sewaktuwaktu, bahkan hampir setiap hari. Kasinokasino, barangkali adalah paling kaya di antara semua klub lainnya. Di Monte Carlo, Italia, tempat perjudian para hartawan, kadang-kadang dalam satu hari beratusratus juta rupiah berpindah dari satu tangan ke tangan lain dengan perantaraan judi.
Pendek kata, demikian rupa merajalelanya judi sehingga tak salah kalau dikatakan bahwa, andaikata judi dipisahkan dari peradaban modem maka akan terjadi suatu kekosongan demikian hebatnya sehingga tak terisikan oieh sesuatu yang lain.Tanpa enggan dan takut dibantah, dapat dikatakan bahwa jika kita meninjau kembali sepenggal zaman dari zaman dahulu maka judi dalam setahun pada zaman itu dibandingkan dengan judi sehari pada zaman ini pasti prosentasenya kurang dari seperseribunya. Namanama berbagai asuransi: asuransi jiwa, asuransi kebakaran, asuransi kemalingan, dan berpuluhpuluhjenis asuransi lain nya yang tanpa itu dewasa ini ekonomi tidak dapat berjalan tidak dikenal orang-orang dahulu,
Suatu perubahan di dalam keadaan akhiak yang dinubuatkan oieh Rasulullah saw. ialah pada zaman itu kebersihan jiwa akan lenyap (Na'im bin Hamad, menurut Umar bin Yasir dalam “HiMajul Kiramah.”) Orang-orang memberikan bermacam-macam penafsiran mengenai itu. Akan tetapi artinya jelas bahwa pada zaman itu akan mustahil mencari (dan menemukan) insan berjiwa suci.Kini perhatikanlah kenyataan ini dan cobalah kita mengesampingkan dahulu lingkup pengaruh wujud Masih Mau'ud, lalu kita melayangkan pandangan ke seluruh dunia, maka kita tidak akan mendapatkan di mana pun insaninsan berjiwa bersih. Dahulu adakalanya di kalangan umat Islam terdapat beratus-ratus ribu insan yang dekat kepada Allah, tetapi pada zaman yang rawan dan penuh musibah ini mustahil menemukan seorang pun seorang orangsuci. Tidak syak lagi banyak terdapat pewaris para wali, para ulama, para sheikh, para sufi yang mempunyai beratusratus ribu murid. Namun seorang wujud suci tidak akan terdapat. Di antara mereka tidak ada seorang pun yang mempunyai hubungan dengan Allah. Cara wirid dan zikir yang dicontohkan oieh mereka bukanlah ciri kesucian. Ciri kesucian ialah mereka harus menyerap kecintaan Ilahi dan Allah Taala harus menampakkan kecintaan-Nya kepada mereka. Dia menggelorakan ghairat-Nya demi mereka, meluluskan niat dan kehendak mereka. Membukakan rahasia-rahasia Kalam-Nya kepada mereka, mengalirkan air sungai kearifan ke dalam lubuk hati mereka. Mereka seyogyanya menjauhkan segala musibah yang merundung nasib agama Islam. Semestinya mereka menyingkirkan segala penyakit yang sebenarnya tengah diidap oieh umat Islam. Namun tidak seorang pun wujud serupa itu terdapat di antara mereka yang disebut Syeikh, Sufi, Wali, Abdal, Ulama, dan Fazil itu. Walhasil, dewasa ini dunia telah melenyapkan wujud yang berjiwa suci dan menghidupkan nafsu angkara dan itulah yang menjadi kedambaan mereka.
Suatu perubahan lagi di dalam akhiak pada zaman itu dinubuatkan oieh Rasulullah saw. bahwa sifat amanah (dapat dipercaya) akan hilang. Ternyata, menurut Dailmi, yang mengutip riwayat dari Hadhrat Ali ra., salah satu di antara pertandapertanda dekatnya kiamat ialah juga lenyapnya sifat amanah (Hijjajul Kiramah). Gaibnya sifat amanah dan digantikan oieh sifat khianat, yang buktinya tengah kita saksikan, tidak memerlukan penjelasan lebih banyak. Orang-orang di tiap kampung, di tiap lingkungan, dan di tiap rumah tangga merasakan pengaruh perubahan yang pahit itu.
Suatu perubahan di dalam keadaan akhiak pada zaman itu dinubuatkan oieh Rasulullah saw., ialah, pada zaman itu orang-orang tidak akan memperlakukan orangtua dengan baik tetapi memperlakukan sahabat-sahabat mereka dengan baik. Ternyata, Abu Na'im di dalam “Huliyah” menerangkan berdasarkan riwayat dari Huzaifah bin Alyamin bahwa pada zaman itu anak akan mendurhakai bapaknya tapi akan berbuat bajik terhadap sahabatnya. Perubahan ini pun sedang menjadi kenyataan dan nampak demikian hebatnya sehingga setiap orang sopan akan Iuluh dan meleieh hatinya bagaikan lilin demi melihat perubahan itu.
Orang-orang yang menggandrungi kebudayaan Barat dan memperoieh pendidikan modem menganggap orangtua mereka otakmiring dan menghindari campur gaul dengan mereka. Mereka merasa santai kalau menghabiskan waktu di tengah-tengah kawankawan pemuda sehaluan mereka dalam pestapora. Mentraktir dan menghibur kawan kawan mereka tidak segansegan membelanjakan uang mereka, namun mereka tidak pernah menaruh perhatian untuk memenuhi keperluan keperluan ibu bapak mereka yang tidak berada. Di negeri India kita dapati ribuan contoh serupa itu. Orangtua meفalani hidup seninkemis dan siangmalam berusaha dengan banting tulang menyekolahkan anak-anaknya. Tetapi setelah anakanaknya menjadi orang-orang pandai dan mendapat pekerjaan, mereka malu mempersilahkan orangtua mereka duduk sejajar dengan mereka. Mereka memperlakukan • orangtua mereka demikian rupa sehingga orang asing dapat menganggap orangtua mereka itu hanya sebagai pelayan belaka. Dewasa ini terdapat ribuan contoh serupa itu namun di zaman dahulu sukar menemukan sebuah pun contoh serupa itu.
Peri Keadaan llmu Pengetahuan
Seperti halnya Rasulullah saw. menubuatkan mengenai keadaan akhiak pada zaman Masih Mau'ud, demikian pula halnya beliau menu buatkan tentang peri keadaan ilmu pengetahuan pada zaman itu. Ternyata, diriwayatkan oieh Anas bin Malik ra. di dalam Kitab Tirmizi, bahwa Rasulullah saw. bersabda bahwa salah satu di antara pertanda pertanda akhir zaman ialah :
Insert 108
“Ilmu itu akan hilang dan kejahilan akan nampak “
Kitab Bukhari pun meriwayatkan keterangan dari Anas ra. mengenai masalah tersebut dengan agak berbeda. Perubahan itu pun telah menjadi kenyataan. Pada suatu masa kaum wanita Islam pun pernah mahirmahir dalam ilmu fiqh. Hadhrat Umar ra. pernah berkata bahwa wanita dari golongan Anshar pun lebih faham tentang Alquran daripada beliau. Apa yang beliau maksudkan ialah, anakanak demikian faham tentang Alquran sehingga mereka dapat mengoreksi fatwa seorang ulama besar bukan dari kepolosan atau kebodohan mereka melainkan berdasarkan dalildalil. Siapakah yang dapat mengingkari ketinggian ilmu dan kemahiran Siti Aisyah ra. dalam ilmu fiqh ? Akan tetapi dewasa ini ilmu keagamaan (Islam) nampak demikian bahwakecuali mereka yang tidak mampu mengejar ilmu pengetahuan lain, orang tidak berminat kepada ilmu keagamaan (Islam). Ilmu yang dituntut tanpa mengeluarkan biaya, bahkan dengan cumacuma dapat memperoieh makan, maka barkat apakah yang dapat diraih di dalamnya? Faedah apakah yang dapat disampaikan kepada masyarakat oieh orang-orang yang menuntut ilmu dengan niat semacam itu?
Banyak lagi hadis yang mendukung hadis tersebut, tetapi itu sekali-kali tak berarti bahwa pada zaman itu segala jenis ilimi akan lenyap. Tak lain yang dimaksudkan itu hanya ilmu keagamaan (Islam) sebab terbukti dari hadis-hadis ilmu-ilmu keduniaan justru meningkat. Ternyata di dalam Kitab Tirmizi berdasarkan keterangan dari Abu Hurairah ra. diterangkan bahwa di akhir zaman, kecuali untuk tujuan tujuan agama, orang-orang akan mencari ilmu untuk tujuan-tujuan lain (Tirmizi, Bab Maja fi Hululmasih Abwabul Fitn), Keadaan serupa itu telah menjadi kenyataan pada dewasa ini. Ilmu duniawi telah maju dengan pesatnya sehingga dunia merasa takjub atas ilmu duniawi itu. Ilmu keagamaan begitu diabaikan sehingga orang-orang bodoh pun disebut ulama.
Peri Keadaan Peradaban Di Masa Masih Mau'iul
Rasulullah saw. pun telah melukiskan keadaan peradaban manusia di zaman Masih Mau'ud. Banyak pertanda dinubuatkan melukiskan sepenuhnya keadaan peradaban pada masa itu. Salah satu di antara pertandapertanda itu, ialah, pada zaman itu cara memberi hormat akan berubah.
Imam Ahmad bin Hanbal berdasarkan keterangan dari Ma'adh bin 'Anas, meriwayatkan bahwa salah satu dari pertandapertanda zaman kemelut dan kebinasaan umat ini (dan itulah zaman Masih Mau'ud), ialah, sementara orang-orang bertemu satu sama lain mereka akan Iaknat melaknat. Walaupun ahliahli tafsiT mengartikan hadis tersebut demikian bahwa yang dimaksudkan ialah orang-orang dari masyarakat kelas rendah akan caci mencaci tatkala mereka bertemu s~tu sama lain, namun pada hakikatnya di dalam hadis itu terkandung isyarat mengenai suatu perubahan lainnya yang jauh lebih besar daripada itu. Perubahan itu bukan hanya terdapat di kalangan masyarakat kelas rendah belaka, melainkan terdapat pula di kalangan orang-orang Islam terhormat dari beberapa wilayah, mereka terbiasa memakai sapaan “bandgi!” atau “tasiim!”*) Orang-orang besar di India beranggapan bahwa saling menyapa dengan kata “Salam!” sebagai penghinaan. Sebagai gantinya mereka mengucapkan, “Adaab!” atau “Tasiim!” Bahkan mereka hingga meniru orang-orang Hindu mengatakan, “Bandgi!” yang berarti, “Aku menyatakan pengabdianku ke hadapan Anda!” Kata-kata yang meng gantikan pemakaian kata yang berarti salam dan sejahtera itu sebenarnya merupakan pelaknatan juga. Sebab, apabila seseorang mengungkap kan kalimat syirik atau pernyataan pengabdian, yang seyogyanya khusus bagi Tuhan, kepada sesama makhluk manusia, itu berarti menimpakan Iaknat Tuhan kepada satu sama lain.
. *) “Bandgi” dalam bahasa Hindi beiarti “sembah” atau “anun” (dalam bahasa Sunda); “tasiim” aitinya hormat; mellycialikan dirikepada orang lain, (Peny.)
Kata “adaab,” yang banyak dipakai di kalangan orang-orang Islam, itu pun sebenarnya berarti, “Kami mempersembahkan (bandgi) atau menyerahkan diri (tasiim)” juga. Kata itu dipakai dengan tujuan agar terpelihara dari dampak (pengaruh) penyesalan yang timbul dalam hati karena benilangulang mempergunakan kata-kata yang berbau syirik.
Suatu perubahan lagi di dalam peradaban seperti dinubuatkan oieh Rasulullah saw. ialah pada zaman itu nilai kehormatan di dalam kalangan umat Islam bukan ditilik dari segi keagamaan melainkan dari segi harta kekayaan, tingkah Laku dan sistem politik, dan sebagainya.
Diriwayatkan oieh lbni MardAwalh berdasar keterangan dari lbni 'Abbas ra., Rasulullah saw. mengatakan bahwa salah satu di antara pertanda pertanda akhir zaman orang-orang akan memuliakan seseorang karena kekayaannya. Keadaan itu pun dewasa ini telah menjadi kenyataan. Tradisi lama yang tadinya lebih mengutamakan kemuliaan darah keturunan daripada segala sebab kehormatan dewasa ini telah lenyap sama sekali. Satusatunya tolok ukur kehormatan kini ialah harta kekayaan. Dahulu orang-orang kaya dan para hartawan biasa hadir di dalam majelism~jeis kaum ulama. Dewasa ini kaum ulama merasa bangga jika mereka mempunyai kawan orang kaya. Atau, dengan perkataan lain dapat dikatakan, mereka merasa mendapat kehormatan kalau bersembah sujud ke bawah duli orang kaya.
Demikian pula diriwayatkan oieh Hudhaifah bin Alyaman, suatu masa akan tiba kepada umat Islam, ketika seseorang akan disanjung karena :
Insert 111
Yakni, akan dikatakan : alangkah gagah beraninya si Anu dan betapa anggan pembawaannya dan baik akhiaknya dan betapa cerdik nya, padahal sebiji sawi pun tidak ada iman di dalam hati orang itu (Tirmizi).
Keadaan itu pun dewasa ini telah menjadi kenyataan. Betapa pun seorang tidak patuh kepada agamanya tetapi apabila ia tampil ke muka dengan mengaku pembela hak orang-orang Islam, seketika itu juga ia menjadi pemimpin umat Islam. Tak seorang pun mempersoalkan orang ini tidak beramal sesuai dengan ajaran Islam. Betapa Allah menjadikan dia pemimpin Islam. Cukuplah ia dLIuluki seorang ahli pidato ulung, atau penanding lawan yang cerdik sekali, atau sukarelawan yang bersedia menyabung nyawa demi kepentingan politik.
]Suatu perubahan lagi yang dinubuatkan oieh Rasulullah saw. ialah, pada zaman itu orang-orang mukmin akan dianggap hina, bahkan karena takut kepada orang-orang mereka akan keluyuran dengan sembunyi-sembunyi. lbni MardAwalh meriwayatkan berdasar keterangan dari Hadhrat lbni 'Abbas, bahwa Rasulullah saw. bersabda, salah satu di antara pertandapertanda akhir zaman ialah orang-orang mukmin akan dipandang lebih rendah daripada sahaya wanita; maksudnya, walau orang suka menjalin hubungan mesra dengan seorang sahaya wanita dan suka mengawininya akan tetapi dengan seorang mukmin tidak akan suka meف lin hubungan pada zaman itu.
Demikian pula Dailmi meriwayatkan berdasar keterangan dan Hadhrat Ali ra., pada zaman itu orang-orang saleh akan keliaran dengan sembunyi-sembunyi. Keadaan ini pun semenjak beberapa waktu yang lalu telah meifladi kenyataan. Meفalin hubungan dengan orang-orang mukmin dianggap tidak disukaL Siapa pun dari kalangan orang-orang Islam tidak dipandang orang yang lebih buruk dari pada seseorang yang benar-benar mematuhi ..Alquran Suci dan sunah Rasul, sehingga sesudah datang Masih Mau'ud pertanda itu demikian rupa kentaranya hingga dianggap wajar untuk bertemu dan beramahramah dengan perempuan-perempuan jalang, orang-orang yang mengabaikan sembahyang, pengkhianatpengkhianat, pendustapendusta, dan orang-orang yang suka menghina Allah dan Rasul; akan tetapi, orang-orang yang menyambut baik Seruan Samawi dihaiau dan dimusuhi.
Suatu pertanda zaman itu dinubuatkan oieh Rasulullah saw. ialah, pada pada zaman itu di kalangan umat Islam bahasa Arab akan jarang dipergunakan. Ternyata, lbni MardAwalh ra. meriwayatkan berdasar keterangan dari lbni 'Abbas ra. bahwa Rasulullah saw. Menubuatkan tentang salah satu dari pertandapertanda akhir zaman ialah, safsaf (jajaranjajaran orang sembahyang) akan sangat panjang namun bahasa akan beragam. Pemandangan ini nampak jelas pada harihari ibadah haji. Salah satu di antara tujuan-tujuan besar ibadah haj ialah juga melestarikan persatuan umat Islam. Akan tetapi disebabkan oieh meninggalkan bahasa Arab maka sekalipun di sana orang-orang berhimpun namun, kecuali dapat menunaikan kewajiban haj, mereka tidak dapat meraih faedah sosial maupun nasional.
Seandainya orang-orang Islam tetap melestarikan bahasa Arab maka bahasa ini akan mengikat orang-orang dari segala penjuru dunia diikat suatu tali pengikat yang kuat lagi tidak terputuskan oieh serangan musuh mana pun.
Suatu keadaan berkenaan dengan peradaban yang dinubuatkan oieh Rasulullah saw. itu ialah, pada zaman itu kaum wanita sekalipun secara lahir berpakaian namun telanjang juga (menurut lbni Umar ra. di dalam Musnad Ahmad bin Hanbal). Keadaan itu pun dewasa ini telah mengambli dua macam perwujudan: Pertama, bahanpakaian bermutu tinggi telah menjadi demikian murah harganya sehingga pada umumnya orang-orang dapat berbusana dengan bahan yang dahulu dipakai hanya oieh orang-orang berada. Bahan pakaian itu mulai dibuat demikian tipisnya sehingga dengan mengenakan pakaian dari bahan itu dapat menjadi hiasan fantasi (khayali) semata, akan tetapi sudah pasti tidak memenuhi persyaratan pardah (menutup aurat). Sebagian besar umat manusia tertarik kepada busana semacam itu dan menganggapnya sebagai perhiasan bagi kaum wanita. Perwujudan kedua, corak pakaian kaum wanita Eropa dan Amerika adalah demikian potongannya sehingga beberapa bagian badan yang seharusnya tertutup dibiarkanterbuka. Umpamanya, pada umumnya mereka membiarkan bagian dada terbuka, demikian juga membiarkan bagian lengan terbuka hingga batas siku. Jadi, sekalipun berbusana mereka telanjang juga.
Pendek kata, dua macam perwujudan tersebut sedang menjadi kenyataan: di kalangan umat Islam dengan pakaian mereka dari bahan tipis dan di kalangan umat Kristen dengan dada, kepala, dan lengan mereka dibiarkan telanjang.
Suatu pertanda akhir zaman, yang merupakan zaman turun Masih Mau'ud, dinubuatkan oieh Rasulullah saw. bahwa pada zaman itu kaum wanita akan menata rambut mereka seperti punuk unta (lbni Umar ra. dari “Musnad Ahmad Hanbal.”) Ternyata demikian mode yang dianut wanitawanita Eropa. Mereka tidak menyukai rambut berpilin, dan rambut mereka disasak demikian rupa sehingga seakan-akan ada benda lain diletakkan di atas kepala mereka. Bangsa-bangsa lain pun terkena pengaruh kewibawaan mereka dan meniru mereka. Sebagaimana orang orang memandang segala ucapan dan tingkah Laku mereka itu lebih berharga daripada wahyu samawi, demikian pula di dalam hal ini pun—karena mengikuti mereka itu — memandangnya sebagai ciri kemajuan peradaban.
Suatu pertanda zaman itu diriwayatkan oieh Hadhrat lbni 'Abbas ra. berdasar sabda Rasulullah saw., bahwa pada zaman itu kaum wanita akan ikut serta bemiaga bersama suami (Hijjajul Kiramah dari lbni MardAwalh). Pertanda ini pun telah menjadi kenyataan. Bahkandemikian memasyarakatnya sehmgga ada anggapan bahwa pemiagaan tanpa keikutsertaan kaum wanita sama sekali tidak akan berhasil. Bahkan lebih dari pada itu, di beberapa kota Eropa, tokotoko mempekerjakan beberapa perempuan cantik hanya untuk tujuan supaya mereka melayani para langganan dan berusaha merayu mereka hingga pasti langgananlangganan berbelanja dari toko mereka dan tidak pulang dengan hampa tangan.
Suatu pertanda peradaban zaman itu dinubuatkan oieh Rasulullah saw. bahwa pada zaman itu perempuan-perempuan akan demikian bebasnya berperilaku sehingga mereka akan mengenakan busana Laki-laki, menunggang kuda, dan bahkan memerintah kaum Laki-laki (lbni MardAwalh berdasar keterangan dari lbni 'Abbas).
Di dalam peradaban masa kini perubahan itu sudah menjadi kenyataan. Di Amerika dan di negerinegeri Kristen lain, begitu pula di tengah-tengah pengikut-pengikut agama lain yang biasa menjiplak kebiasaan mereka itu makna kebebasan kaum wanita mulai demikian disalahkaprahkan sehmgga kita heran mendengarnya. Karena pengaruh jalan pikiran itu peradaban masa kini berubah sekali dibandingkan dengan peradaban lama. Banyak sekali perempuan menunggang kuda bersamasama dengan Laki-laki, ikut berburu dan ikut serta berpacu kuda. Bahkan mereka bermain akrobat di dalam sirkussirkus. Kebiasaan memakai busana kaum pria pun telah umum di negerinegeri Kristen, pada khususnya semenjak Perang (Perang Dunia Pertama, Peny. ) usai, beratusratus ribu perempuan mulai benar-benar mengenakan pakaian Laki-laki. Celana katok (breeches) danjaket sudah merupa kan mode pula di kalangan mereka.
Bahwasanya kaum wanita telah mendominasi kaum pria itu sangat ganjil sekali gejalanya. Pada hakikatnya di dalam hal ini peradaban Eropa dan pengaruhnya di dalam peradaban negerinegeri lain terdapat perubahan demikian besarnya sehingga, jika akibatakibat buruknya tidak disingkirkan oieh Allah Taala, tidak ada jalan lain lagi untuk menyingkirkannya. Mungkin akan berjangkit kekacauan yang berbahaya, atau lembaga perkawinan akan sama sekali punsh, dan malapetaka yang tak tertanggungkan akan menimpa tata hidup perkembangan keturunan manusia.
Suatu pertanda lainnya lagi mengenai peradaban zaman itu dinubuatkan oieh Rasulullah saw., bahwa pada zaman itu kaum pria akan bersolek seperti kaum wanita dan akan meniruniru rupa mereka. (Hudhaifa bin Alyaman, Hiliyah Abu Naim). Penibahanperubahan itu telah menjadi kenyataan. Sebagian besar Laki-laki di dunia mencukur bersih janggut mereka sehingga menyerupai kaum wanita. Dahulu janggut dianggap perhiasan kaum pria. Apalagi di kalangan kaum Muslimin, itu merupakan satu syiar Islam, sesuai dengan sunah Rasulullah saw. Dewasa ini janggut sudah tidak nampak padawajah sebagian besar kaum pria. Bahkan orang-orang yang dianggap berpengauh di dunia Islam dalam bidang agama, merasa penampakan wajah mereka lebih ganteng kalau bercukurjanggut.
Perubahan lain sesuai dengan nubuatan itu, ialah, banyaknya bilangan gedunggedung komidi. Laki-laki mengenakan kostum perempuan dan perempuan mengenakan kostum laki-laki untuk berperan dalam pentas, menari, dan menyanyi. Demikian pula di Eropa dan Amerika, kaum pria demikian rupa menata dan menjaga kerapihan rambut mereka. Keadaan serupa itu bandingannya walau tidak melebihi kaum wanita masa kini, sekurang-kurangnya pasti melebihi keadaan kaum wanita masa dahulu.
Peri Keadaan Jasmani
Rasulullah saw. pun menubuatkan perihal keadaan jasmani dan kesehatan orang-orang yang hidup di zaman Masih Mau'ud. Terdapat riwayat di dalam Tirmizi, dari Hadhrat Anas ra. bahwa tatkala Dajjal muncul dan bertolak menuju arah ke Medinah, pada waktu itu akan berjangkit wabah ta'un juga. Maka Allah Taala akan menyelamatkan Medinah dari Dajjal dan wabah ta'un itu. Keadaan itu pun telah menjadi kenyataan.
Semenjak dua puluh tahun yang lalu*) wabah ta'un telah menyerang dunia dengan kedahsyatan demikian rupa sehingga, masya Allah, ratusan ribu mmah menjadi kosong dan ribuan desa dan dusun sudah musnah. Akan tetapi, Allah benar-benar telah menyelamatkan tempat-tempat suci dari serangan yang dahsyat itu. Adapun sebab lahiriahnya ialah, di berbagai tempat telah didirikan karantinakarantina, hingga dengan demikian bahaya virus dapat diisolir. Rasulullah saw. Menubuatkan mengenai wabah ta'un ini dengan menggunakan bermacam-macam perkataan. Pada sebagian tempat beliau menyebutkan dengan perkataan Dabatul Ardh, sebab jenis penyakit itu berasal dari semacam kuman yang memasuki tubuh manusia dari tanah. *) Kitab ini ditulis tahun 1922, Peny.
Di dalam Alquran pun terdapat sebutan nama itu juga. Ta'un itu bukanlah wabah sembarangan melainkan yang membentangkan jala pembinasaannya di bagian besar kawasan dunia. Di negeri India, semenjak dua puluh enam tahun yang lalu hingga kini, telah bersimaharajalela.
Di dalam nubuatan mengenai muncuinya "Dabah" ini tidak hanya berkenaan dengan wabah ta'un (pes) melainkan agaknya pula terkandung isyarat di dalamnya bahwa pada zaman itu berbagai jenis penyakit yang pengaruhnya akan tersebar luas lewat kumankuman mikroskopis. Kita saksikan bahwa dewasa ini telah timbul bermacam-macam penyakit yang disebarkan melalui bakteribakteri mikroskopis yang boieh jadi dahulu kala tidak pernah ada atau tidak pernah menampakkan wujudnya dalam bentuk ini.
Di dalam nubuatan yang disebutkan Alquran dan Rasulullah saw. ini, pada hakikatnya, diungkapkan pula adanya penemuan alat mikroskop dengan fungsinya, sebab tanpa alat itu betapa orang dapat mengetahui sumber penyebab penyakitpenyakit itu adalah "dabah" bakteri. Dahulu manusia membatasi penyebab segala sumber penyakit pada lendir dahak, empedu, dan darah.
Rasulullah saw. pun menjelaskan pertandapertanda lainnya berkenaan dengan keadaan umum di zaman masih Mau'ud; di antaranya kelnatian menyerang dengan tibatiba (lbni Abi Syeiba, menurut Mujahid, di dalam Hijjajul Kiramah). Yakni, kejadian demikian akan banyak terjadi. Jika satu atau dua kali kejadiannya, itu adalah peris tiwa biasa. Ternyata, sesuai dengan nubuatan itu pada zaman ini kematian tibatiba pun banyak sekali terjadi. Salah satu penyebabnya ialah dari terlampau banyaknya minum minuman . keras; dan kedua dari kebanyakan ilmu. Karena minuman keras bisa menyebabkan jantung dan otak menjadi lemah fungsinya. Karena kebanyakan studi dan terlampau banyak bekerja, kekuatan saraf menjadi lemah. Kedua gejala itu dewasa ini sedang merajalela. Akibatnya ialah, di tengah-tengai bangsa demi bangsa, peminum minuman kerasterdapat demikian banyak bliangannya, kematian mendadak sehmgga, masya Allah setiap tahun ribuan manusia dengan sekonyongkonyong mati karena niend~pat serangan jantung tengah, berdiri atau duduk atau berbaring. Kejadtan demikian tidak pernah terdapat di zaman dahulu,
Adapun tentang kesehatan umum itu Rasulullah saw. pun menubuatkan bàhwa pada zaman itu akan timbul penyakit yang ada hubungannya dengan hidung dan karena itu banyak maiiusia akan mati. Penyakit itu pun telah menjadi kenyataan. Di dalam ilmu kedokteran penyakit itu dikenal dengan sebutan influenza. Karena penyakit tersebut pada tahun 1918 dua puluh juta orang meninggal dunia, padahal yang tewas di dalam Perang Dunia (Pertama) yang beriangsung lima tahun itu hanya berjumiah enam juta orang. Jadi satu setengah prosen dan seluruh penduduk bumi telah lenyap karena penyakit ini; dan penyakit ini meyakinkan orang-orang tentang adanya kiamat sebab mereka telah menyaksikan dengan mata kepala sendiri bàhwa, apabila Allah menghendaki, tidak sulit bagi Dia untuk memusnahkan dunia.
Perbandingan Jumlah Jenis Kelamin
Rasulullah ssw. pun melukiskan perbandingan jumiah jenis kelamin pada zaman itu. Beliau mengutarakan bahwa pada zaman itu bilang/an kaum wanita akan melebihi bliangan kaum pria sehingga kelak seorai~g pria akan menjaga lima puluh wanita. Nubuatan itu pun telah menjddi kenyataan. Dewasa ini kaum wanita banyak sekali bilangannya di dunia ini. Di beberapa negeri Eropa, sebagai akibat banyaknya kemaqian kaum Laki-laki di dalam peperangan, bliangan kaum wanita telah demikian melimpahnya sehingga bangsa-bangsa yang tadinya meneitawakan ajaran Islam mengenai masalah poligami, kini mereka sendili dengan amat sungguh-sungguh mengka~ii kemungkinan adanya jalan teluar dari kemelut yang dihadapi dunia masa kini selain poligami. Para lilosuf kenamaan sedang menulis karangan mengenai masalah ini dengan kesimpulan bahwa untuk menyelamatkan pemerintahpemerintah dtiri kehancuran di masa ini dan untuk melestarikan tata peradaban ialah, hak memperkenankan kaum pria beristeri lebih dari seorang atau menymgkap tabirpandanganburuk yang secara lahiriahmasihterdapat mengenai perzinaan. Kebanyakan orang memang telah mempunyai kecenderungan berpikir agar orang-orang yang beristeri lebih dari seorang hendaknya jangan discret ke meja pengadlian, dan sebaiknya menutupi perbuatan mereka itu. Perubahan alam pikiran demikian adalah akibat adanya kelebihan dalam bilangan kaum wanita. Padahal, beberapa waktu yang lalu, poligami pada pandangan orang-orang Eropa termasuk salah satu dari pelanggaranpelanggaran hukum yang amat berat, dan tak ada seorang pemeluk agama Kristen pun dapat mendukung, sekalipun hanya secara isyarat, praktek berpoligami. Bahkan, setelah melihat kebencian mereka, orang-orang Islam pun mulai berdalihdalih apologis mengenai izin yang diberikan oieh Islam untuk berpoljgami.
Peri Keadaan Hubungan Antar Bangsa
Rasulullah saw. menubuatkan pula mengenai peri keadaan hubungan antar bangsa di zaman Masih Mau'ud. Beliau mengabarkan bahwa di zaman itu sarana perhubungan akan ditemukan sehingga orang-orang akan meninggalkan kendaraankendaraan kuno dan mengendarai kendaraankendaraan modem. Baik di darat maupun di laut akan berlalu kendaraankendaraan model baru. Beliau bersabda,
Insert 118
"Pada zaman itu untauflta, sebagai kendaraan, akan ditmggalkan dan orang-orang tidak akan mempedulikan lagi untaunta. "
(Shahih Musilin, Kitabul Iman).
Ternyata, dewasa ini telah berlaku demikian. Pada kebanyakan negeri kendaraankendaraan kuno tidak berguna, karena adanya kereta api. Mulamula, ketika hanya ada kereta api, bepergian lewat jalan-jalan lain orang tetap mengandalkan unta dan sebagainya. Akan tetapi semem'ak mobil ditemukan, kuda dan sebagainya tidak begitu lagi diperlukan. Model kendaraankendaraan baru ini kian maju, binatang-inatang penarik kendaraan kuno itu kian ditmggalkan.
Rasulullah saw. pun menubuatkan tentang zaman itu bahwa pada zaman itu, selain kereta api, kapalkapal uap akan ditemukan; sebagaimana beliau bersabda, keledai Dajal akan berjalan di atas air juga. Ketika ia (keledai Dajal, peny.) ben'alan, di muka dan belakangnya akan ada awan. Apa yang dimaksudkan oieh beliau ialah kereta api dan kapal uap, sebab keledai itulah yang ber)'alan didaratan dan dilautan. Sekian banyak gerejawan telah memanfaatkan saranasarana perhubungan itu tidak sebanyak golongangolongan lain memanfaatkan sarana-sarana itu. Dengan perantaraan saranasarana itu pun para padri, dengan membawa Injil di tangan mereka, mencapai ujung demi ujung dunia, menjaring seluruh bumi ke dalam jala kedajalan mereka. Kepulan awan asap kadang-kadang keluar dari arah muka dan kadang-kadang dari arah belakarig kereta api dan kapal tanpa pernah pisah daripadanya. Sedangkan pada waktu itu bahan makanan kedua jenis kendaraan itu pun batu (yakni batu bara) yang di dalam hadis-hadis diterangkan sebagai bahan makanan keledai Dajal. Kendaraankendaraan itu benar benar telah mengubah ciri khas hubungan antar bangsa.
PerekonomianPeri Keadaan Ekonomi Pada Zaman Masih Mau'ud
Rasulullahsaw. pun telah melukiskan peri keadaan perekonomian pada zaman Masih Mau'ud. Di dalam Huliyah, Abu Naim meriwayatkan berdasar keterangan dari Hudzaifah bin AIYaman, Rasulullah saw. Bersabda bahwa salah satu di antara pertandapertanda kiamat ialah masakan berlimpahlimpah dan perak akan menjadi tujuan pencaharian orang-orang (Hijjajul Kiramah). Keadaan ini pun telah menjadi kenyataan. Mas telah begitu berlimpahlimpah sehingga sekalipun sepersepuluh bagiannya tidak terdapat zaman dahulu. Beratusratus tambang baru mas dan perak telah ditemukan; kemudian alatalat baru untuk menggali mas dan perak telah diketahui dan sebab itu jumiah mas di dunia telah menjadi sangat banyak. Mas yang terdapat di Inggeris saja bila dijumiahkan barangkali akan melebihi jumiah mas yang terdapat di seluruh dunia pada zaman dahulu.
Dampak yang menonjol disebabkan oieh mas ialah pemiagaan zaman ini amat pesat lajunya. Segala pemiagaan berjalan dengan mas dan perak. Zaman dahulu jual beli didasarkan pada nilai mata uang sen dan peser.*) Dewasa ini seorang pun tidak ada yang mempedulikan uang peser, dan di beberapa negeri tidak seorang pun mengetahui wujud uang sen. Di Inggeris uang kepingan yang berlaku di sana paling kecil adalah penny dan di Amerika uang kepingan yang berlaku paling kecil adalah cent. Sedangkan kebanyakan transaksi di negerinegeri itu dliaksanakan dengan uang mas.
*) Terbuat dari logam tembaga, Peny.
Rasulullah saw. menubuatkan keadaan perekonomian zaman itu bahwa pada zaman itu riba (uang bunga) akan merajalela, sebagaimana diriwayatkan oieh Dailmi berdasar keterangan dari Hadhrat Ali ra., bahwa salah satu di antara pertandapertanda mendekatnya kiamat ialah riba akan banyak diberlakukan. Itu pun telah menjadikenyataan. Tingkat kemajuan yang dicapai oieh sistem riba pada zaman ini tidak pernah dicapai barang seperseratus ribu dan bahkan sepersepuluh juta nya pun sistem riba zaman dahulu. Semua pemiagaan, dengan kekecualiankekecualian yang jarang, berjalan atas dasar riba. Ada pemeo yang berkata, tanpa riba jual beli tidak mungkin berjalan. Demikian banyaknya terdapat bank sehingga mencapai jumiah beriburibu buah. Pemerintahpemerintah menarik dan memberikan riba. Saudagar menarik dan memberikan riba. Industriwan menarik dan memberikan riba.Para hartawan menarik dan memberikan riba.
Pendek kata, individuindividu dari tiap bangsa berjual beli berdasar riba. Dapat dikatakan bahwa zaman inilah tiap orang telah bertekad menjalankan usahanya dengan memakai uang kepunyaan orang lain, dan uangnya sendiri diberikan untuk menjalankan usaha orang lain. Andaikata ada sepuluh juta usaha dagang sedang berjalan maka hanya beberapa rupiah saja yang selamat dari pengaruh riba. Selebihnya, bolehjadi seluruhnya, telah masuk dalam pusaran riba.
Demikian pulalah keadaan orang-orang Islam pun yang pernah dikatakan kepada mereka bahwa apabila mereka tidak jera dari mçngambil riba, maka
Insert 120
"Maka awasiah terhœiappemngdariAllah " (2 : 280).
Kebanyakan mereka mempergunakan riba dengan memakai istilah keuntungan. Sebagian mereka, sambil mengakui sebagai kelemahan mereka, mempeijualbelikannya. Para ulama, dengan memberi aneka macam definisi, telah memfatwakan uang bunga dari bankbank dapat dibenarkan (jaiz). Mereka berkata, di negerinegeri yang diperintah orang kafir makan nba adalah jaiz. Dalam segala bentuknya pun riba sudah dibiarkan tidak berpenghalang lagi. Dengan demikian mereka membuat suatu syariat bani sesudah syariat terakhir. Dari semua keadaan itu kita mengetahui bahwa serangan riba di dalam zaman ini demikian dahsyatnya sehingga untuk melawannya tidak ada orang dapat melakukannya selain orang yang dipelihara oieh Tuhan.
Rasulullah saw telah menubuatkan tentang salah satu ciri khas keadaan perekonomian di akhir zaman bahwa pada zaman itu rang-orang Kristen akan menjadi kaya-raya sedang orang-orang yang lain akan miskin. Tirmizi mengutip keterangan Nawas bin Sam'an bahwa Rasulullah saw. bersabda : Dajal akan mengatakan kepada orang-orang supaya percaya kepadanya. Barangsiapa mengmgkarinya, semua harta kekayaan dalam rumah tangganya akan terbawa oieh Dajal, dan barangsiapa beriman kepadanya alun menjadi kaya-raya. la akan menghajani mereka (dengan harta) dari langit dan akan menumbuhkan bagi mereka (tanamtanaman) dari bumi. Terbukti keadaan demikian telah berwujud. Bangsa-bangsa Kristen kian lama kian maju dalam harta kekayaan mereka, bangsa-bangsa lawan mereka dari hari ke sehari kian bertambah miskin. Dan demikianlah semenjak satu abad yang lalu keadaan demikian tetap berlaku.
Peri Keadaan Politik
Rasulullah saw. telah demjkian rupa melukiskan keadaan politik zaman Masih Mau'ud as. sehingga dengan memperhatikannya akan dengan sendirinya zaman ini nampak di hadapan kita. Beberapa di antara berbagai perubahan politik yang pasti timbul pada zaman Masih Mau'ud ialah :
(l)Di dalam Huliyah, Abu Na'im bin Alyaman meriwayatkan Rasulullah pernah bersabda bahwa salah satu di antara pertandaper tanda akhir zaman juga ialah musibah-musibah akan menimpa orang-orang Islam demikian banyaknya sehingga mereka menyerupai orang-orang Yahudi. Yang dimaksudkan oieh beliau ialah negaranegara Islam dengan kewibawaan mereka akan hilang. Seperti halnya orang-orang Yahudi, kehidupan mereka akan bergantung pada kasih sayang orang lain. Pertanda ini telah menjadi kenyataan. Negaranegara Islam lenyap dan yang tinggal hanya bekasbekasnya sedikit. Padahal dahulu bendera Islam dengan megah berkibar di dunia namun kini bendera itu tidak mempunyai tempat lagi untuk berkibar. Untuk mempertahankan negaramereka, orang-orang Islam bergantung pada bantuan pemerintah Kristen yang ini atau itu. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun.
(2) Rasulullah saw. menubuatkan satu perubahan politik lagi pada zaman Masih Mau'ud as. bahwa Siria, Irak, dan Mesir akan melepaskan diri dari kekuasaan raja yang berdaulat saat itu, dan keadaan bangsa Arab akan menjadi kacau baiau lagi. Ternyata, ada riwayat terdapat di dalam Shahik Muslim dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda,
Insert 122
"Irak akan menahan mata uang dirham dan gandumnya; dan Siria akan menahan mata uang dinar dan gandumnya; dan Mesir akan menahan mata uang dinar dan gandumnya. Dan kamu akan kembali kepada keadaan semula. "*)
Yakni, di tanah Arab akan timbul kekacauan. Pertanda itu telah menjadi kenyataan. Irak, Siria, dan Mesir telah melepaskan diri dari kekuasaan Sultan, dan mereka tidak membayar lagi upeti dan dana apapun kepada Pemerintah Turki, dan negeri Arab sekali lagi menjadi kacau baiau. Kendatipun di tanah Hijaz telah berdiri sebuah kerajaan namun karena banyak musuh dan kekurangan harta kekayaan, sampai sekarang kerajaan itu tidak terjamin.
Selain itu kawasankawasan Arabia lainnya berada di dalam keadaan yang sama sekali tidak tertib dan pemerintahpemerintah mereka bukan pemerintahpemerintah yang memperhatikan nasib rakyat.**)
*) Shahih Musiim, Kitabul Fitn wa Asylati~saat, (Peny.f
**) Kitab ini dikarang pada tahun 1922. (Peny.)
(3) Rasulullah saw. menubuatkan suatu perubahan politik zaman itu bahwaYajuj dan Ma,iuj akan mencapaikekuatan demikian hebatnya sehingga bangsa-bangsa lain sama sekali tidak akan mampu menghadapi mereka. Ternyata terdapat di dalam Muslim dan Tirmizi riwayat dan Nawas bin Sam'an bahwa pada zaman Masih Mau'ud Allah Taala akan mewahylikan kepada beliau,
Insert 123
"Bimbinglah hambahambaKu ke Gunung Thur, karena sesungguhnya Aku telah menurunkan orang ycmg tidak ada seorang pun dapat berperang melawan du. " (Peny.)
Dan Rasulullah saw. bersabda dalam kaitan dengan firman Allah ini,
Insert 123b
"Allah akan membangkitkan ketika itu Yajuj dan Majuj" (Peny.)
Pertanda itu pun telah menjadi kenyataan. Yajuj dan Ma,iuj telah menampakkan diri dan kemampuan melawan mereka tidak dimiliki seorang pun. Yang dimaksudkan dengan Yajuj dan Majuj ialah pemerintah Rusia dan Inggeris*) dan pemerintahpemerintah sekutu mereka, sebagaimana tercantum di dalam Bible :
"HaiJuf dariRusdanMesekh dan Tubal.............Majuj dan di antara mereka yang duduk di tepi laut itu dengan sentosanya" (Yehezkiel 39 : l 6).
*) Negaianegara adikuasa. Pada waktu im Amerika. Serikat telah meiigganti kedudukan Inggris (peny.)
Kedua bangsa itu beserta sekutusekutu mereka telah mencapai puncak kejayaannya, dan kejayaan mereka itu, menurut hadis-hadis ditakdirkan sesudah Masih Mau'ud turun. Jadi, kejayaan mereka itu memberi kesaksian bahwa Masih Mau'ud telah turun.
(4) Rasulullah saw. menubuatkan suatu perubahan lain mengenai keadaan politik zaman itu, ialah, kekuatan kelas buruh akan sangat membesar. Sebagaimana tercantum di dalam Huliyah keterangan Hudzaifah bin Alyaman yang dikutip oieh Abu Naim, bahwa Rasulullah saw. menyebutkan di antara pertandapertanda zaman itu ialah juga, bahwa orang-orang miskin yang tidak berpakaian akan menjadi raja. Yang dimaksudkan dengan "tidak berpakaian" pada tempat ini adalah secara relatif (majazi) tidak berpakaian karena jika dibandingkan dengan keadaan orang-orang kaya, orang-orang miskin itu karena kekurangan pakaian, maka mereka disebut "tidak berpakaian." Pertanda itu sudah menjadi kenyataan. Dengan bertambah majunyapemerintah parlementer, pemerintah orang-orang miskin (proletar, Peny.) semakin bertambah maju dan mereka mulai mengepalai negara negara. Hati rajaraja gemetar menghadapi kekuatan golongan buruh. Dan suatu golongan yang bagaimana pun kuatnya mempertahankan kehadiran mereka, tanpa berkompromi dengan mereka itu merasa berada dalam bahaya. Dan di beberapa kawasan merekalah memegang tampuk pemerintahan dengan sepenuhnya seperti halnya di Rusia dan Swiss, dan di beberapa negara bagian Australia. Dan hari ke sehari golongan ini bertambah kuat.
(5) Salah satu ciri khas keadaan politik zaman Masih Ma'ud yang diterangkan oieh Rasulullah savf. ialah pada zaman itu pamongpamong (pejabatpejabat pemerintah) akan berjumiah banyak.
Hudzaifah bin Alyaman meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: di ontara pertanda zaman itu juga Syurath (asisten) akan banyak jumlahnya (Huliyah Abu Na'im); dan Syurath itu sebutan bagi asistenasisten pamong dan pejabatpejabat pemerintah. Pertanda itu dewasa ini telah menjadi kenyataan. Tata pemerintahan yang berjalan zaman dahulu, para penguasa tidak memerlukan banyak asisten. Dahulu kala tiap wilayah biasa dianggap cukup dengan satu atau dua orang pamong saja. Akan tetapi di dalam zaman ini tata pemerintahan telah demikian rupa berubahnya dan tanggung jawab pemerintah telah demikian rupa bercabangcabangnya sehingga pembantupembantu perlu diangkat bagi para pembesar sehingga ratusan kali lebih banyak jumlah nya dari pada dahulu.
Dinasdinas kepolisian, kesehatan, statistik, pekenaan umum, pos& telegram, kereta api, pengairan, bea cukai, pengawasan dan lain-lain kedinasan demikian rupa luasnya padahal dahulu tidak seluas itu. Oieh karena itu pemerintah perlu mengangkat seperangkat staf yang besar bagi tiap pej abat.
(6) Suatu perubahan lain di dalam keadaan politik zaman Masih Mau'ud yang dfjelaskan Rasulullah saw. ialah zaman itu hukuman hukuman berdasar syariat akan ditinggalkan. Dailmi meriwayatkan berdasar keterangan dari Hadhrat Ali ra. bahwa salah satu di antara pertandapertanda akhir zaman itu ialah juga hukumanhukuman berdasar syaTiat ditinggalkan (Hajajul Kiramah). Pertanda itu pun telah menjadi kenyataan. Dewasa ini hukumanhukuman berdasar syariat telah ditinggalkan di negerinegeri Islam. Illa masya Allah.
Di dalam pemerintahan Turki, Arab, Mesir, dan Iran, bahkan di Afghanistan orang yang berbuat zina tidak ditindak dengan hukuman rajam; begitu pula pencuri tidak dikenakan hukuman dengan pemotongan tangan. Bahkan di sementara negeri Islam hukumanhukuman semacam itu dicegah berdasarkan perjanjianperjan)'ian. Pertanda itu demikian jelas sehingga di zaman kejayaan Islam tak seorang pun dapat menduga bahwa hukum Islam pada suatu ketika akan demikian diabaikan; dan pemerintahpemerintah Islam — andaikata pun berkeinginan —tidak akan dapat melaksanakan hukumanhukuman menurut syariat.
Selain menyebutkan pertandapertanda yang berkaitan dengan kehidupan agama, akhiak, keilmuan, jasmani, politik, keturunan, peradaban, dan sebagainya, Rasulullah saw. menerangkan juga pertandaper tanda mengenai zaman Masih Mau'ud yang bertalian dengan perubahan alam. Umpamanya, beliau telah menerangkan keadaankeadaan bumi dan langit pada zaman itu yang di antaranya sebagian akan kami terangkan pada tempat ini
Perubahan di Bumi
Mengenai keadaan lapisanbawah bumi, Hudzaifah bin Alyaman meriwayatkan bahwa setelah Rasulullah saw. menerangkan banyak pertanda itu beliau bersabda bahwa, "Apabila pertandapertanda itu menjadi kenyataan, maka tunggulah olehmu beberapa malapetaka." Salah satu di antara pertandapertanda itu disebutkan oieh beliau Khasf, sebagai terbukti dari LImu geologi Khasf itu disebabkan oieh gempa bumi.
Jadi, yang dimaksudkan dengan Khasf oieh beliau ialah gempa-gempa bumi. Perubahan yang berkaitan dengan lapisanbawah bumi dan karenanya sering timbul banyak gempa bumi, telah menjadi kenyataan. Di dalam masa dua puluh tahun yang lalu, demikian banyak timbul gempa bumi sehingga tiga ratus tahun sebelum ini pun tidak pernah terjadi sebanyak itu. Begitu banyak kematian teijadi karena gempagempa bumi di dalam tahuntahun ini sehmgga di dalam beberapa abad yang lalu pun tidak pernah terjadi demjkian banyak kematian karena gempagempa bumi.
Pertanda Falak
Selain menerangkan pembahanperubahan di bumi Rasulullah saw. menerangkan juga beberapa pertanda falak yang bakai terjadi pada zaman Masih Mau'ud. Umpamanya, pada zaman itu akan teijadi gerhana matahari .dan bulan pada tanggaltanggal tertentu di dalam bulan Ramadhan. Demikian rupa pertanda itu diberi bobot arti sehingga Rasulullah saw. bersabda bahwa semenjak bumi dan langit tercipta kedua pertanda itu tidak pernah nampak memberi kesaksian atas kebenaran seorang nabi lain. Bunyi hadis itu sebagai berikut :
Insert 126
"Muhammad bin AU ra. mermayatkan bahwasanya ala dua buah tanda bagi Mahdi kami Tanda ini semenjak langit dan bumi tercipta hingga sekarang betum pernah nampak. Pertama, ialah, bulan purnama (qamar) akan gerhana di dalam bulan Ramadhan pada malam pertama, dan kedua, ialah, matahari akan gerhana pada hari pertengahan bulan Ramadhan itu juga. Kedua tanda itu tidak pernah terjadi semenjak Allah menciptakan langit dan bumi. "
(Hadis Danil Qutni, him. 188).
Kedua pertanda itu mengandung beberapa keistimewaan di dalamnya. Pertama, ialah, di dalamnya diterangkan bahwa pertanda itu tidak pernah nampak untuk membenaikan seseorang yang mendakwakan diri kecuali bagi Imam Mahdi. Kedua, ialah, kitab-kitab golongan Ahli Sunnah dan golongan Syiah sepakat mengenai pertanda itu. Sebab, di dalam kitaMritab hadis kedua golongan itu pertanda tersebut disebutkan. Jadi, di dalam hal ini tidak dapat diragukan adanya tadUs (diriwayatkan oieh sebagian dan tidak diriwayatkan oieh sebagian lain) dan sebagainya.
Keistimewaan ketiga, ialah, di dalam Kitab-kitab Suci terdahulu pun dikabarkan mengenai kedatangan Isa Almasih kedua kali dengan tanda-tanda yang disebutkan di sini. Ternyata di dalam Injil tercantum bahwa Isa Almasih menerangkan, salah satu di antara tanda-tanda kedatangannya ialah:
"Matahari akan dikelamkan, dan bulan juga tiada akan bercahaya. " (Matius 24:29).
Maksudnya, dalam perkataan lain, matahari dan bulan akan gerhana di zaman itu.
Walaupun kami sedang menerangkan nubuatan-nubuatan yang tercantum di dalam hadis-hadis, namun pada tempat ini kami merasa bukan tidak pada tempatnya menerangkan bahwa di dalam Alquran pun diterangkan bahwa salah satu di antara pertandapertanda dekatnya kiamat itu gerhana matahari dan bulan. Di dalam Surah AIQiyamah Allah swt. berfirman,
Inser 127
Ya, orang-orang yang ingkar, bertanya, bilakah hari kiamat itu? Maka apabila mata menjadi silau dan apabiia bulan gerhana, dan matahari dan bulan dikumpulkan. "(75 : 7 — 10).
Yakni, orang yang ingkar bertanya bilakah hari kiamat itu akan datang? Allah Taala menyebutkan tanda-tandanya: kiamat itu akan datang bila kedua belah mata akan silau, yakni, akan terjadi kejadiankejadian yang membuat manusia terpukau keheranan. Dan bulan akan gerhana lalu matahari dan bulan akan dikumpulkan. Yakni, pada bulan yang bersamaan, sesudah bulan gerhana, maka matahari pun akan gerhana. Karena masa kedatangan Almasih pun menandai dekatnya hari kiamat, oieh sebab itu Alquran pun mendukung keterangan hadis tersebut di atas.
Pendek kata, sebagaimana diuraikan di atas, nubuatan itu mengandung arti yang penting sekali. Kita menyaksikan bahwa pada tahun 1311 H. sesuai dengan tahun 1894 M. nubuatan itu menjadi sempurna secara harfiah, sesuai dengan bunyi kalimat hadis itu. Yakni, dalam bulan Ramadhan tahun itu, pada tanggaltanggal gerhana bulan, pada malam pertamanya, yakni tanggal 13, telah terjadi gerhana bulan. Dan, pada hari pertengahan tanggaltanggal gerhana matahari, yakni tanggal 28, telah terjadi gerhana matahari. Gerhana matahari dan bulan itu terjadi pada masa ketika seorang pribadi telah mengaku Imam Mahdi.
Jadi, telah menjadi kewajiban bagi tiap orang yang mengaku seorang musiim memilih salah satu dari antara dua pillilan: (l) Beriman kepada sabda Nabi saw. yang menerangkan bahwa pertanda itu gerhana bulan dan matahari zaman itu akan terjadi, masingmasing pada tanggal pertama dan pertengahan tanggaltanggal itu — tidak pernah dinampakkan sebagai kesaksian bagi kebenaran seorang pun kecuali Imam Mahdi. Sedangkan pertanda itu mendapat dukungan juga dari Alquran Suci dan Kitab-kitab para nabi terdahulu. Kemudian ia akan menerima kebenaran wujud yang mengaku Imam Mahdi dan Allah menampakkan pertanda untuknya. Atau, (2) ia boieh meninggalkan Tuhan dan Rasul-Nya yang keduaduanya telah mengemukakan pertanda tentang kedatangan Imam Mahdi, lalu ia menganggap itu sebenarnya. bukan pertanda, dan menganggap membuktikan kebenaran seseorang yang mengaku Imam Mahdi dengan pertanda itu sebagai sesuatu yang bertentangan dengan akal.
Ada sementara orang yang biasa menunjukkan keberatan bahwa di dalam nubuatan itu diberitakan mengenai gerhana bulan pada malam pertama dan gerhana matahari pada tanggal pertengahan, namun gerhanagerhana itu kenyataannya terjadi pada tanggal tiga belas dan dua puluh delapan. Akan tetapi jika kita merenungkannya sejenak, rasa keberatan itu nampak amat keliru, lagi pula bertentangan dengan bunyi hadis. Mereka tidak memperhatikan bahwa bulan dan matahari bergerhana pada tanggaltanggal tertentu; dan di dalam hukum alam itu tidak mungkin terjadi perubahan selama alam semesta tidak dijungkir balikkan.*) Jadi, andaikata arti yang difahami oieh orang-orang itu benar maka pertanda itu boieh dikatakan pertanda hari kiamat. Tetapi hal demikian tidak boieh dikatakan pertanda dekatnya kiamat dan zaman Imam Mahdi.
*) Hukum alam menetapkan terjadrnya gerhana bulan di antara tanggal 13, 14, dan 15 Komariah, sedangkaii gerhana matahaii di antara tanggaltanggal 27, 28, dan 29. fPenyj.
Selain itu orang-orang ini memperhatikan kata-kata awal tian pertengahan, namun tidak memperhatikan kata Qamar. Bulanyang terbit pada tanggaltanggal pertama di dalam bahasa Arab disebut Hilal. Kata Qamar djkatakan kepada bulan yang terbit mulai tanggal empat. Tertera di dalam kamus (Aqrabul Muwarid, jilid II) :
Insert 129
Yakni, bulan disebut Qamar sesudah tiga malam pertama dan tetap disebut Qamar sampai akhir bulan, akan tetapi sebelum itu (tiga malam pertama) bulan itu disebut Hilal.
Jadi, kendatipun di dalam hadis dipergunakan kata Qamar dan hukum alam menyatakan bahwa bulan biasa bergerhana pada tanggal tanggal 13, 14, dan 15, dan bukan pada tanggal satu, makajikakita menarik arti dari tanggal pertama sebagai tanggal satu peninggalan bulan dan tidak mengartikan tanggal pertama dari ketiga tanggal kemungkinan bulan bergerhana, itu adalah sama sekali bertentangan dengan akal dan kejujuran. Dan tujuannya tidak dapat lain selain mau mendustakan firman Allah dan sabda Rasul-Nya, dan supaya orang-orang tidak akan beriman kepada orang yang akan datang dari langit.
ltulah beberapa pertanda yang dinubuatkan oieh Rasulullah saw., masingmasing secara mandiri menunjukkan zaman Masih Mau'ud as. Namun, Rasulullah saw. menghendaki agar semua pertanda itu harusdiambil secara kolektif dan harus dipandang sebagai gambaran menyeluruh mengenai zaman Masih Mau'ud as. supaya tidak seorang pun menaruh keraguan. Tidak syak lagi bahwa wabah ta'un senantiasamelanda zaman dahulu juga. Tidak syak lagi bahwa gempagempa bumi senantiasa terjadi zaman dahulu pun. Begitu pula tidak syak lagi bahwa perjudian senantiasa ada. Pula, tidak syak lagi bahwa budi pekerti orang-orang dahulu pun senantiasa mengalami kerusakan. Orang-orang Kristen pun telah menguasai sebagian cukup besar muka bumi ini, namun yang menjadi soal ialah, pernahkah semua keadaan yang dinubuatkan oieh Rasulullah saw. berkenaan dengan zaman Masih Mau'ud berkumpui juga pada suatu waktu di dunia ini? Atau, Mungkinkah pertandapertanda itu berkumpui pada zaman yang lain? Hanya ada satu jawaban bagi pertanyaan itu, ialah: sekali-kali tidak! Apabila seseorang yang belum mengetahui peri keadaan zaman ini, kemudian kepadanya diterangkan lebih dahulu nubuatan-nubuatan Rasulullah saw., lalu diberikan kitab-kitab sejarah dunia supaya ditelaahnya dan diterangkan pada zaman mana Masih Mau'ud telah menampakkan diri maka niscaya ia tidak akan mampu menetapkan suatu zaman pun —dari zaman Adam as. hingga permulaan zaman ini — sebagai zaman Masih Mau'ud. Akan tetapi serenta ia membaca keadaankeadaan zaman ini ia serta merta akan berseru bahwa seandainya segala yang dikatakan oieh Muhammad Rasulullah saw. itu benar, niscaya inilah zaman kedatangan Masih Mau'ud as. Sebab, ia akan melihat pada satu pihak agama sedang diabaikan dan pada pihak lain ia menyaksikan kemajuan ilmu duniawi, ia akan menyaksikan negerinegeri Islam menjadi lemah sesudah mengalami kejayaannya, ia akan menyaksikan agama Kristen berderap ke arah kemajuan sesudah kemundurannya, ia akan menjumpai penganutpenganut agama Kristen menguasai seluruh sumber kekayaan, sedangkan lawan-lawanjatuh ke lembah kemiskinan.
Kendatipun nampak adanya kemajuan di bidang kedokteran dan ilmu pengetahuan, namun akan nampak di hadapan matanya peman dangan kebinasaan akibat wabah ta'un dan influenza; ia akan mendapatkan bahwa penyakitpenyakit di zaman ini adalah disebabkan oieh kumankuman. la akan menjumpai orang-orang menjadi mangsa kebiasaankebiasaan dan bid'ahbid'ah. la akan membaca beritaberita tentang penemuan kendaraankendaraan super modem, la akan melihat pemandangan ramainya kegiatan bankbank. la akan mendapatkan gempagempa bumi sering terjadi. la akan menemukan kekuasaan pemerintahan Yajuj dan Majuj. la akan mengenali gerhana bulan dan matahari di langit. la akan melihat harta berlimpahlimpah dan kemajuan kelas kaum buruh menarik perhatiannya.
Pendek kata, tiap-tiap lembaran sejarah zaman inidantiapkejadian di dalam abad ini akan mengisyaratkan kepada kenyataan untuk menetapkan bahwa inilah zaman Masih Mau'ud. la tidak akan memper hatikan satu demi satu melainkan ia akan merenungkan seluruh pertanda secara seutuhnya. Ma.ka,tangannya akan gemetar dan hatinya akan mulai berdebar lalu dengan serta merta akan menutup kitab (sejarah) tadi dan berseru bahwa selesailah sudah pekerjaannya, maka sia-sialah membaca lebih lanjut. Masih Mau'ud telah turun tepat pada zaman ini*) atau sama sekali tidak akan turun.
Footnote:
*) Keterangan tentang Dajal
Kami, pada kesempatan ini, merasa perlu pula inenyebutkan satu keberatan yang oieh pihalt lawan diaiiggap satu keberatan besai. Yakni, sebelum kedatangan Maah Mau'ud kedataiig an Dajal telah dinubuatican. Karena ia (Dajal) hmgga kini belum datang, kaiena itu Masih Mau'ud tidak mungkin datang. Seandainya berita mengenai Dajal itu tidak merupakan suatu nubuatan maka kebeiatan ini mengandung bobot juga sedikit. Akan tetapi mengingat kedatangan Daja] merupakan suatu nubuatan, sedangkan nubuatan-nubuatan itu menghendaki penafsiran, maka keberatan itu pun tidak lagi mengandung arti apa-apa. Seorang musiim, setelah ia membaca di dalam Alquran Suci ayat :
Insert 131
"Dan matahari serta bulan, kulihat mereka sujud kepadaku" (Peny.) (12 : 5),
dan ayat :
Insert 131b
"Aku telah melihat didalam mimpi bahwauku menyembelih engblu. "(Peny.) (37:103),
lalu ia terus mencaricari Dajal yang luai biasa itu. Sungguh sangat disesalkan.
Sungguh sayang, untuk memahami nubuatan tentang Dajal, hadis-hadis dan sunah sunah Allah lainnya sama sekali tidak direnungkannya. Jika sudah ternyata dan hadis-hadis bahwa sebelum kedatangan Masih Mau'ud itu, Dajal harus sudah muncul, lagi pula bahwasanya pada zaman itu agama Kristen akan merajalela, maka tidakkah hal itu meilunjukkan bukti bahwa yang dimaksudkan dengan Dajal itu tidak lain melamkan agama Kristen juga, sebab betapa mungkin Dajal dan Kristen dapat berjaya di atas dunia ini pada satu jangka waktu itu juga. Kejayaan keduaduanya pada waktu bersamaan menunjukkan bahwa, pada hakikatnya, benda itu juga tetapi menyandang dua nama.
Ternyata daii satu hal Jagi bahwa bahaya Dajal dan agama Kristen itu adanya satu juga teibukti dari kenyataan bahwa Rasulullah saw. telah menyaiankan agar menanggulangi bahaya Dajal itu dengan membaca perobukaan Suxah AIKahf, sedangkan di dalam pennulBan ayat-ayat Surah AIKahf itu terkandung sanggahan terhadap agama Kristen. Sebagaimana ftman-Nya •
Insert 131c
AUah Toula telah menurunkan Kitab inidengnn mak.sudsupaya dengan •perart taroannya orrmgsrcmg, yang mengatakan bahwa Tuhan mengangkat amk, diperingathm (18:5).
Jadi, terbuktilah bahwa bahaya Dajal dan bahaya agama Kristen «dalah «etali tiga uang, sebab pengobatan adalah menurut keadaan penyakit. Andaikata bahaya Dajal itu suatu hal yang tidak sama dengan agama Kiisten, tidaklah mungkin bahwa seoiang bijak seperti Rasulullah saw. menyuruh supaya membaca ayat-ayat di atas yang di dalamnya sama sekali tidak menymggung tentang Dajal, bahkan yang diterangkan itu sanggahan terhadap agama Kristen. Sabda beliau untuk menanggulangi kemelut Dajal dengan membaca ayat-ayat teisebut menunjukkan bahwa, menurut pendapat beliau, yang dimaksud dengan Dajal ialah orang-orang yang menyebaikan agama Kristen belaka.
Pada hakikatnya, kekeljruan beiai pada orang-orang dalam mengenali Dajal ialah anggapan, bahwa ia seorang pribadi, padahal ia bukan seoiang pribadi Di dalam kitab-kitab loghat aiti kata Dajal diterangkan sebagai berikut :
Insert 132
Yakm, Dajal dikatakan kepada suatu golongan besar yang dengan bilangannya yang besai itu meliputi bumi. Sebagian orang mengaitikan Dajal itu satu golongan yang menjajakan baiang baiang niaga di bumL Batasan (deflnia) ini cocok sekali dengan ciri khas para penganjur agama Kristen, Di samping memperdagangkan bukubuku agama, untuk keberhasilan misi mereka, mereka membawa serta segala macam bahan dan barang yang menaiik minat orang-orang, dan mereka melakukan beraneka corak pemiagaan, di samping menjalankan pekerjaan misi mereka. Begitu pula tercantum bahwa arti kata Dajal itu, "almumawwihu" yakni, tukang pukau. Siapakah yang lebih pandai memukau orang daripada para padri Kristen yang demikian mahirnya menampilkan wujud seorarig manusia ke muka orang-orang sehingga pada pemandangan mereka wujud itu nampak sebagai Tuhan ?
Adapun mengenai hal-hal lain, dikatakan bahwa Dajal akan picak dan mempunyai seekor keledai besai serta akan mengepulkan asap di muka dan di belakang keledai itu. Jadi, semua ciri itu menghendaki penafsiran. Yang dimaksudkan dengan Dajal itu picak, ialah kepicakan rohani; sebab kanan di dalam rukya menunjukkan ihwai agama dan kebahagiaan. Jadi, adanya Dijal itu picak sebelah kanan, berarti ia sama sekali buta kerohanian. Yang dimaksudkan dengan keledai ialah kereta api yang tercipta di negerinegeri Kristen. Cara beijalannya persis menyeiupai keledai Dajal, yang digerakkan dengan api dan air, sedangkan asap berkepui di depan dan di belakangnya. Padri-padri Kristen meraih faedah dari padanya dan dengan itu menyebai ke selunih dunia.
Hal itu tidak dapat dikatakan hanya takwlitakwli belaka, sebab dari kesaksian Rasulullah saw. terbukli bahwa nubuatan-nubuatan mengenai Dajal itu menghendaki takwilan. Sebagaimana tersebut di dalam hadis bahwa pada suatu hari beliau pergi menengok lbn Shiyad yang mengenainya tersiar ceriteraceritera yang ganjil. Dari percakapan antara beliau dengan orang itu diketahui bahwa ia mendapat ilham syaitan sedikitsedikit. Oieh sebab itu Hadhrat Umar ra. menghunus pedang dan dengan sumpah serapah mengatakan bahwa inilah Dajal lalu hendak membunuhnya. Akan tetapi Rasulullah saw. melarang beliau dan bersabda bahwa andaikata orang itu bukan Dajal, maka tidaklah benar membunuhnya. Dan, andaikata pun benar ia Dajal, maka telah ada suratan takdir bahwa Almasihiah yang akan membunuhnya. Dengan demikian beliau (Hadhiat Umar) tidak boieh membunuhnya (Misykat, Bab Qisah lbn Shiyad).
Dari hadis itu kita mengetahui bahwa nubuatan-nubuatan yang terdapat mengenai Dajal menghendaki takwilan. Sebab, tatkala Hadhrat Umar ra. mengatakan terhadap lbn Shiyad bahwa ia Dajal, Rasulullah saw tidak melaiang beliau. Padahal beliau saw sendiri telah menggambaikan ciri-ciri khas Dajal yang di antara lain pada dahinya tertulis kata "kafir" (Tirmizi,diliwayatkan oieh Anas ia.) dan ia akan bermata picak (Tirmizi, diriwayatkan oieh Anas ra.), dan ia tidak akan dapat masuk ke Medinah (Tirmizi, diriwayatkan oieh Abi Sa'id ra).
Ketiga ciri khas teisebut tidak terdapat pada diri lbn Shiyad. Tidaklah ia picak matanya, dan jangankan orangoiang mukmin lainnya, bahkan Rasulullah saw. sendiri pun tidak melihat tulisan kata "kafir" pada dahinya; dalam pada itu ia berada di Medinah. Andaikata semua nubuatan berkenaan dengan Dajal akan menjadi genap dalam bentuk lahirnya, maka mengapapula Rasulullah saw. menunjukkan keraguan mengenai diri lbn Shiyad dan tidak mengatakan kepada Hadhrat Umar, "Tidakkah engkau mendengar aku telah mengatakan bahwa Dajal itu picak matanya, pada dahinya tertulis kata "kafir," dan ia tidak akan dapat masuk ke Medinah? "Adanya kenyataan bahwa beUau tidak menyangkai perkataan Hadhrat Umar dan bahkan menunjukkan keraguan, tidaklah berarti bahwa Rasulullah saw. menganggap kerangka pikiran bahwa pertandapertanda yang dinubuatkan berkenaan dengan Dajal itu tidak akan menjadi genap secara harfiah melainkan akan mengambil corak lain itu benar. Dan, seandainya bila Rasulullah saw. telah menetapkan nubuatan-nubuatan tentang Dajal itu menghendaki ta'bir, maka apalah hak orang lain untuk memalingkan muka dari kenyataan-kenyataan yang terjadi dan hanya berpegang pada hurufhuruf tanpa memperhatikan arti dan maksudnya (Peny.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar