Di samping kata sepakat(ijmak)para sahabat, kami mengetahui, para anggota keluarga Nabi (ahlulbait) pun sepakat mengenai kewafatan Nabi Isa a.s., hal demikian ternyata dari riwayat yang dituturkan oleh Hazrat Imam Hasan r.a., seperti tercantum di dalam ''Thabaqat Ibn Sa'ad'' jilid ketiga mengenai peristiwa kemangkatan Hadhrat Ali r.a. Beliau berkata,
Insert 25
“Wahai sekalian manusia, malam ini telah wafat seorang yang se bagian amal perbuatannya tidak pernah dicapai orang-orang sebelum nya dan tidak pula akan dicapai oleh orang-orang yang akan datang kelak. Rasulullah saw. mengutus beliau ke medan perang, maka Jibril menjaga di sebelah kanannya dan Mikail di sebelah kirinya. Walhasil, beliau tidak pernah kembali tanpa membawa kemenangan. Beliau meninggalkan peninggalan (warisan) sebesar tujuh ratus dirham saja. Dengan uang itu beliau bermaksud membeli seorang budak belian (untuk dimerdekakan, Peny). Beliau wafat pada malam ketika Isa ibnu Maryam pada malam yang lama rohnya diangkat ke langit, yakni, pada malam tanggal dua puluh tujuh bulan Ramadhan”(Thabaqat Ibn Sa'ad, jilid III).
Dari riwayat itu jelas bahwa menurut para anggota keluarga (ahlulbait) Rasulullah saw. pun Hadhrat Isa a.s. telah wafat, karena sekiranya pada diri beliau-beliau tidak ada gagasan semacam itu, maka mengapakah Imam Hasan r.a. mengatakan bahwa pada malam ketika roh Hadhrat Isa a.s. diangkat ke langit pada malam itu juga Hadhrat Ali r.a. telah wafat.
Kecuali para sahabat dan para anggota keluarga Rasulullah saw. niscaya orang-orang terkemuka yang kemudian pun mempercayai wafatnya Almasih a.s. 'Sebab, orang-orang itu sangat mencintai Alquran Suci, sabda-sabda Rasulullah saw., tutur-tutur para sahabat, dan pendapat-pendapat anggota keluarga Rasulullah saw. Akan tetapi, oleh karena hal itu mereka anggap sebagai hal biasa, maka agaknya tutur-tutur mereka itu tidak dipelihara secara istimewa. Akan tetapi sepanjang kita ketahui, hal itu membenarkan ihwal itu juga bahwa mereka pun percaya Hadhrat Isa a.s. telah wafat. Terbukti di dalam “Majma'al Bahar pun ada tercantum, Insert26 yakni Hadhrat Malik r.a. mengatakan bahwa Hadhrat Nabi Isa a.s. sudah wafat.
Pendeknya, kecuali Alquran Suci dan hadis-hadis, kata sepakat para sahabat dan pendapat-pendapat para anggota keluarga Nabi saw. Dan para imam pun menguatkan pendirian kami, yakni, ternyata Nabi Isa a.s. telah wafat.
Walhasil, tuduhan terhadap kami bahwa dengan kepercayaan Nabi Isa a.s. telah wafat, kami menghina Hadhrat Isa a.s. dan mengingkari Alquranul Karim dan hadis-hadis Rasulullah saw. adalah tidak benar. Kami tidak menghina Almasih a.s., bahkan dari segi kepercayaan itu kami menegakkan Ketauhidan Allah Taala dan membuktikan kehormatan Rasul-Nya saw. dan pula berbakti kepada Hadhrat Almasih a.s. Sebab, tidak akan pernah beliau menyukai diberi sebuah martabat yang demikian keadaannya sehingga dengan martabat itu Ketauhidan Allah Taala jadi ternoda dan membantu kemusyrikan serta merupakan penghinaan kepada Penghulu sekalian nabi.
Sekarang sudi apalah kiranya Anda menimbang dan memperhatikan, apakah kecaman lawan-lawan kami itu benar ataukah kami yang benar? Apakah mereka berhak marah terhadap kami, ataukah kami yang berhak marah terhadap mereka? Sebab mereka mempersekutukan Tuhan kami dan telah menghina Rasul kami saw. Sementara mereka mengaku kawan, mereka menyerang bagaikan lawan.
ALMASIH YANG DIJANJIKAN ADALAH DARI UMAT NABI SAW.
Keberatan kedua yang dialamatkan kepada kami, ialah, bertentangan dengan kepercayaan orang-orang Islam lain, kami mempercayai Almasih yang dijanjikan itu seorang di antara umat ini juga. Padahal yang demikian itu, menurut mereka, bertentangan dengan hadis-hadis Nabi saw., sebab dari situ jelas bahwa Almasih akan turun dari langit.
Memang benar sekali kami menganggap Pendiri Jemaat Ahmadiyah, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, penduduk desa Qadian, distrik Gurdaspur, propinsi Punjab, negeri Hindustan sebagai Masih Mau'ud dan Imam Mahdi. Akan tetapi manakala telah terbukti dari Alquran Karim dan hadis-hadis serta akal sehat bahwa Isa a.s. telah wafat, kemudian kami tidak mengerti mengapa kepercayaan kami ini dianggap bertentangan dengan Alquran Karim dan hadis-hadis. Manakala kewafatan Hadhrat Almasih a.s. terbukti dari Alquran Karim dan hadis-hadis memberi kesaksian terhadap hal demikian itu, dan apabila khabar mengenai kedatangan seorang yang dijanjikan dan disebut ibnu Maryam kita ketahui dari hadis-hadis Nabi, maka jelaslah kiranya bahwa orang yang dijanjikan kedatangannya itu adalah seorang dari umat ini juga, dan bukan Almasih dari Nazareth yang telah wafat.
Dikatakan bahwa sekalipun terbukti juga dari Alquran Karim dan hadis-hadis mengenai kewafatan Hadhrat Almasih, namun demikian karena di dalam hadis-hadis dikabarkan tentang kedatangan Masih ibnu Maryam maka kita hendaknya juga percaya kepada kedatangan beliau; sebab, tidakkah Allah Taala Mahakuasa menghidupkan beliau kembali, lalu mengutus ke dunia guna mengadakan perbaikan-perbaikan? Dituduhkan kepada kami bahwa kami seakan-akan mengingkari kodrat-Nya. Akan tetapi sebenarnya tidak demikian. Bahkan kenyataannya sama sekali terbalik. Adalah bukan karena kami mengingkari kodrat Allah Taala, bahkan justru karena beriman kepada kodrat-Nyalah maka kami berpegang pada kepercayaan bahwa Hadhrat Almasih dari Nazareth itu tidak akan diutus kembali oleh Allah Taala setelah dihidupkan lagi, melainkan Dia telah mengutus seorang wujud dari umat ini sebagai Masih Mau'ud.
Kami tidak dapat memahami dan tidak kami mengharapkan bahwa siapa jua pun yang akan merenungkan sepenuhnya perkataan ini akan menerima, bahwa Allah Taala mengutus Almasih setelah dihidupkan kembali itu merupakan tanda kodrat Allah Taala. Kita menyaksikan di dunia ini bahwa seorang hartawan tidak akan menyuruh menjahitkan pakaian dan bekas pakaiannya yang jahitannya dilepas dan kainnya dibalikkan. Bahkan bila perlu, ia menanggalkannya dan menjahitkan pakaian baru. Orang-orang miskin biasa memakai barang bekas dengan mempermaknya (mengubahnya) ke dalam bermacam-macam bentuk, dan mengurus barang kepunyaan mereka dengan hati-hati sekali. Kapankah Allah Taala merasa terdesak sehingga pada saat hamba-hamba-Nya memerlukan petunjuk dan bimbingan, lalu Dia terpaksa harus mengutus seorang nabi yang telah wafat dengan menghidupkannya kembali? Untuk memberi petunjuk kepada hamba-hamba-Nya Dia senantiasa memilih seorang di antara orang-orang pada zaman itu juga dan mengutusnya untuk memperbaiki keadaan mereka. Semenjak Nabi Adam a.s. hingga zaman Rasulullah saw., sekali pun Dia tak pernah berbuat demikian, yakni, mengutus seorang nabi yang terdahulu, setelah Dia menghidupkan kembali, untuk memberi petunjuk kepada dunia.
Dia terpaksa berbuat demikian hanya apabila pada suatu ketika pekerjaan mensucikan hati manusia berada di luar jarak jangkau kodrat -Nya, dan kedaulatan-Nya telah hilang lenyap dari manusia. Akan tetapi, karena hal demikian Sekali-kali tidak mungkin terjadi, maka hal itu pun tidaklah mungkin terjadi pula — Dia mengutus seorang nabi yang telah wafat dengan mengeluarkannya dari sorga untuk memperbaiki keadaan dunia. Dia Mahakuasa! Apabila Dia membangkitkan seorang manusia utama seperti Muhammad Rasulullah saw. setelah Almasih a.s., maka tidaklah di luar kekuasaan-Nya apabila Dia membangkitkan seorang pribadi lain seperti dan bahkan lebih utama dari Almasih a.s.
Pendek kata, kami mengingkari kedatangan Almasih dari Nazareth untuk kedua kalinya ke dunia, bukanlah karena kami tidak menganggap Tuhan Mahakuasa, melainkan kami mengingkari oleh karena kami menganggap Allah Taala Mahakuasa; yaitu, apabila Dia menghendaki, Dia membangkitkan seorang di antara hamba-hamba-Nya dengan tugas memberi penyuluhan dan dengan perantaraan dia menghimbau kepada-Nya orang-orang yang kehilangan jalan. Barangsiapa mempunyai pikiran bahwa Dia tidak dapat berbuat demikian dan apabila terdesak Dia akan mengambil kembali salah seorang nabi terdahulu, sungguh ia keliru.
Insert 29
“Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya “ (39:68).
Di samping hal demikian bahwa di dalam kedatangan kembali untuk kedua kalinya Almasih a.s. dari Nazareth menodai kodrat Allah Taala, juga akan mendatangkan noda kepada daya kudusiah (quwat qudsiyah) Rasulullah s.a.w. ''Sebab, seandainya Hadhrat Almasih a.s. saja seorang yang harus datang kembali kedua kalinya kedua kalinya ke dunia maka hal itu berarti bahwa apabila umat-umat terdahulu telah rusak, maka untuk memperbaiki mereka Dia senantiasa membangkitkan seorang di antara mereka. Akan tetapi tatkala akan terjadi kerusakan di tengah-tengah umat Rasulullah saw. maka untuk memperbaiki keadaan itu Allah Taala akan mendatangkan kembali seorang nabi di antara para nabi terdahulu. Di antara umat beliau sendiri tidak seorang pun akan mampu memperbaiki keadaan umat ini.
Seandainya keadaan itu kami terima, maka sungguh kami tidak kurang dari orang-orang Kristen dan orang-orang Yahudi dalam memusuhi Rasulullah saw., sebab mereka pun tidak mengakui daya kudusiah Rasulullah saw. Dan, dengan kepercayaan yang demikian itu kami pun akan menjadi orang-orang yang tidak mempercayai daya kudusiah beliau. Jika sebuah pelita sedang menyala, maka pelita itu pasti dapat menyalakan pelita-pelita lain. Yang tidak dapat menyalakan pelita lain adalah pelita padam.
Jadi, andai kata kelak datang juga kepada umat Rasulullah saw. Zaman serupa itu, ketika keadaan mereka demikian rusak sehingga tiada seorang pun di antara mereka layak dibangkitkan untuk memperbaiki mereka, maka bersamaan dengan itu haruslah diakui bahwa keberkatan Rasulullah saw. pun akan lenyap, naudzu billah min dzalik!
Siapa di antara orang Islam yang tidak mengetahui bahwa selama Allah Taala merestui berlakunya syariat Musa a.s., selama itu pula di antara pengikut-pengikut beliau pula terus menerus bangkit orang-orang yang selalu mengadakan perbaikan di antara umat beliau a.s. Akan tetapi, tatkala Dia memutuskan syariat beliau harus dihapuskan, maka Dia menutup kenabian bagi kaum beliau, lalu mengutus nabi dari Bani Ismail.
Jadi, seandainya sesudah Rasulullah saw. akan datang seorang nabi dari antara umat Musa a.s, maka hal itu berarti bahwa Dia pun akan menghapuskan syariat Nabi Muhammad saw. Naudzubiliah min dza lik! Lalu syariat lain akan diberlakukan; pada waktu itu daya kudusiah Rasulullah saw. akan menjadi lemah dan keberkatan beliau tidak akan mampu menyiapkan seorang pun dari antara umat beliau untuk menerima nur dari beliau dan membawa mereka ke jalan benar. Naudzu biliah min dzalik!
Sayang sekali, manusia memperlihatkan rasa harga dirinya lebih dari semestinya. Ia tidak suka kalau sesuatu aib dialamatkan kepada pribadinya. Akan tetapi mereka dengan berani mengalamatkan setiap aib kepada pribadi Rasulullah saw. Apakah gunanya kecintaan yang hanya sampai di bibir saja namun di dalam hatinya tiada bekas sedikit pun? Apa gunanya pengakuan yang tidak didukung oleh suatu bukti apa pun? andaikan sungguh-sungguh mereka cinta kepada Rasulullah saw., maka sedetik pun mereka tidak akan suka kalau seorang nabi Bani Israil datang untuk memperbaiki keadaan umat beliau saw. Apakah seorang yang memiliki harga diri akan pergi minta-minta kepada orang lain padahal ia mempunyai persediaan di dalam rumahnya sendiri? Atau, sementara ia mempunyai kekuatan pada dirinya, adakah ia akan meminta bantuan kepada orang lain?
Para ulama mengatakan, bahwa naudzu biliah min dzalik untuk memperbaiki umat Rasulullah saw. dan untuk menyelamatkannya dari musibah-musibah, Almasih dari Nazareth akan datang. Bagi dirinya sendiri demikian rupa mereka memperlihatkan harga diri, sehingga seandainya mereka sedang terdesak di dalam bertukar pikiran, mereka tidak mengakui kekalahan mereka, dan mereka tidak suka kalau memanggil orang lain untuk membantunya, dan seandainya ada seorang atas kehendaknya sendiri bersedia membantu mereka, maka daripada mereka menyambut kebaikan hati orang itu malahan mereka marah kepadanya, seraya mengatakan. “Apakah kami dianggap orang bodoh sehingga engkau berani mengajar kami?” Akan tetapi, berkenaan dengan pribadi Rasulullah saw. betapa gegabahnya mereka menyatakan, bahwa guna membantu beliau seorang nabi akan didatangkan dari umat lain, sedangkan daya kudusiah beliau sendiri tidak kuasa berbuat apa-apa.
Aduhai, sudah matikah hati ini, atau sudah tidak bekerja lagikah akal ini? Apakah segala harga diri hanya teruntuk bagi diri mereka semata, dan tiada lagi tersisih harga diri bagi Tuhan dan rasul-Nya? Apakah segala amarah hanya diumbar terhadap musuh-musuh mereka, sedangkan tiada sedikit pun tersisa bagi orang-orang yang menyerang Tuhan dan rasul-Nya?
Dikatakan kepada kami bahwa mengapakah kami mengingkari kedatangan seorang nabi Bani Israil? Akan tetapi, kemanakah akan kami bawa hati kami, dan betapa kami dapat menghapus cinta yang bersarang pada hati kami? Kami tidak menjunjung tinggi kehormatan seorang lain lebih daripada kehormatan Muhammad Rasulullah saw. Sejenak pun kami tidak dapat menahan diri kalau Muhammad Rasulullah saw harus berhutang budi terhadap seseorang lain. Sesaat pun hati kami tidak dapat menahan diri dari pikiran, bahwa pada hari kiamat tatkala segenap makhluk dari Awal hingga akhir akan dihimpun dan tiap-tiap amal perbuatan mereka diperlihatkan dengan sejelas-jelasnya. Pada waktu Muhammad Rasulullah saw. akan tetap menundukkan kepala beliau kepada kebaikan hati Almasih Bani Israil, dan dengan suara membahana malaikat akan berseru mengatakan di hadapan seluruh makhluk, bahwa tatkala daya kudusiah Rasulullah saw. hilang, maka pada waktu itu Almasih Bani Israil telah berbuat bajik kepada beliau dengan telah sudi keluar dari sorga dan turun ke dunia untuk memperbaiki umat beliau saw. dan menyelamatkan mereka dari kebinasaan.
Kami lebih suka kalau lidah kami dipotong daripada mendengar kata-kata demikian hina dialamatkan kepada Rasulullah saw.; dan lebih suka kalau tangan kami jadi lumpuh daripada kalimat-kalimat serupa itu ditulis mengenai pribadi beliau saw.
Muhammad Rasulullah saw. adalah wujud kekasih Allah Taala. Daya kudusiah beliau Sekali-kali tidak mungkin dapat hapus. Beliau adalah Khataman Nabiyyin. Keberkatan beliau Sekali-kali tidak mungkin akan berhenti. Kepala beliau tidak mungkin tunduk di hadapan kebajikan sia pa pun. Bahkan kebajikan beliau menaungi semua nabi. Tiada seorang nabi pun menyuruh manusia percaya kepada beliau saw., dan menyuruh orang-orang yang ingkar kepada beliau mengakui kebenaran beliau saw. Kebalikannya, tidakkah Muhammad Rasulullah saw. Menyuruh kepada ratusan ribu dan jutaan manusia mempercayai kenabian para nabi lain? Di tanah Hindustan terdapat delapan puluh juta orang Islam *) di antaranya amat sedikit berasal dari luar negeri, selebihnya adalah penduduk Hindustan yang tadinya tidak tahu-menahu nama salah seorang nabi pun. Akan tetapi karena mereka beriman kepada Muhammad Rasulullah saw., mereka telah ikut beriman kepada Nabi Ibrahim a.s.. Nabi Musa a.s, dan Nabi Isa a.s. Seandainya Islam tidak merembes ke dalam rumah-rumah mereka, maka mereka pada waktu ini tentu mencaci-maki nabi-nabi itu dan menganggap beliau-beliau termasuk orang-orang pendusta, sebagaimana anggapan saudara-saudara mereka yang lain (orang-orang Hindu, Peny.). Demikian pula bilakah bangsa Afghanistan, bangsa Cina, dan bangsa Iran pernah mempercayai Hadhrat Musa a.s. dan Hadhrat Isa a. s.., Rasulullah saw. lah yang telah menyuruh mereka mempercayai kebenaran nabi-nabi itu.
*) Bilangan ini menurut sensus tahun 1922, Peny.
Walhasil, kebajikan beliau meliputi semua nabi, karena kebenaran beliau-beliau yang dahulunya tersembunyi dari orang-orang, sekarang kebenaran itu dinampakkan oleh beliau. Kebalikannya, seorang pun tidak ada yang berbuat bajik terhadap beliau saw.. Allah Taala tidak akan sekali-kali mendatangkan hari, ketika keberkatan beliau akan berhenti, dan seorang nabi lain akan datang untuk memperbaiki keadaan umat beliau. Bahkan bila saja akan timbul keperluan untuk perbaikan umat beliau saw., Allah Taala akan mengangkat orang-orang di antara murid muridnya dari umat beliau juga yang akan mengambil segala sesuatu dari beliau dan telah mendapat ajaran dari beliau saw. juga, guna memperbaiki orang-orang yang sudah rusak dan mengembalikan orang-orang yang kehilangan jalan. Pekerjaan orang-orang itu merupakan pekerjaan beliau saw. juga, sebab seorang murid tidak dapat dipisahkan dari gurunya, dan seorang ummati tidak dapat dinyatakan terpisah dari nabinya. Kepala mereka akan tunduk di hadapan kebajikan beliau saw., dan hati mereka sarat dengan anggur kecintaan beliau saw., dan kepala mereka dikabuti oleh kemabukan cinta kepada beliau.
Pendek kata, di dalam mempercayai kedatangan seorang nabi kedua kalinya merupakan penghinaan terhadap Rasulullah saw., dan dengan itu martabat beliau yang dianugerahkan Allah Taala menjadi batal. Allah Taala berfirman,
Insert 32
“Allah Taala tidak mencabut kembali sesuatu nikmat yang Dia telah menganugerahkan kepada sesuatu bangsa selama di dalam bangsa itu sendiri belum timbul kerusakan” (13:12).
Sekarang, dengan menerima akidah serupa itu, yakni, kedatangan nabi kedua kali, berarti kita harus percaya bahwa telah terjadi suatu perubahan di dalam pribadi Rasulullah saw., naudzubiliah. Atau, kita haruslah mempercayai bahwa Allah Taala telah menyalahi janji-Nya. Terhadap semua orang Dia berlaku seperti berikut bahwa Dia tidak akan mengambil kembali nikmat yang telah dianugerahkan kepada mereka. Namun terhadap Rasulullah saw. Dia berlaku sebaliknya. Kedua dua hal itu menyebabkan kufur, sebab yang pertama mengingkari Allah Taala, dan yang kedua mengingkari Rasul-Nya saw.
Jadi, karena alasan-alasan itulah kami berlepas tangan dari kepercayaan serupa itu. Kepercayaan kami ialah, Almasih a.s. yang kedatangannya telah dijanjikan akan datang kelak dari antara umat ini juga. Hal ini merupakan kewenangan Allah Taala untuk mengaruniakan suatu kedudukan kepada seseorang yang dikehendaki-Nya. Dari hadis-hadis Nabi saw. pun terbukti, bahwa Almasih yang akan datang adalah dari antara umat ini juga. Rasulullah saw. bersabda,
Insert 33
“Tiada Mahdi kecuali Isa” (Ibnu Majah).
Pada tempat lain beliau saw. bersabda,
Insert 33b'
'Bagaimanakah keadaanmu ketika Ibnu Maryam turun di tengah-tengahmu dan menjadi imam bagimu dari antara kamu” (Bukhari, Kitabul Anbiya, Bab Isa Ibnu Maryam).
Dengan memperhatikan kedua sabda Nabi itu jelaslah bahwa pada masa Almasih a.s. tidak ada Mahdi lain kecuali beliau sendiri, dan beliau akan menjadi imam bagi umat ini, akan tetapi beliau adalah dari umat inijuga dan bukan dari umat lain.
ALMASH DAN MAHDI PRIBADINYA ITU JUGA
Jadi, adanya pikiran bahwa Almasih a.s. lain pribadinya dan Mahdi lain pula pribadinya adalah batal dan bertentangan dengan sabda
Insert 34
Kewajiban bagi seorang mukmin ialah merenungkan sabda-sabda junjungan mereka, dan bila pada lahirnya nampak ada suatu pertentangan, maka haruslah ia menjauhkan pertentangan itu dengan pandangan jauh ke muka. Kalau Rasulullah saw. pada suatu ketika bersabda, bahwa Mahdi akan lebih dahulu datang, kemudian Hadhrat Isa a.s. akan turun dan akan menunaikan sembahyang dengan bermakmum kepada Mahdi, dan pada kali lain beliau bersabda bahwa Almasih itulah Mahdi, maka layakkah kita menolak sabda beliau itu, atau sebaiknya kita renungkan arti kedua ucapan itu? Sekiranya ada suatu cara guna mempersatukan kedua ucapan itu, hendakiah cara itu kita tempuh.
Sekiranya kita pikirkan sedikit lebih mendalam, maka akan jelaslah bahwa cara untuk menyatukan kedua ucapan itu ialah Insert 34b yang merupakan penjelasan bagi hadis kedua itu. Yakni, mula-mula Rasulullah s.a.w. memberi khabar mengenai turunnya Almasih a.s. dengan kata-kata demikian rupa sehingga dengan kata-kata itu menimbulkan ke raguan bahwa mereka dua pribadi yang berlainan. Keraguan itu disingkapkan oleh hadis Insert 34c dan dikatakan bahwa kalimat tadi merupakan kalimat kiasan. Kalimat itu hanya berarti bahwa seorang di antara umat Muhammad s.a.w. akan diutus untuk memperbaiki dunia. Akan tetapi kepadanya tidak akan diberikan suatu kedudukan khusus sebagai rasul. Namun, nubuatan tentang turunnya Isa ibnu Maryam akan menjadi sempurna pada dirinya, dan ia akan mengaku jadi Isa. Dengan demikian seakan-akan dinyatakan waktu lahirnya kedua pangkat bagi dia yang berlainan; yakni, mula-mula pengakuan umumnyalah akan memperbaiki dunia, kemudian barulah akan menjadi Almasih. Sedangkan kalimat semacam itu biasa terdapat dalam nubuatan-nubuatan. Bahkan apabila kiasankiasan semacam itu dipisahkan dari nubuatan-nubuatan maka tidaklah sama sekali mungkin memahami nubuatan-nubuatan itu.
Jika hadis-hadis itu tidak diberi arti demikian, lalu kita harus menerima salah satu dari dua hal; sedang kedua-dua hal itu amat berbahaya. Kita akan harus menerima hadis insert 35 itu batal, atau harus menerima hadis itu yang bukan berarti pribadi Mahdi itu bukanlah pribadi lain melainkan diadakan perbandingan antara derajat Almasih dari Mahdi itu serta diterangkan bahwa Mahdi yang asli itulah Almasih, sedangkan Mahdi lainnya tidak punya arti sedikit pun ketimbang Almasih. Seperti halnya orang mengatakan insert 35b (artinya: tidak ada orang alim kecuali si anu, Peny.), dengan itu tidak berarti kecuali si anu tidak ada orang alim lain, melainkan maksudnya bahwa demikian rupa tingginya sehingga ilmu orang-orang lain sedikit pun tidak berarti jika dibandingkan dengan ilmu dia. Kedua-dua arti itu dapat menimbulkan akibat yang berbahaya, sebab membatalkan se buah hadis tanpa sebab juga berbahaya, istimewa pula membatalkan hadis yang didukung kesaksian. Dan mengatakan bahwa Mahdi tidak ber arti jika dibandingkan dengan Almasih a.s. bertentangan dengan maksud hadis-hadis yang di dalamnya Mahdi ditetapkan sebagai imam dan Almasih sebagai makmum.
Pendeknya, selain arti-arti bahwa di dalam umat Muhammad dikhabarkan akan ada pribadi yang mula-mula mengaku mushlih (reformer) dan kemudian mengaku sebagai Masih Mau'ud (Almasih Yang Dijanjikan) Selain arti itu tidak dapat diartikan lain lagi.
ARTI “NUZUL”
Sebenarnya, orang-orang terpedaya oleh adanya perkataan nuzul di dalam hadis. Dari perkataan itu diambil pengertian bahwa Almasih sendiri yang dahulu akan turun. Padahal perkataan nuzul bukanlah seperti difahami orang-orang. Apabila suatu barang yang berfaedah tercipta atau apabila suatu perubahan yang mengandung keberkatan dan menampakkan kegagahan Tuhan terjadi, maka kejadian demikian di dalam bahasa Arab diterangkan dengan perkataan nuzul. Ternyata Allah Taala berfirman di dalam Alquran,
Insert35c
“Kemudian Allah menurunkan ketenangan daripada-Nya kepada rasul-Nya” (9:26).
Kemudian Dia berfirman
Insert 36
“Kemudian setelah kesedihan itu Dia menurunkan kepadanya ketente raman hati suatu kantuk” (3:155).
Lagi,
Insert 36b
“Dan Dia menurunkan untukmu delapan ekor binatang ternak berpasang pasangan “ (39:7).
Lagi,
Insert 36c
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian yang menutupi auratmu dan sebagai perhiasan; adapun pakaian takwa itulah yang terbaik. Yang demikian itu sebagian dari Tanda-tanda Allah, supaya mereka mengambil nasihat” (7:27).
Dan Dia berfirman,
Insert 36d
'Dan Kami turunkan manna dan salwa untukmu” (2:58).
Lagi,
Insert 36e
“Dan Kami menurunkan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, supaya mereka mempergunakan besi itu dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong agama-Nya dan rasul-rasul-Nya. Padahal Allah tidak dilihatnya; sesungguhnya Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa” (57:26),
Dia berfirman lagi,
Insert 37
“Dan jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya, tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Mahamengetahui keadaan hamba-hamba-Nya, lagi Mahamelihat” (42:28),
Sekarang hal itu tidak tersembunyi kepada siapa pun bahwa ketentraman itu terjelma di dalam hati. Kantuk adalah proses di dalam otak, dan binatang berkaki empat, pakaian, burung puyuh, besi, ladang, dan segala macam benda serupa itu yang tercipta di atas bumi ini juga tidak pernah dilihat seseorang lihat turun dari langit, dan tidak terdapat kesaksian di dalam Alquran dan hadis mengenai turunnya benda-benda dari langit itu. malahan Alquran dengan jelas berfirman,
Insert 37b
“Dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang menjulang di atas permukaannya. Dan Dia memberkati dengan berlimpah-limpah dan menyediakan dalamnya kadar makanan-makanan penghuninya dalam empat masa yang sama, sesuai bagi segala yang memerlukannya” (41:11),
Yakni, Allah telah menciptakan di atas permukaan bumi ini gunung-gunung dan banyak perbekalan di dalam bumi, dan bermacam-macam makanan pun diciptakannya. Semua pekerjaan penciptaan bumi, dan kemudian penciptaan segala macam perbekalan dan binatang-binatang se 37besar berhubungan dengan ilmu alam dan ilmu-ilmu abstrak yang seba giannya pada zaman ini telah terbuka, dan sebagiannya lagi akan terbuka pada masa mendatang, dan akan timbul masalah-masalah baru yang berkaitan dengan isi ayat itu, namun Allah Taala telah melukiskan dengan kata-kata yang berbunyi bahwa setiap orang dari segala lapisan dan setiap orang di dalam setiap zaman akan mendapat jawaban yang tepat menurut masalah-masalah taraf ilmunya dan menurut perkembangan ilmu pengetahuan pada zamannya masalah-masalah yang memberi kepuasan bagi mereka.
Pendeknya dari Alquranul Karim jelas bahwa semua benda yang di dalam Alquranul Karim disebutkan dengan kata Insert 38 tidak turun dari langit, melainkan benda-benda itu diciptakan Allah Taala di bumi ini juga. Jadi, demikian pula mengenai Masih yang akan datang pun telah dipakai kata nuzul untuk melukiskan kebesaran martabat dan kemuliaan derajatnya dan bukan berarti beliau benar-benar akan turun dari langit. Sebagaimana mengenai pribadi Rasulullah saw. pun kata itu dipakai di dalam Alquranul Karim, dan semua ahli tafsir mengartikan untuk menyatakan kemuliaan beliau saw. dengan kata itu, dan mereka terpaksa berbuat demikian sebab semua orang mengetahui bahwa beliau saw. dilahirkan di kota suci Mekkah di tengah-tengah bangsa wan Kuraisy. Ayahanda beliau bernama Abdullah dan ibunda beliau bernama Aminah. Ayat yang di dalamnya menyebut tentang nuzul (turun) beliau berbunyi sebagai berikut,
“Sesungguhnya Allah Taala menurunkan zikir kepadamu, yaitu, seorang rasul-Nya yang membacakan kepadamu ayat-ayat Allah yang terang, supaya Dia mengeluarkan orang-orang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh dan kegelapan kepada cahaya” (65:11,12).
Alangkah mengherankannya bahwa hanya ada serupa saja kata itu dipakai mengenai pribadi Rasulullah saw. dan Masih Mau'ud a.s., namun berkenaan dengan Rasulullah saw. diberi arti lain dan berkenaan dengan Almasih diberi arti lain lagi. Tatkala beliau saw. dilahirkan di bumi ini juga, dan berkenaan dengan beliau dipergunakan kata nuzul, maka apa yang mengherankan ialah, jika kata itu pula dipakai mengenai Masih yang akan datang itu berarti kelahiran dan diutusnya beliau.
MENGAPA MASIH MAU'UD DISEBUT ISA IBNU MARYAM
Keraguan ketiga, dikatakan orang bahwa di dalam hadis-hadis nama pribadi yang akan datang disebut Isa Ibnu Maryam. Jadi dengan demikian agaknya beliau a.s. itu sendirilah yang akan datang. Akan tetapi para penyanggah tidak memikirkan bahwa di dalam syair-syair mereka kata Isa sering dipergunakan untuk orang lain, namun mereka menganggap hal itu bukan suatu yang layak disangkal. Akan tetapi apabila di dalam firman Allah Taala nama seseorang disebut Isa, maka mereka menjadi heran karenanya.
Kemudian sehari-hari orang menggelari orang-orang dermawan Hatam Taya, dan orang-orang ahli pikir Tusi, dan orang-orang yang berbakat menggali masalah-masalah Fakhru Razi. Namun berkenaan dengan sebutan Ibnu Maryam di dalam hati mereka terbit prasangka-prasangka. Seandainya sebutan Ibnu Maryam diberi arti pribadi tertentu, maka tidaklah Hatam Taya, atau Tusi, atau Razi diberi arti orang tertentu? Kemudian, kendati pun mereka mempergunakan kata-kata itu, mereka tidak memaksudkan orang itu benar-benar seorang dari suku Tay, atau dari Tus, atau dari Raz. Lalu mengapakah dengan sebutan Ibnu Maryam mereka mengambil kesimpulan bahwa pribadi yang akan datang itu Nabi Allah Isa ibnu Maryam itu juga yang telah berlalu seribu sembilan ratus tahun yang lalu. Padahal Taya, atau Tusi, atau Razi bukanlah nama-nama yang dipergunakan secara kiasan dalam artian lain, namun nama Maryam dipergunakan di dalam Alquranul Karim untuk menyatakan suatu keadaan tertentu. Sebagaimana Allah Taala berfirman,
Insert 39
“Dan Allah Taala mengemukakan isteri Firaun sebagai misai bagi orang-orang beriman, ketika ia berkata, 'Ya Tuhanku, bangunkalah untukku sebuah rumah di sisi Engkau di dalam sorga, dan selamatkan lah daku dari Firaun dan dari perbuatannya; dan selamatkanlah daku dari kaum yang zalim “(66:12),
Atau, menamsilkan orang-orang mukmin sebagai Siti Maryam seperti tercantum,
Insert 40
“Dan ingatlah Maryam puteri Imran yang memelihara kesucian dirinya maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya dari roh Kami dan ia membenarkan khabar gaib yang disampaikan kepadanya dalam kalimat Tuhannya dan yang terkandung dalam Kitab-kitab-Nya; dan adalah dia termasuk orang-orang taat” (66:13).
Walhasil, apabila Allah Taala menyebut suatu keadaan pada diri seorang mukmin dengan keadaan Maryam, dan orang mukmin demikian disebut Maryam, maka mengenai seseorang yang dijanjikan kedatangan nya Allah Taala mempergunakan sebutan Ibnu Maryam, tidaklah itu akan berarti bahwa ia dari keadaan Maryam setahap demi setahap akan sampai kepada keadaan Isa? Awal hidupnya akan menyerupai Siti Maryam suci dan tak bernoda, dan pada akhir jenjang hidupnya ia akan menyerupai Isa a.s. dibantu Rohuikudus, dan akan melewatkan akhir hidupnya itu dengan memperbaiki dunia dan menegakkan kebenaran,
Bagi ulama-ulama pada zaman ini telah menjadi haramlah merenungkan rahasia-rahasia Alquran dan menyelam ke dalam lautan makrifatnya untuk mengeluarkan mutiara-mutiara ilmu. Sekiranya mereka memperhatikan ilmu-ilmu yang para ulama rohani telah menarik kesimpulan dengan merenungkan Alquranul Karim dan dengan memperhatikan kehidupan para nabi serta memperhatikan ucapan-ucapan beliau-beliau dan telah dicantumkan di dalam kitab-kitab mereka, niscayalah orang-orang itu tidak akan tergelincir.
Hadhrat Syeikh Shahabuddin Suhrawardi telah menulis di dalam bukunya, “Awanf'alMa'arif” bahwa selain kelahiran jasmani ada pula kelahiran lain yang disebut kelahiran maknawi (kiasan). Untuk mendukung pernyataannya itu, beliau tidak mengutip ucapan orang lain melainkan mengutip ucapan Nabi Isa a.s. sendiri. Beliau berkata,
Insert 41
Yakni,
“Murid merupakan bagian daripada Sheikh, seperti halnya kelahiran anak secara jasmani merupakan bagian daripada ayahnya. Kelahiran itu menjadi kelahiran maknawi (kiasan) seperti halnya diriwayatkan dan Hadhrat Isa O.S., 'Tak ada seorang manusia dapat memasuki kerajaan samawi selama ia belum dilahirkan dua kali'. “
Kemudian Syeikh itu sendiri berkata, bahwa dengan kelahiran pertama timbul perhubungan dengan alam jasmani dan dengan kelahiran kedua ia mengadakan perhubungan dengan alam rohani. Allah Taala pun berfirman, “Demikianlah kekuasaan kerajaan di dunia dan di atas langit yang Kami perlihatkan kepada Ibrahim, supaya ia jadi di antara orang-orang yang yakin.” Demikianlah kata Syeikh.
Kiranya jelas dari contoh di atas, bahwa menurut Syeikh Syahabuddin Suhrawardi, bagi tiap insan perlu adanya kelahiran maknawi. Untuk mendukung pendapat beliau, dikemukakan oleh beliau sebuah ayat Alquranul Karim dan kemudian beliau mengemukakan sebuah ucapan Hadhrat Almasih a.s.. Jadi, jika kelahiran maknawi merupakan suatu hal yang mesti, lagi pula dinyatakan oleh Hadhrat Almasih sebagai suatu keharusan guna kemajuan rohani, maka apakah kelahiran ini bagi Almasih yang dijanjikan itu justru akan mustahil dan tak mungkin terjadi?
Ringkasnya, kedatangan Hadhrat Almasih kedua kali setelah hidup kembali adalah bertentangan dengan sifat keagungan Allah Taala dan Kalam-Nya, dan pula menyalahi kebesaran Rasul-Nya saw. lagi pula jelas berlawanan dengan sabda-sabdanya. Kepercayaan yang berlandaskan pada hal-hal itu timbul karena kurang penyelidikan dan sebagai akibat dari kurang pemikiran. Hal sebenarnya ialah, dari tengah umat ini pula akan datang seorang yang bercelupkan warna Almasih, sedang orang itu pun telah datang. Dengan keberkatannya banyaklah orang telah memperoleh petunjuk, dan banyak orang yang sesat jalan telah menempuh jalan lurus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar