Tafsir-tafsir Al-Quran sudah banyak diterbitkan dan menambahkan sebuah lagi kepada jumlah itu agaknya hampir-hampir tak dapat dibenarkan. Tetapi, kami mempunyai alasan-alasan kuat untuk mengusahakan dan menyajikan suatu tafsir baru. Alasan-alasan itu ialah:
(i) Sebagaimana kami katakan, kata-kata Arab mempunyai arti yang luasnya luar biasa. Suatu terjemahan hanya dapat mengambil sebuah dan semua arti-arti itu. Oleh sebab itu perlulah disisipkan catatan-catatan pada terjemahan itu, dan dengan demikian mencantumkan arti-arti lainnya.
(ii) Semua tafsir Al-Quran yang besar dan sistematis terdapat dalam bahasa Arab, dan nyatalah bahwa orang-orang yang tak dapat memahami Al-Quran dalam bahasa Arab tak dapat menggunakan tafsir-tafsir itu.
(iii)Catatan-catatan penjelasan yang ditambahkan pada terjemahan-terjemahan oleh penulis-penulis bukan-Muslim tidak mencukupi karena dua sebab:
(a) Catatan-catatan itu dipengaruhi oleh tulisan-tulisan lawan-lawan Islam;
(b) Penulis-penulisnya tak punya pengetahuan tentang bahasa Arab, atau sedikit sekali. Mereka tak mampu membaca tafsir-tafsir yang lebih besar dan lebih dapat dipercayai. Oleh karena itu penerjemah-penerjemah Eropa tak menyinggung-nyinggung tafsir-tafsir itu. Mereka hanya menunjuk kepada tafsir-tafsir kecil yang lebih populer. Kalau terdapat juga penunjukan terhadap salah satu karya yang lebih besar, hal itu diambilnya dari karya lain, bukan dan aslinya.
(iv)Untuk dapat memahami buku yang sistematis atau ilmiah tidak hanya diperlukan pengetahuan bahasa yang dipergunakan buku itu, dan pengetahuan tafsir-tafsir tentang buku yang mungkin ditulis oleh ahli-ahli bahasa atau oleh ahli-ahli persoalan itu. Namun, juga diperlukan penelaahan luas tentang buku itu sendiri dan pendalaman tentang ilmu istilah, langgam dan pokok-pokok yang digunakan buku itu dan dari mana isinya mengambil maknanya. Orang-orang yang mencoba menafsirkan buku tanpa penelaahan buku itu sendiri tidak akan banyak memperoleh hasil dari tafsir-tafsir itu. Penerjemah-penerjemah dan penulis-penulis tafsir Al-Quran dari Eropa tampaknya tak melakukan penelaahan yang diperlukan tentang Kitab Suci ini. Maka tak mengherankan, kalau tafsir-tafsir mereka sering menggelikan.
(v) Setiap abad melahirkan pengetahuan-pengetahuan baru dan dilihat dari segi itu setiap buku yang mengaku mengajarkan sesuatu dihadapkan kepada kritikan-kritikan baru. Dengan itu nilai suatu buku semakin teguh kedudukannya atau ia menjadi lebih disangsikan daripada yang sudah-sudah. Karena Al-Quran tak terkecuali dari kaidah itu, maka suatu tafsir baru diperlukan mengingat pengetahuan baru. Tanpa itu kita tak dapat mengukur berapa jauh Al-Quran masih berguna lagi sebagai ajaran atau berapa jauh ia telah maju dari masa yang lampau.
Ketika tafsir-tafsir Al-Quran yang pertama ditulis, Bible dalam bahasa Arab belum ada. Suatu naskah lengkap tidak ada. Bagian-bagian yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab tak diperoleh penafsir-penafsir Al-Quran. Karena itu kalau mereka perlu membicarakan bagian-bagian Al-Quran yang berisikan rujukan-rujukan kepada Bible atau riwayat-riwayat Musa a.s., mereka terpaksa bersandar pada apa-apa yang mereka dengar saja atau ada terkaan-terkaan mereka sendiri.
Tak usah dikatakan bahwa tafsir-tafsir mereka kadang-kadang mengecewakan dan kadang-kadang menggelikan. Penulis-penulis Eropa menisbahkan kesalahan-kesalahan mereka kepada Al-Quran, dan Kitab Suci itu dijadikan sasaran celaan dan ejekan. Mereka lupa bahwa penafsir-penafsir ini tidak mengenal Bible. Mereka bersandarkan pada cerita-cerita populer atau pada apa yang mereka dengar dan ulama-ulama Yahudi dan Kristen yang memberikan kepada penafsir-penafsir Al-Quran, yang tak menaruh curiga itu, bahan-bahan yang kadang-kadang mereka ambil dan kitab-kitab tradisi, dan bukan dan Bible, dan kadang-kadang dan khayalan jahat mereka sendiri. Dalam perbuatan ini penafsir-penafsir itu memang telah memperlihatkan kebodohan dan kecerobohan mereka, tetapi ulama-ulama Yahudi dan Kristen itu telah menunjukkan tidak mempunyai kejujuran dan kesalehan. Mereka itu, penulis-penulis Eropa pada masa kita ini, lebih banyak mempunyai alasan untuk menyesali kecurangan-kecurangan moyang-moyang mereka daripada menertawakan orang-orang Muslim penafsir Al-Quran itu. Tetapi, kini hal itu telah berubah. Kini pengetahuan tentang Bible sudah merata. Karya dalam bahasa Arab, Latin, dan Yunani telah terbuka untuk ulama-ulama Islam dan kami telah mampu menafsirkan dengan cara baru bagian-bagian Al-Quran berisikan keterangan-keterangan tentang Bible dan sejarah kaum Nabi Musa a.s.
(vi) Sampai masa kita sekarang ini perselisihan di antara satu agama dengan agama lain lebih kurang pertaliannya dengan cita-cita susila dan sosial dan lebih banyak dengan kepercayaan dan upacara agama. Oleh karena itu, ajaran Al-Quran ditujukan kepada cita-cita susila dan pendidikan susila. Tetapi, kini dunia lebih memperhatikan hal-hal yang praktis itu. Oleh sebab itu, dirasakan sangat perlunya mengusahakan suatu tafsir yang lebih banyak menggarap ajaran Al-Quran yang praktis.
(vii) Oleh karena Al-Quran itu Kitab wahyu, maka Kitab itu mengandung nubuatan-nubuatan. Memperbincangkan nubuatan-nubuatan itu tidaklah mungkin sebelum menjadi sempurna. Karena alasan itu juga kita memerlukan suatu tafsir baru yang akan mencantumkan nubuatan-nubuatan yang hingga kini sudah menjadi sempurna dan yang merupakan bagian penting dan bukti bahwa Al-Quran itu Kitab wahyu Ilahi.
(viii) Al-Quran membicarakan semua agama dan ideologi lainnya. Di dalamnya tercakup bagian yang paling baik pada ajaran-ajaran semua agama dan ideologi, menunjukkan kelemahan-kelemahan, dan mengisi kekurangan-kekurangan mereka.
Penafsir-penafsir Islam zaman dahulu tak mengetahui apa yang diajarkan dan dibela oleh agama-agama dan ideologi itu. Karena itu mereka tak mampu menghargai sepenuhnya apa-apa yang harus diajarkan Al-Quran tentang keduanya itu. Kini semua ajaran saling yang paling tersembunyi itu sudah semakin jelas , sehingga ajaran Al-Quran mengenai ajaran-ajaran lain menjadi nyata bagi penganut-penganutnya. Untuk mengisi kekurangan dalam tafsir-tafsir lama itu juga kita memerlukan suatu tafsir Al-Quran baru.
Karena alasan-alasan ini kami merasa bahwa terjemahan dan tafsir kami bukan saja tidak bersifat apolegetik atau mencari-cari helah, tetapi juga memenuhi kebutuhan yang sungguh-sungguh dan penting. Dengan menyajikannya kami memenuhi tugas kami.
Kami berharap bahwa orang-orang yang membaca terjemahan dan tafsir kami, dengan seksama dan tanpa prasangka, akan merasa terpanggil meninjau Islam dari sudut lain. Kami berharap mereka akan menjadi yakin bahwa Islam agama sejati tidak penuh dengan kesalahan-kesalahan. Sebagaimana disangka oleh pujangga-pujangga Barat, tetapi malahan merupakan suatu taman rohani yang ditata dengan sebaik-baiknya, tempat pengunjungnya dapat menikmati segala macam harum-haruman dan keindahan dan mempersembahkan sekilas pemandangan surga yang menjanjikan oleh semua Pembina agama.
selamat atas diterbitkannya tafsir ini
BalasHapus