Sabtu, 21 Maret 2009

KEMATIAN NABI ISA dan ALMASIH YANG DI JANJIKAN

ANGGOTA KELUARGA RASULULLAH SAW. SEPAKAT MENGENAI KEMATIAN NABI ISA

Di samping kata sepakat(ijmak)para sahabat, kami mengetahui, para anggota keluarga Nabi (ahlulbait) pun sepakat mengenai kewafatan Nabi Isa a.s., hal demikian ternyata dari riwayat yang dituturkan oleh Hazrat Imam Hasan r.a., seperti tercantum di dalam ''Thabaqat Ibn Sa'ad'' jilid ketiga mengenai peristiwa kemangkatan Hadhrat Ali r.a. Beliau berkata,
Insert 25
“Wahai sekalian manusia, malam ini telah wafat seorang yang se bagian amal perbuatannya tidak pernah dicapai orang-orang sebelum nya dan tidak pula akan dicapai oleh orang-orang yang akan datang kelak. Rasulullah saw. mengutus beliau ke medan perang, maka Jibril menjaga di sebelah kanannya dan Mikail di sebelah kirinya. Walhasil, beliau tidak pernah kembali tanpa membawa kemenangan. Beliau meninggalkan peninggalan (warisan) sebesar tujuh ratus dirham saja. Dengan uang itu beliau bermaksud membeli seorang budak belian (untuk dimerdekakan, Peny). Beliau wafat pada malam ketika Isa ibnu Maryam pada malam yang lama rohnya diangkat ke langit, yakni, pada malam tanggal dua puluh tujuh bulan Ramadhan”(Thabaqat Ibn Sa'ad, jilid III).
Dari riwayat itu jelas bahwa menurut para anggota keluarga (ahlulbait) Rasulullah saw. pun Hadhrat Isa a.s. telah wafat, karena sekiranya pada diri beliau-beliau tidak ada gagasan semacam itu, maka mengapakah Imam Hasan r.a. mengatakan bahwa pada malam ketika roh Hadhrat Isa a.s. diangkat ke langit pada malam itu juga Hadhrat Ali r.a. telah wafat.
Kecuali para sahabat dan para anggota keluarga Rasulullah saw. niscaya orang-orang terkemuka yang kemudian pun mempercayai wafatnya Almasih a.s. 'Sebab, orang-orang itu sangat mencintai Alquran Suci, sabda-sabda Rasulullah saw., tutur-tutur para sahabat, dan pendapat-pendapat anggota keluarga Rasulullah saw. Akan tetapi, oleh karena hal itu mereka anggap sebagai hal biasa, maka agaknya tutur-tutur mereka itu tidak dipelihara secara istimewa. Akan tetapi sepanjang kita ketahui, hal itu membenarkan ihwal itu juga bahwa mereka pun percaya Hadhrat Isa a.s. telah wafat. Terbukti di dalam “Majma'al Bahar pun ada tercantum, Insert26 yakni Hadhrat Malik r.a. mengatakan bahwa Hadhrat Nabi Isa a.s. sudah wafat.
Pendeknya, kecuali Alquran Suci dan hadis-hadis, kata sepakat para sahabat dan pendapat-pendapat para anggota keluarga Nabi saw. Dan para imam pun menguatkan pendirian kami, yakni, ternyata Nabi Isa a.s. telah wafat.
Walhasil, tuduhan terhadap kami bahwa dengan kepercayaan Nabi Isa a.s. telah wafat, kami menghina Hadhrat Isa a.s. dan mengingkari Alquranul Karim dan hadis-hadis Rasulullah saw. adalah tidak benar. Kami tidak menghina Almasih a.s., bahkan dari segi kepercayaan itu kami menegakkan Ketauhidan Allah Taala dan membuktikan kehormatan Rasul-Nya saw. dan pula berbakti kepada Hadhrat Almasih a.s. Sebab, tidak akan pernah beliau menyukai diberi sebuah martabat yang demikian keadaannya sehingga dengan martabat itu Ketauhidan Allah Taala jadi ternoda dan membantu kemusyrikan serta merupakan penghinaan kepada Penghulu sekalian nabi.
Sekarang sudi apalah kiranya Anda menimbang dan memperhatikan, apakah kecaman lawan-lawan kami itu benar ataukah kami yang benar? Apakah mereka berhak marah terhadap kami, ataukah kami yang berhak marah terhadap mereka? Sebab mereka mempersekutukan Tuhan kami dan telah menghina Rasul kami saw. Sementara mereka mengaku kawan, mereka menyerang bagaikan lawan.




ALMASIH YANG DIJANJIKAN ADALAH DARI UMAT NABI SAW.
Keberatan kedua yang dialamatkan kepada kami, ialah, bertentangan dengan kepercayaan orang-orang Islam lain, kami mempercayai Almasih yang dijanjikan itu seorang di antara umat ini juga. Padahal yang demikian itu, menurut mereka, bertentangan dengan hadis-hadis Nabi saw., sebab dari situ jelas bahwa Almasih akan turun dari langit.
Memang benar sekali kami menganggap Pendiri Jemaat Ahmadiyah, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, penduduk desa Qadian, distrik Gurdaspur, propinsi Punjab, negeri Hindustan sebagai Masih Mau'ud dan Imam Mahdi. Akan tetapi manakala telah terbukti dari Alquran Karim dan hadis-hadis serta akal sehat bahwa Isa a.s. telah wafat, kemudian kami tidak mengerti mengapa kepercayaan kami ini dianggap bertentangan dengan Alquran Karim dan hadis-hadis. Manakala kewafatan Hadhrat Almasih a.s. terbukti dari Alquran Karim dan hadis-hadis memberi kesaksian terhadap hal demikian itu, dan apabila khabar mengenai kedatangan seorang yang dijanjikan dan disebut ibnu Maryam kita ketahui dari hadis-hadis Nabi, maka jelaslah kiranya bahwa orang yang dijanjikan kedatangannya itu adalah seorang dari umat ini juga, dan bukan Almasih dari Nazareth yang telah wafat.
Dikatakan bahwa sekalipun terbukti juga dari Alquran Karim dan hadis-hadis mengenai kewafatan Hadhrat Almasih, namun demikian karena di dalam hadis-hadis dikabarkan tentang kedatangan Masih ibnu Maryam maka kita hendaknya juga percaya kepada kedatangan beliau; sebab, tidakkah Allah Taala Mahakuasa menghidupkan beliau kembali, lalu mengutus ke dunia guna mengadakan perbaikan-perbaikan? Dituduhkan kepada kami bahwa kami seakan-akan mengingkari kodrat-Nya. Akan tetapi sebenarnya tidak demikian. Bahkan kenyataannya sama sekali terbalik. Adalah bukan karena kami mengingkari kodrat Allah Taala, bahkan justru karena beriman kepada kodrat-Nyalah maka kami berpegang pada kepercayaan bahwa Hadhrat Almasih dari Nazareth itu tidak akan diutus kembali oleh Allah Taala setelah dihidupkan lagi, melainkan Dia telah mengutus seorang wujud dari umat ini sebagai Masih Mau'ud.
Kami tidak dapat memahami dan tidak kami mengharapkan bahwa siapa jua pun yang akan merenungkan sepenuhnya perkataan ini akan menerima, bahwa Allah Taala mengutus Almasih setelah dihidupkan kembali itu merupakan tanda kodrat Allah Taala. Kita menyaksikan di dunia ini bahwa seorang hartawan tidak akan menyuruh menjahitkan pakaian dan bekas pakaiannya yang jahitannya dilepas dan kainnya dibalikkan. Bahkan bila perlu, ia menanggalkannya dan menjahitkan pakaian baru. Orang-orang miskin biasa memakai barang bekas dengan mempermaknya (mengubahnya) ke dalam bermacam-macam bentuk, dan mengurus barang kepunyaan mereka dengan hati-hati sekali. Kapankah Allah Taala merasa terdesak sehingga pada saat hamba-hamba-Nya memerlukan petunjuk dan bimbingan, lalu Dia terpaksa harus mengutus seorang nabi yang telah wafat dengan menghidupkannya kembali? Untuk memberi petunjuk kepada hamba-hamba-Nya Dia senantiasa memilih seorang di antara orang-orang pada zaman itu juga dan mengutusnya untuk memperbaiki keadaan mereka. Semenjak Nabi Adam a.s. hingga zaman Rasulullah saw., sekali pun Dia tak pernah berbuat demikian, yakni, mengutus seorang nabi yang terdahulu, setelah Dia menghidupkan kembali, untuk memberi petunjuk kepada dunia.
Dia terpaksa berbuat demikian hanya apabila pada suatu ketika pekerjaan mensucikan hati manusia berada di luar jarak jangkau kodrat -Nya, dan kedaulatan-Nya telah hilang lenyap dari manusia. Akan tetapi, karena hal demikian Sekali-kali tidak mungkin terjadi, maka hal itu pun tidaklah mungkin terjadi pula — Dia mengutus seorang nabi yang telah wafat dengan mengeluarkannya dari sorga untuk memperbaiki keadaan dunia. Dia Mahakuasa! Apabila Dia membangkitkan seorang manusia utama seperti Muhammad Rasulullah saw. setelah Almasih a.s., maka tidaklah di luar kekuasaan-Nya apabila Dia membangkitkan seorang pribadi lain seperti dan bahkan lebih utama dari Almasih a.s.
Pendek kata, kami mengingkari kedatangan Almasih dari Nazareth untuk kedua kalinya ke dunia, bukanlah karena kami tidak menganggap Tuhan Mahakuasa, melainkan kami mengingkari oleh karena kami menganggap Allah Taala Mahakuasa; yaitu, apabila Dia menghendaki, Dia membangkitkan seorang di antara hamba-hamba-Nya dengan tugas memberi penyuluhan dan dengan perantaraan dia menghimbau kepada-Nya orang-orang yang kehilangan jalan. Barangsiapa mempunyai pikiran bahwa Dia tidak dapat berbuat demikian dan apabila terdesak Dia akan mengambil kembali salah seorang nabi terdahulu, sungguh ia keliru.
Insert 29
“Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya “ (39:68).
Di samping hal demikian bahwa di dalam kedatangan kembali untuk kedua kalinya Almasih a.s. dari Nazareth menodai kodrat Allah Taala, juga akan mendatangkan noda kepada daya kudusiah (quwat qudsiyah) Rasulullah s.a.w. ''Sebab, seandainya Hadhrat Almasih a.s. saja seorang yang harus datang kembali kedua kalinya kedua kalinya ke dunia maka hal itu berarti bahwa apabila umat-umat terdahulu telah rusak, maka untuk memperbaiki mereka Dia senantiasa membangkitkan seorang di antara mereka. Akan tetapi tatkala akan terjadi kerusakan di tengah-tengah umat Rasulullah saw. maka untuk memperbaiki keadaan itu Allah Taala akan mendatangkan kembali seorang nabi di antara para nabi terdahulu. Di antara umat beliau sendiri tidak seorang pun akan mampu memperbaiki keadaan umat ini.
Seandainya keadaan itu kami terima, maka sungguh kami tidak kurang dari orang-orang Kristen dan orang-orang Yahudi dalam memusuhi Rasulullah saw., sebab mereka pun tidak mengakui daya kudusiah Rasulullah saw. Dan, dengan kepercayaan yang demikian itu kami pun akan menjadi orang-orang yang tidak mempercayai daya kudusiah beliau. Jika sebuah pelita sedang menyala, maka pelita itu pasti dapat menyalakan pelita-pelita lain. Yang tidak dapat menyalakan pelita lain adalah pelita padam.
Jadi, andai kata kelak datang juga kepada umat Rasulullah saw. Zaman serupa itu, ketika keadaan mereka demikian rusak sehingga tiada seorang pun di antara mereka layak dibangkitkan untuk memperbaiki mereka, maka bersamaan dengan itu haruslah diakui bahwa keberkatan Rasulullah saw. pun akan lenyap, naudzu billah min dzalik!
Siapa di antara orang Islam yang tidak mengetahui bahwa selama Allah Taala merestui berlakunya syariat Musa a.s., selama itu pula di antara pengikut-pengikut beliau pula terus menerus bangkit orang-orang yang selalu mengadakan perbaikan di antara umat beliau a.s. Akan tetapi, tatkala Dia memutuskan syariat beliau harus dihapuskan, maka Dia menutup kenabian bagi kaum beliau, lalu mengutus nabi dari Bani Ismail.
Jadi, seandainya sesudah Rasulullah saw. akan datang seorang nabi dari antara umat Musa a.s, maka hal itu berarti bahwa Dia pun akan menghapuskan syariat Nabi Muhammad saw. Naudzubiliah min dza lik! Lalu syariat lain akan diberlakukan; pada waktu itu daya kudusiah Rasulullah saw. akan menjadi lemah dan keberkatan beliau tidak akan mampu menyiapkan seorang pun dari antara umat beliau untuk menerima nur dari beliau dan membawa mereka ke jalan benar. Naudzu biliah min dzalik!
Sayang sekali, manusia memperlihatkan rasa harga dirinya lebih dari semestinya. Ia tidak suka kalau sesuatu aib dialamatkan kepada pribadinya. Akan tetapi mereka dengan berani mengalamatkan setiap aib kepada pribadi Rasulullah saw. Apakah gunanya kecintaan yang hanya sampai di bibir saja namun di dalam hatinya tiada bekas sedikit pun? Apa gunanya pengakuan yang tidak didukung oleh suatu bukti apa pun? andaikan sungguh-sungguh mereka cinta kepada Rasulullah saw., maka sedetik pun mereka tidak akan suka kalau seorang nabi Bani Israil datang untuk memperbaiki keadaan umat beliau saw. Apakah seorang yang memiliki harga diri akan pergi minta-minta kepada orang lain padahal ia mempunyai persediaan di dalam rumahnya sendiri? Atau, sementara ia mempunyai kekuatan pada dirinya, adakah ia akan meminta bantuan kepada orang lain?
Para ulama mengatakan, bahwa naudzu biliah min dzalik untuk memperbaiki umat Rasulullah saw. dan untuk menyelamatkannya dari musibah-musibah, Almasih dari Nazareth akan datang. Bagi dirinya sendiri demikian rupa mereka memperlihatkan harga diri, sehingga seandainya mereka sedang terdesak di dalam bertukar pikiran, mereka tidak mengakui kekalahan mereka, dan mereka tidak suka kalau memanggil orang lain untuk membantunya, dan seandainya ada seorang atas kehendaknya sendiri bersedia membantu mereka, maka daripada mereka menyambut kebaikan hati orang itu malahan mereka marah kepadanya, seraya mengatakan. “Apakah kami dianggap orang bodoh sehingga engkau berani mengajar kami?” Akan tetapi, berkenaan dengan pribadi Rasulullah saw. betapa gegabahnya mereka menyatakan, bahwa guna membantu beliau seorang nabi akan didatangkan dari umat lain, sedangkan daya kudusiah beliau sendiri tidak kuasa berbuat apa-apa.
Aduhai, sudah matikah hati ini, atau sudah tidak bekerja lagikah akal ini? Apakah segala harga diri hanya teruntuk bagi diri mereka semata, dan tiada lagi tersisih harga diri bagi Tuhan dan rasul-Nya? Apakah segala amarah hanya diumbar terhadap musuh-musuh mereka, sedangkan tiada sedikit pun tersisa bagi orang-orang yang menyerang Tuhan dan rasul-Nya?
Dikatakan kepada kami bahwa mengapakah kami mengingkari kedatangan seorang nabi Bani Israil? Akan tetapi, kemanakah akan kami bawa hati kami, dan betapa kami dapat menghapus cinta yang bersarang pada hati kami? Kami tidak menjunjung tinggi kehormatan seorang lain lebih daripada kehormatan Muhammad Rasulullah saw. Sejenak pun kami tidak dapat menahan diri kalau Muhammad Rasulullah saw harus berhutang budi terhadap seseorang lain. Sesaat pun hati kami tidak dapat menahan diri dari pikiran, bahwa pada hari kiamat tatkala segenap makhluk dari Awal hingga akhir akan dihimpun dan tiap-tiap amal perbuatan mereka diperlihatkan dengan sejelas-jelasnya. Pada waktu Muhammad Rasulullah saw. akan tetap menundukkan kepala beliau kepada kebaikan hati Almasih Bani Israil, dan dengan suara membahana malaikat akan berseru mengatakan di hadapan seluruh makhluk, bahwa tatkala daya kudusiah Rasulullah saw. hilang, maka pada waktu itu Almasih Bani Israil telah berbuat bajik kepada beliau dengan telah sudi keluar dari sorga dan turun ke dunia untuk memperbaiki umat beliau saw. dan menyelamatkan mereka dari kebinasaan.
Kami lebih suka kalau lidah kami dipotong daripada mendengar kata-kata demikian hina dialamatkan kepada Rasulullah saw.; dan lebih suka kalau tangan kami jadi lumpuh daripada kalimat-kalimat serupa itu ditulis mengenai pribadi beliau saw.
Muhammad Rasulullah saw. adalah wujud kekasih Allah Taala. Daya kudusiah beliau Sekali-kali tidak mungkin dapat hapus. Beliau adalah Khataman Nabiyyin. Keberkatan beliau Sekali-kali tidak mungkin akan berhenti. Kepala beliau tidak mungkin tunduk di hadapan kebajikan sia pa pun. Bahkan kebajikan beliau menaungi semua nabi. Tiada seorang nabi pun menyuruh manusia percaya kepada beliau saw., dan menyuruh orang-orang yang ingkar kepada beliau mengakui kebenaran beliau saw. Kebalikannya, tidakkah Muhammad Rasulullah saw. Menyuruh kepada ratusan ribu dan jutaan manusia mempercayai kenabian para nabi lain? Di tanah Hindustan terdapat delapan puluh juta orang Islam *) di antaranya amat sedikit berasal dari luar negeri, selebihnya adalah penduduk Hindustan yang tadinya tidak tahu-menahu nama salah seorang nabi pun. Akan tetapi karena mereka beriman kepada Muhammad Rasulullah saw., mereka telah ikut beriman kepada Nabi Ibrahim a.s.. Nabi Musa a.s, dan Nabi Isa a.s. Seandainya Islam tidak merembes ke dalam rumah-rumah mereka, maka mereka pada waktu ini tentu mencaci-maki nabi-nabi itu dan menganggap beliau-beliau termasuk orang-orang pendusta, sebagaimana anggapan saudara-saudara mereka yang lain (orang-orang Hindu, Peny.). Demikian pula bilakah bangsa Afghanistan, bangsa Cina, dan bangsa Iran pernah mempercayai Hadhrat Musa a.s. dan Hadhrat Isa a. s.., Rasulullah saw. lah yang telah menyuruh mereka mempercayai kebenaran nabi-nabi itu.
*) Bilangan ini menurut sensus tahun 1922, Peny.
Walhasil, kebajikan beliau meliputi semua nabi, karena kebenaran beliau-beliau yang dahulunya tersembunyi dari orang-orang, sekarang kebenaran itu dinampakkan oleh beliau. Kebalikannya, seorang pun tidak ada yang berbuat bajik terhadap beliau saw.. Allah Taala tidak akan sekali-kali mendatangkan hari, ketika keberkatan beliau akan berhenti, dan seorang nabi lain akan datang untuk memperbaiki keadaan umat beliau. Bahkan bila saja akan timbul keperluan untuk perbaikan umat beliau saw., Allah Taala akan mengangkat orang-orang di antara murid muridnya dari umat beliau juga yang akan mengambil segala sesuatu dari beliau dan telah mendapat ajaran dari beliau saw. juga, guna memperbaiki orang-orang yang sudah rusak dan mengembalikan orang-orang yang kehilangan jalan. Pekerjaan orang-orang itu merupakan pekerjaan beliau saw. juga, sebab seorang murid tidak dapat dipisahkan dari gurunya, dan seorang ummati tidak dapat dinyatakan terpisah dari nabinya. Kepala mereka akan tunduk di hadapan kebajikan beliau saw., dan hati mereka sarat dengan anggur kecintaan beliau saw., dan kepala mereka dikabuti oleh kemabukan cinta kepada beliau.
Pendek kata, di dalam mempercayai kedatangan seorang nabi kedua kalinya merupakan penghinaan terhadap Rasulullah saw., dan dengan itu martabat beliau yang dianugerahkan Allah Taala menjadi batal. Allah Taala berfirman,
Insert 32
“Allah Taala tidak mencabut kembali sesuatu nikmat yang Dia telah menganugerahkan kepada sesuatu bangsa selama di dalam bangsa itu sendiri belum timbul kerusakan” (13:12).
Sekarang, dengan menerima akidah serupa itu, yakni, kedatangan nabi kedua kali, berarti kita harus percaya bahwa telah terjadi suatu perubahan di dalam pribadi Rasulullah saw., naudzubiliah. Atau, kita haruslah mempercayai bahwa Allah Taala telah menyalahi janji-Nya. Terhadap semua orang Dia berlaku seperti berikut bahwa Dia tidak akan mengambil kembali nikmat yang telah dianugerahkan kepada mereka. Namun terhadap Rasulullah saw. Dia berlaku sebaliknya. Kedua dua hal itu menyebabkan kufur, sebab yang pertama mengingkari Allah Taala, dan yang kedua mengingkari Rasul-Nya saw.
Jadi, karena alasan-alasan itulah kami berlepas tangan dari kepercayaan serupa itu. Kepercayaan kami ialah, Almasih a.s. yang kedatangannya telah dijanjikan akan datang kelak dari antara umat ini juga. Hal ini merupakan kewenangan Allah Taala untuk mengaruniakan suatu kedudukan kepada seseorang yang dikehendaki-Nya. Dari hadis-hadis Nabi saw. pun terbukti, bahwa Almasih yang akan datang adalah dari antara umat ini juga. Rasulullah saw. bersabda,
Insert 33
“Tiada Mahdi kecuali Isa” (Ibnu Majah).
Pada tempat lain beliau saw. bersabda,
Insert 33b'
'Bagaimanakah keadaanmu ketika Ibnu Maryam turun di tengah-tengahmu dan menjadi imam bagimu dari antara kamu” (Bukhari, Kitabul Anbiya, Bab Isa Ibnu Maryam).
Dengan memperhatikan kedua sabda Nabi itu jelaslah bahwa pada masa Almasih a.s. tidak ada Mahdi lain kecuali beliau sendiri, dan beliau akan menjadi imam bagi umat ini, akan tetapi beliau adalah dari umat inijuga dan bukan dari umat lain.

ALMASH DAN MAHDI PRIBADINYA ITU JUGA
Jadi, adanya pikiran bahwa Almasih a.s. lain pribadinya dan Mahdi lain pula pribadinya adalah batal dan bertentangan dengan sabda
Insert 34
Kewajiban bagi seorang mukmin ialah merenungkan sabda-sabda junjungan mereka, dan bila pada lahirnya nampak ada suatu pertentangan, maka haruslah ia menjauhkan pertentangan itu dengan pandangan jauh ke muka. Kalau Rasulullah saw. pada suatu ketika bersabda, bahwa Mahdi akan lebih dahulu datang, kemudian Hadhrat Isa a.s. akan turun dan akan menunaikan sembahyang dengan bermakmum kepada Mahdi, dan pada kali lain beliau bersabda bahwa Almasih itulah Mahdi, maka layakkah kita menolak sabda beliau itu, atau sebaiknya kita renungkan arti kedua ucapan itu? Sekiranya ada suatu cara guna mempersatukan kedua ucapan itu, hendakiah cara itu kita tempuh.
Sekiranya kita pikirkan sedikit lebih mendalam, maka akan jelaslah bahwa cara untuk menyatukan kedua ucapan itu ialah Insert 34b yang merupakan penjelasan bagi hadis kedua itu. Yakni, mula-mula Rasulullah s.a.w. memberi khabar mengenai turunnya Almasih a.s. dengan kata-kata demikian rupa sehingga dengan kata-kata itu menimbulkan ke raguan bahwa mereka dua pribadi yang berlainan. Keraguan itu disingkapkan oleh hadis Insert 34c dan dikatakan bahwa kalimat tadi merupakan kalimat kiasan. Kalimat itu hanya berarti bahwa seorang di antara umat Muhammad s.a.w. akan diutus untuk memperbaiki dunia. Akan tetapi kepadanya tidak akan diberikan suatu kedudukan khusus sebagai rasul. Namun, nubuatan tentang turunnya Isa ibnu Maryam akan menjadi sempurna pada dirinya, dan ia akan mengaku jadi Isa. Dengan demikian seakan-akan dinyatakan waktu lahirnya kedua pangkat bagi dia yang berlainan; yakni, mula-mula pengakuan umumnyalah akan memperbaiki dunia, kemudian barulah akan menjadi Almasih. Sedangkan kalimat semacam itu biasa terdapat dalam nubuatan-nubuatan. Bahkan apabila kiasankiasan semacam itu dipisahkan dari nubuatan-nubuatan maka tidaklah sama sekali mungkin memahami nubuatan-nubuatan itu.
Jika hadis-hadis itu tidak diberi arti demikian, lalu kita harus menerima salah satu dari dua hal; sedang kedua-dua hal itu amat berbahaya. Kita akan harus menerima hadis insert 35 itu batal, atau harus menerima hadis itu yang bukan berarti pribadi Mahdi itu bukanlah pribadi lain melainkan diadakan perbandingan antara derajat Almasih dari Mahdi itu serta diterangkan bahwa Mahdi yang asli itulah Almasih, sedangkan Mahdi lainnya tidak punya arti sedikit pun ketimbang Almasih. Seperti halnya orang mengatakan insert 35b (artinya: tidak ada orang alim kecuali si anu, Peny.), dengan itu tidak berarti kecuali si anu tidak ada orang alim lain, melainkan maksudnya bahwa demikian rupa tingginya sehingga ilmu orang-orang lain sedikit pun tidak berarti jika dibandingkan dengan ilmu dia. Kedua-dua arti itu dapat menimbulkan akibat yang berbahaya, sebab membatalkan se buah hadis tanpa sebab juga berbahaya, istimewa pula membatalkan hadis yang didukung kesaksian. Dan mengatakan bahwa Mahdi tidak ber arti jika dibandingkan dengan Almasih a.s. bertentangan dengan maksud hadis-hadis yang di dalamnya Mahdi ditetapkan sebagai imam dan Almasih sebagai makmum.
Pendeknya, selain arti-arti bahwa di dalam umat Muhammad dikhabarkan akan ada pribadi yang mula-mula mengaku mushlih (reformer) dan kemudian mengaku sebagai Masih Mau'ud (Almasih Yang Dijanjikan) Selain arti itu tidak dapat diartikan lain lagi.
ARTI “NUZUL”
Sebenarnya, orang-orang terpedaya oleh adanya perkataan nuzul di dalam hadis. Dari perkataan itu diambil pengertian bahwa Almasih sendiri yang dahulu akan turun. Padahal perkataan nuzul bukanlah seperti difahami orang-orang. Apabila suatu barang yang berfaedah tercipta atau apabila suatu perubahan yang mengandung keberkatan dan menampakkan kegagahan Tuhan terjadi, maka kejadian demikian di dalam bahasa Arab diterangkan dengan perkataan nuzul. Ternyata Allah Taala berfirman di dalam Alquran,
Insert35c
“Kemudian Allah menurunkan ketenangan daripada-Nya kepada rasul-Nya” (9:26).
Kemudian Dia berfirman
Insert 36
“Kemudian setelah kesedihan itu Dia menurunkan kepadanya ketente raman hati suatu kantuk” (3:155).
Lagi,
Insert 36b
“Dan Dia menurunkan untukmu delapan ekor binatang ternak berpasang pasangan “ (39:7).
Lagi,
Insert 36c
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian yang menutupi auratmu dan sebagai perhiasan; adapun pakaian takwa itulah yang terbaik. Yang demikian itu sebagian dari Tanda-tanda Allah, supaya mereka mengambil nasihat” (7:27).
Dan Dia berfirman,
Insert 36d
'Dan Kami turunkan manna dan salwa untukmu” (2:58).
Lagi,
Insert 36e
“Dan Kami menurunkan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, supaya mereka mempergunakan besi itu dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong agama-Nya dan rasul-rasul-Nya. Padahal Allah tidak dilihatnya; sesungguhnya Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa” (57:26),
Dia berfirman lagi,
Insert 37
“Dan jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya, tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Mahamengetahui keadaan hamba-hamba-Nya, lagi Mahamelihat” (42:28),
Sekarang hal itu tidak tersembunyi kepada siapa pun bahwa ketentraman itu terjelma di dalam hati. Kantuk adalah proses di dalam otak, dan binatang berkaki empat, pakaian, burung puyuh, besi, ladang, dan segala macam benda serupa itu yang tercipta di atas bumi ini juga tidak pernah dilihat seseorang lihat turun dari langit, dan tidak terdapat kesaksian di dalam Alquran dan hadis mengenai turunnya benda-benda dari langit itu. malahan Alquran dengan jelas berfirman,
Insert 37b
“Dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang menjulang di atas permukaannya. Dan Dia memberkati dengan berlimpah-limpah dan menyediakan dalamnya kadar makanan-makanan penghuninya dalam empat masa yang sama, sesuai bagi segala yang memerlukannya” (41:11),
Yakni, Allah telah menciptakan di atas permukaan bumi ini gunung-gunung dan banyak perbekalan di dalam bumi, dan bermacam-macam makanan pun diciptakannya. Semua pekerjaan penciptaan bumi, dan kemudian penciptaan segala macam perbekalan dan binatang-binatang se 37besar berhubungan dengan ilmu alam dan ilmu-ilmu abstrak yang seba giannya pada zaman ini telah terbuka, dan sebagiannya lagi akan terbuka pada masa mendatang, dan akan timbul masalah-masalah baru yang berkaitan dengan isi ayat itu, namun Allah Taala telah melukiskan dengan kata-kata yang berbunyi bahwa setiap orang dari segala lapisan dan setiap orang di dalam setiap zaman akan mendapat jawaban yang tepat menurut masalah-masalah taraf ilmunya dan menurut perkembangan ilmu pengetahuan pada zamannya masalah-masalah yang memberi kepuasan bagi mereka.
Pendeknya dari Alquranul Karim jelas bahwa semua benda yang di dalam Alquranul Karim disebutkan dengan kata Insert 38 tidak turun dari langit, melainkan benda-benda itu diciptakan Allah Taala di bumi ini juga. Jadi, demikian pula mengenai Masih yang akan datang pun telah dipakai kata nuzul untuk melukiskan kebesaran martabat dan kemuliaan derajatnya dan bukan berarti beliau benar-benar akan turun dari langit. Sebagaimana mengenai pribadi Rasulullah saw. pun kata itu dipakai di dalam Alquranul Karim, dan semua ahli tafsir mengartikan untuk menyatakan kemuliaan beliau saw. dengan kata itu, dan mereka terpaksa berbuat demikian sebab semua orang mengetahui bahwa beliau saw. dilahirkan di kota suci Mekkah di tengah-tengah bangsa wan Kuraisy. Ayahanda beliau bernama Abdullah dan ibunda beliau bernama Aminah. Ayat yang di dalamnya menyebut tentang nuzul (turun) beliau berbunyi sebagai berikut,
“Sesungguhnya Allah Taala menurunkan zikir kepadamu, yaitu, seorang rasul-Nya yang membacakan kepadamu ayat-ayat Allah yang terang, supaya Dia mengeluarkan orang-orang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh dan kegelapan kepada cahaya” (65:11,12).
Alangkah mengherankannya bahwa hanya ada serupa saja kata itu dipakai mengenai pribadi Rasulullah saw. dan Masih Mau'ud a.s., namun berkenaan dengan Rasulullah saw. diberi arti lain dan berkenaan dengan Almasih diberi arti lain lagi. Tatkala beliau saw. dilahirkan di bumi ini juga, dan berkenaan dengan beliau dipergunakan kata nuzul, maka apa yang mengherankan ialah, jika kata itu pula dipakai mengenai Masih yang akan datang itu berarti kelahiran dan diutusnya beliau.

MENGAPA MASIH MAU'UD DISEBUT ISA IBNU MARYAM
Keraguan ketiga, dikatakan orang bahwa di dalam hadis-hadis nama pribadi yang akan datang disebut Isa Ibnu Maryam. Jadi dengan demikian agaknya beliau a.s. itu sendirilah yang akan datang. Akan tetapi para penyanggah tidak memikirkan bahwa di dalam syair-syair mereka kata Isa sering dipergunakan untuk orang lain, namun mereka menganggap hal itu bukan suatu yang layak disangkal. Akan tetapi apabila di dalam firman Allah Taala nama seseorang disebut Isa, maka mereka menjadi heran karenanya.
Kemudian sehari-hari orang menggelari orang-orang dermawan Hatam Taya, dan orang-orang ahli pikir Tusi, dan orang-orang yang berbakat menggali masalah-masalah Fakhru Razi. Namun berkenaan dengan sebutan Ibnu Maryam di dalam hati mereka terbit prasangka-prasangka. Seandainya sebutan Ibnu Maryam diberi arti pribadi tertentu, maka tidaklah Hatam Taya, atau Tusi, atau Razi diberi arti orang tertentu? Kemudian, kendati pun mereka mempergunakan kata-kata itu, mereka tidak memaksudkan orang itu benar-benar seorang dari suku Tay, atau dari Tus, atau dari Raz. Lalu mengapakah dengan sebutan Ibnu Maryam mereka mengambil kesimpulan bahwa pribadi yang akan datang itu Nabi Allah Isa ibnu Maryam itu juga yang telah berlalu seribu sembilan ratus tahun yang lalu. Padahal Taya, atau Tusi, atau Razi bukanlah nama-nama yang dipergunakan secara kiasan dalam artian lain, namun nama Maryam dipergunakan di dalam Alquranul Karim untuk menyatakan suatu keadaan tertentu. Sebagaimana Allah Taala berfirman,
Insert 39
“Dan Allah Taala mengemukakan isteri Firaun sebagai misai bagi orang-orang beriman, ketika ia berkata, 'Ya Tuhanku, bangunkalah untukku sebuah rumah di sisi Engkau di dalam sorga, dan selamatkan lah daku dari Firaun dan dari perbuatannya; dan selamatkanlah daku dari kaum yang zalim “(66:12),
Atau, menamsilkan orang-orang mukmin sebagai Siti Maryam seperti tercantum,
Insert 40
“Dan ingatlah Maryam puteri Imran yang memelihara kesucian dirinya maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya dari roh Kami dan ia membenarkan khabar gaib yang disampaikan kepadanya dalam kalimat Tuhannya dan yang terkandung dalam Kitab-kitab-Nya; dan adalah dia termasuk orang-orang taat” (66:13).
Walhasil, apabila Allah Taala menyebut suatu keadaan pada diri seorang mukmin dengan keadaan Maryam, dan orang mukmin demikian disebut Maryam, maka mengenai seseorang yang dijanjikan kedatangan nya Allah Taala mempergunakan sebutan Ibnu Maryam, tidaklah itu akan berarti bahwa ia dari keadaan Maryam setahap demi setahap akan sampai kepada keadaan Isa? Awal hidupnya akan menyerupai Siti Maryam suci dan tak bernoda, dan pada akhir jenjang hidupnya ia akan menyerupai Isa a.s. dibantu Rohuikudus, dan akan melewatkan akhir hidupnya itu dengan memperbaiki dunia dan menegakkan kebenaran,
Bagi ulama-ulama pada zaman ini telah menjadi haramlah merenungkan rahasia-rahasia Alquran dan menyelam ke dalam lautan makrifatnya untuk mengeluarkan mutiara-mutiara ilmu. Sekiranya mereka memperhatikan ilmu-ilmu yang para ulama rohani telah menarik kesimpulan dengan merenungkan Alquranul Karim dan dengan memperhatikan kehidupan para nabi serta memperhatikan ucapan-ucapan beliau-beliau dan telah dicantumkan di dalam kitab-kitab mereka, niscayalah orang-orang itu tidak akan tergelincir.
Hadhrat Syeikh Shahabuddin Suhrawardi telah menulis di dalam bukunya, “Awanf'alMa'arif” bahwa selain kelahiran jasmani ada pula kelahiran lain yang disebut kelahiran maknawi (kiasan). Untuk mendukung pernyataannya itu, beliau tidak mengutip ucapan orang lain melainkan mengutip ucapan Nabi Isa a.s. sendiri. Beliau berkata,
Insert 41
Yakni,
“Murid merupakan bagian daripada Sheikh, seperti halnya kelahiran anak secara jasmani merupakan bagian daripada ayahnya. Kelahiran itu menjadi kelahiran maknawi (kiasan) seperti halnya diriwayatkan dan Hadhrat Isa O.S., 'Tak ada seorang manusia dapat memasuki kerajaan samawi selama ia belum dilahirkan dua kali'. “
Kemudian Syeikh itu sendiri berkata, bahwa dengan kelahiran pertama timbul perhubungan dengan alam jasmani dan dengan kelahiran kedua ia mengadakan perhubungan dengan alam rohani. Allah Taala pun berfirman, “Demikianlah kekuasaan kerajaan di dunia dan di atas langit yang Kami perlihatkan kepada Ibrahim, supaya ia jadi di antara orang-orang yang yakin.” Demikianlah kata Syeikh.
Kiranya jelas dari contoh di atas, bahwa menurut Syeikh Syahabuddin Suhrawardi, bagi tiap insan perlu adanya kelahiran maknawi. Untuk mendukung pendapat beliau, dikemukakan oleh beliau sebuah ayat Alquranul Karim dan kemudian beliau mengemukakan sebuah ucapan Hadhrat Almasih a.s.. Jadi, jika kelahiran maknawi merupakan suatu hal yang mesti, lagi pula dinyatakan oleh Hadhrat Almasih sebagai suatu keharusan guna kemajuan rohani, maka apakah kelahiran ini bagi Almasih yang dijanjikan itu justru akan mustahil dan tak mungkin terjadi?
Ringkasnya, kedatangan Hadhrat Almasih kedua kali setelah hidup kembali adalah bertentangan dengan sifat keagungan Allah Taala dan Kalam-Nya, dan pula menyalahi kebesaran Rasul-Nya saw. lagi pula jelas berlawanan dengan sabda-sabdanya. Kepercayaan yang berlandaskan pada hal-hal itu timbul karena kurang penyelidikan dan sebagai akibat dari kurang pemikiran. Hal sebenarnya ialah, dari tengah umat ini pula akan datang seorang yang bercelupkan warna Almasih, sedang orang itu pun telah datang. Dengan keberkatannya banyaklah orang telah memperoleh petunjuk, dan banyak orang yang sesat jalan telah menempuh jalan lurus.



Selasa, 17 Maret 2009

PERBEDAAN PAHAM AHMADIYAH DENGAN ORANG LAIN

Barangkali Anda akan merasa heran, kendati kami mempercayai segala akidah-akidah dalam Islam, lalu apakah perbedaan faham di antara kami dan orang lain, dan sementara ulama demikian panas hati dan membenci kami, dan mengapakah mereka menjatuhkan fatwa kafir atas diri kami?
Wahai pembaca yang budiman, semogalah Allah Taala berkenan memelihara Anda dari kejahatan-kejahatan dunia, dan Dia membukakan pintu-pintu karunia-Nya kepada Anda. Sekarang kami akan menjelaskan kecaman-kecaman yang dilontarkan terhadap kami yang karenanya kami dinyatakan keluar dari Islam.
(l) Kecaman pertama yang dilontarkan orang-orang yang menentang kami ialah, karena kami mempercayai bahwa Hadhrat Isa a.s. telah wafat dan dikatakan, bahwa dengan demikian kami menghina Hadhrat Almasih dan mendustakan Alquranul Karim serta membantah keputusan Rasulullah saw. Namun kendati benar bahwa kami mengakui Hadhrat Isa a.s. telah wafat, tetapi tidaklah benar kalau demikian kami menghina Almasih a.s. dan mendustakan Alquranul Karim serta membantah keputusan Rasulullah saw. Sebab, kian dalam kami merenungkan, kian kami menyadari bahwa dengan mempercayai Nabi Isa a.s. wafat segala tuduhan tersebut tidak mengenai sasaran, bahkan kebalikannya apabila kami mempercayai beliau masih hidup, barulah segala tuduhan itu dapat dikenakan kepada kami.


Kami ini orang-orang Islam. Selaku orang-orang Islam maka yang pertama-tama terbayang di dalam pikiran kami ialah keagungan Allah Taala dan kehormatan Rasul-Nya saw. Walaupun kami mempercayai segenap rasul, akan tetapi kecintaan dan ghairat kami kepada Sang Nabi itu dengan serta merta lebih bergelora. Beliaulah yang telah membuat dirinya menderita demi kita dan untuk meringankan beban kita, beban itu diangkatnya di atas kepala beliau seorang diri. Demikian rupa beliau berduka cita melihat kita seakan-akan mati; seolah-olah kematian itu didatangkan diatas diri beliau sendiri.
Dan untuk mendatangkan kesenangan pada diri kita, beliau sendiri meninggalkan segala macam kesenangan . Untuk menjunjung kita ke atas, beliau sendiri menunduk ke bawah. Siang hari dilewatkan beliau untuk memikirkan kebahagiaan kita dan malam hari dilewatkan beliau dengan berjaga-jaga demi kepentingan kita sehingga kedua belah kaki beliau membengkak karena berdiri lama (sembahyang tahajud, Peny).Walaupun beliau pribadi tak berdosa, beliau demikian rupa meratap-tangis sehingga tempat sujud beliau basah kuyup, semata-mata demi menghapuskan dosa-dosa kita dan menyelamatkan kita dari azab. Demikian besar kesedihan beliau demi kita sehingga gemuruh suara dada beliau lebih nyaring dari suara gelagak air di periuk tengah mendidih.
Beliau telah menarik kasih sayang Tuhan untuk kita dan telah menyerap keridhaan-Nya bagi kita, dan telah menyelimutkan cadar karunia-Nya kepada kita, dan meletakkan jubah rahmat-Nya di atas pundak kita, dan mencarikan jalan menuju pertemuan dengan Dia bagi kita, dan beliau telah memohon untuk kita agar ditunjukkan cara memanunggalkan diri dengan Dia, dan bagi kita beliau telah menyediakan segala kemudahan yang tidak pernah seorang nabi pun menyediakan bagi umatnya.
Kiranya bagi kami lebih sedap digelari kafir daripada kami menyamakan derajat Almasih dengan Tuhan Yang menciptakan kita, Yang memelihara kita, Yang menganugerahkan kehidupan kepada kita, Yang melindungi kita. Yang memberi rezeki kepada kita, Yang memberi ilmu kepada kita, dan Yang menganugerahkan petunjuk kepada kita.
Kita bayangkan. seperti halnya Dia hidup di atas langit tanpa makan minum, Almasih pun tanpa memenuhi sarana hidup manusiawi tinggal hidup di atas langit. Kami menghormati Almasih a.s. hanya karena beliau adalah nabi dari Tuhan kami. Kami mencintai beliau hanya karena beliau cinta kepada Allah dan Tuhan mencintai beliau. Segala hubungan kita dengan beliau membenalu lalu betapa mungkin kami menghina” Tuhan kami demi beliau dan melupakan kebajikan-kebajikan-Nya, dan membantu padri-padri Kristen yang memusuhi Islam dan Alquran, dan memberi kesempatan kepada mereka untuk berkata, “Lihatlah, bukankah dia yang hidup di atas langit itu Tuhan? Seandainya ia manusia, mengapakah ia tidak mati seperti manusia lain? Betapa kami harus menyerang dengan mulut kami terhadap Ketauhidan Tuhan, dan betapa kami dapat mengampak agama-Nya dengan tangan kami sendiri. Biarlah para ulama dan para kiai masa kini mengatakan sesuka hati mereka terhadap kami dan berbuat sesuka hati mereka serta menyuruh orang lain berbuat terhadap kami, baik kami digantung maupun dilempari batu hingga mati (dirajam), kami tidak dapat meninggalkan Tuhan demi Almasih. Kami memandang maut seribu derajat lebih baik daripada saat ketika kami harus menyatakan dengan mulut kalimat kufur, yakni, di samping Tuhan kami ia pun tinggal hidup dan karena orang-orang Kristen menyebut beliau anak Allah, mereka menghina Tuhan Yang Maha Berdiri Sendiri. Andai kata kami tidak memiliki ilmu, boleh jadi kami dapat menyatakan hal serupa itu. Akan tetapi ketika utusan Tuhan telah membuka mata kami dan membuat nyata kepada kami martabat keesaan -Nya, kegagahan-Nya, keagungan-Nya, kebesaran-Nya, dan kekuasaan-Nya, maka apapun yang akan terjadi, kami tidak dapat memilih seorang manusia dengan meninggalkan Allah Taala. Apabila kami berbuat demikian, .kami tidak tahu di mana tempat kami berpijak, sebab segala kehormatan, segala derajat adalah datang dari Dia. Jika nampak dengan jelas kepada kita bahwa dengan hidupnya Almasih merupakan penghinaan bagi Tuhan kami, maka betapa kami dapat mengakui kebenaran akidah itu, dan kendati pun hal itu ada di luar jangkauan otak kami bahwa dengan mengakui Almasih telah wafat menjadi kehinaan untuk beliau. Apabila para nabi yang lebih tinggi derajatnya dari beliau telah wafat dan tidak menjadi suatu kehinaan bagi mereka, maka dengan wafatnya Almasih a.s. betapa akan merupakan penghinaan terhadap beliau. Akan tetapi kami berkata, apabila pada suatu waktu tidak ada pilihan lain bagi kami kecuali harus memilih antara menghina Tuhan atau menghina Almasih a.s., maka kami dengan senang hati akan menerima kepercayaan yang dengan kepercayaan itu merupakan penghinaan terhadap diri Almasih a.s.
Akan tetapi kami Sekali-kali tidak akan menerima sesuatu yang merupakan penghinaan terhadap Allah Taala. Dan kami berkeyakinan bahwa Almasih a.s. pun yang adalah termasuk orang-orang yang cinta kepada Tuhan tidak akan sudi kalau kehormatan beliau terpelihara tetapi Ketauhidan Allah Taala tercedera.

“Almasih sekali-kali tidak akan merasa hina menjadi hamba bagi Allah, dan tidak pula malaikat-malaikat yang karib kepada-Nya” (4:173).
Kemanakah akan kami bawa firman Allah Taala ini? Dalam pada itu kami membaca dengan mulut kami sendiri ayat berikut,

'Dan aku senatiasa menjadi penjaga atas mereka selama aku berada di antara mereka; akan tetapi setelah Engkau wafatkan aku, maka Engkaulah Yang menjadi Pengawas mereka dan Engkau menjadi saksi atas segala sesuatu' (5:118).
Di dalam ayat itu Allah Taala Sendiri menerangkan ungkapan Almasih a.s. bahwa orang-orang Kristen sesat sepeninggal beliau, sedang tatkala beliau masih hidup, mereka tetap berpegang pada agama benar. Dalam pada itu, betapa kita dapat mengatakan bahwa Almasih masih hidup di langit kalau Allah Taala berfirman.

'Hai Isa, sesungguhnya Aku akan mematikan engkau secara biasa dan akan meninggikan derajat engkau di sisiKu dan akan membersihkan engkau dari tuduhan orang-orang yang ingkar dan akan menjadikan orang-orang yang mengikuti engkau di atas orang-orang yang ingkar, hingga Hari Kiamat'( 3:56).
Dengan demikian jelaslah bahwa Almasih diangkat setelah beliau wafat. Tiada syak lagi, orang yang mengaku lebih fasih bahasanya dari pada Tuhan biar mengatakan, bahwa Dia (Allah Taala) memberitahukan wafat Almasih dengan kata insert lebih dahulu, padahal seyogyanya kata insert harus didahulukan. Akan tetapi kami mengetahui bahwa Kalam Allah adalah paling fasih dari segala Kalam, dan bersih dari segala kesalahan.
Betapa mungkin kita sebagai makhluk dapat menunjukkan kesalahan Alkhalik, Sang Pencipta kita. Sementara di dalam keadaan tuna ilmu betapa mungkin memberi pelajaran kepada Yang Maha Mengetahui.
Mereka berkata kepada kami, “Katakanlah, di dalam Kalam Allah terdapat kesalahan. Akan tetapi janganlah mengatakan bahwa kami sendiri keliru di dalam memahami Kalam Allah itu.” Akan tetapi, betapa kami dapat menerima nasihat itu, karena di dalam nasihat itu nampak kepada kami kebinasaan yang nyata. Dalam keadaan kami memiliki mata, bagaimanakah mungkin kami ingin jatuh ke dalam jurang? Dalam keadaan kami memiliki tangan, mengapakah kami tidak akan menyingkirkan dari mulut kami piala berisikan racun?
Sesudah kepada Allah Taala, kami mencintai Sang Khatamul Anbiya Muhammad Mustafa saw. Pada satu pihak beliau diberi kelebihan derajat oleh Allah Taala daripada sekalian nabi, dan pada pihak lain dari beliaulah kami dapati apa jua pun yang kami peroleh. Apa pun yang beliau mengerjakan bagi kami, seperseratusnya pun tidak pernah dikenakan oleh seseorang lain, baik ia nabi atau pun bukan nabi untuk kami. Kami tidak dapat menghormati orang lain biar siapa pun, lebih dan hormat kami terhadap beliau saw.
Bagi kami tidaklah mungkin dapat memahami Hadhrat Almasih a.s. dinaikkan hidup-hidup ke langit, sedangkan Muhammad Rasulullah saw. dikubur di dalam tanah; bersamaan dengan itu pula berkeyakinan bahwa beliau saw. lebih mulia dari Almasih a.s. juga. Betapa mungkin orang yang oleh Allah Taala diangkat ke langit karena nampak sedikit saja bahaya mengancamnya, jadi lebih rendah derajatnya. Sedangkan pribadi Yang diburu-buru oleh musuh-musuhnya sampai jauh, Allah Taala tidak pernah mengangkatnya ke suatu bintang pun untuk meninggikan derajatnya. Andai kata benar-benar Almasih a.s. berada di langit dan Penghulu dan Majikan kita itu terkubur di dalam tanah, maka bagi kami tidak ada kematian yang lebih pedih daripada kenyataan itu. Kami tidak dapat memperlihatkan muka pun kepada orang-orang Kristen.
Namun tidak, tidaklah demikian halnya! Allah Taala tidak mungkin memperlakukan rasul-Nya yang suci secara demikian. Dia Hakim di atas segala hakim. Betapa mungkin Dia pun mengangkat beliau saw. sebagai Penghulu segala anak-cucu Adam, lalu Dia lebih cinta kepada Almasih a.s. dan lebih memperhatikan kesulitan-kesulitannya.
Guna menegakkan kehormatan Muhammad Rasulullah saw. Dia menjungkir-balikkan dunia, dan Dia menghinakan orang yang berniat menghina beliau saw. sedikit saja, apakah ketika itu mungkin kiranya Dia dengan tangan-Nya Sendiri menjatuhkan kebesaran beliau dan memberi peluang kepada musuh untuk mencela beliau? Bila kami membayangkan bahwa Muhammad Rasulullah saw. berkubur di dalam tanah dan Hadhrat Almasih a.s. hidup di langit, bulu kuduk kami jadi berdiri dan nafas kami jadi sesak, dan pada saat itu juga hati kami berseru, Allah Taala tidak mungkin berbuat demikian! Di antara segala wujud, Muhammad Rasulullah saw lah yang paling dicintai-Nya. Dia sekali-kali tidak akan sudi melihat beliau saw. wafat dan dikubur di dalam tanah, sedang Hadhrat Almasih a.s. masih tetap hidup di langit. Apabila seseorang berhak tetap hidup dan naik ke langit, maka seyogyanya orang itu Nabi mulia kita Muhammad saw. Jika beliau telah wafat, maka semua nabi pun telah wafat. Mengingat keluhuran dan ketinggian derajat beliau dan mengenal kedudukan beliau. betapa kami dapat menerima bahwa pada saat hijrah ketika beliau dengan susah payah menapakkan kaki beliau di atas pundak Sayyidina Abubakar r.a. untuk memanjati batu-batu padas Gunung Thur yang terjal, Allah Taala tak pernah menurunkan seorang malaikat pun untuk beliau. Akan tetapi ketika orang-orang Yahudi datang untuk menangkap Almasih a. s. segera Dia mengangkat beliau ke langit dan memberikan tempat kepada beliau di petala langit keempat. Demikian pula betapa kami dapat mempercayai bahwa, ketika di dalam Perang Uhud beliau hanya disertai beberapa sahabat terkepung oleh musuh, pada saat itu Allah Taala tidak mengangkat beliau s.a.w. barang sebentar saja ke langit dan mengubah rupa salah seorang musuh seperti rupa beliau dan disuruh mematahkan giginya. Malahan Dia mengizinkan musuh-musuh menyerang beliau sehingga beliau tidak sadarkan diri dan tergeletak di atas tanah bagaikan telah wafat, dan musuh berserak-sorai gembira dan berseru, 'Kita sudah membunuh Muhammad!' Akan tetapi berkenaan dengan Almasih a.s, Dia tidak suka kalau beliau mendapat suatu kesulitan. Baru saja orang-orang Yahudi hendak menyerang beliau, Dia mengangkat beliau ke langit lalu salah seorang musuh beliau diganti rupanya hingga menyerupai rupa beliau dan menggantikan beliau untuk digantung di atas salib.
Kami heran apa yang terjadi pada orang-orang itu! Pada satu pihak mereka mengaku cinta kepada Rasulullah saw., dan pada pihak lain mereka menyerang kehormatan beliau saw; dan tidak hanya hingga di situ, bahkan orang-orang yang saking cintanya kepada beliau saw. menolak untuk menjunjung tinggi seseorang lebih dari beliau. Mereka itu diberi kesusahan dan dinyatakan kafir karena perbuatan mereka itu. Apakah istilah kafir itu dikenakan kepada perbuatan menegakkan kehormatan Muhammad Rasulullah saw? Adakah menyatakan derajat beliau yang sebenarnyakah yang disebut tidak beragama? Adakah cinta kepada beliau itukah yang disebut murtad? Jika itulah yang dinamakan kufur, jika yang demikian itulah yang disebut tak beragama, dan jika yang demikian itulah yang disebut murtad, maka demi Allah, kami menganggap seribu kali lebih baik kekafiran yang demikian itu ketimbang keimanan yang dihayati kebanyakan orang. Lebih baik ketidakberagamaan semacam inilah ketimbang keberagamaan kebanyakan orang. Dan lebih baik kemurtadan semacam inilah ketimbang pengakuan iman kebanyakan orang. Tanpa takut dari celaan orang kami akan menyuarakan satu suara dengan pemimpin kami Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Masih Mau'ud a.s. dalam mengumandangkan:

“Setelah asyik dan cinta kepada Tuhan Aku
Aku mabuk cinta kepada Muhammad
Jika inilah yang disebut kufur
Maka demi Allah aku ini memang sangat kafir” (Peny).
Pada akhirnya semua orang pada suatu hari akan mati dan menghadap ke hadirat Allah Taala serta akan berurusan dengan Dia. Lalu, mengapakah kami harus takut kepada orang-orang? Apakah yang dapat dilakukan orang-orang untuk memudaratkan kami? Kami hanya takut kepada Allah dan kepada-Nyalah kami cinta. Sesudah itu, kecintaan dan penghormatan paling besar yang bermukim di dalam lubuk hati kami adalah kepada Rasulullah saw. Mudahlah bagi kami melepaskan segala kehormatan dunia, segala perhubungan dengan dunia, dan segala kesenangan dunia, akan tetapi kami tidak dapat menahan diri jika pribadi beliau saw. dihinakan. Kami tidak menghinakan para nabi lain, namun dengan memandang quat qudsiah (daya pengkudusan) beliau, ilmu beliau, kearifan beliau, perhubungan beliau dengan Tuhan, sekali kali kami tidak dapat menerima bahwa Allah Taala lebih sayang kepada salah seorang nabi lain ketimbang kepada beliau saw. Seandainya kami berbuat demikian tidak ada orang yang lebih layak dihukum selain kami. Sementara kami memiliki sepasang mata, betapa kami dapat mempercayai hal demikian bahwa ketika orang-orang Arab mengatakan kepada Rasulullah saw. :

“Tidak akan Sekali-kali kami percaya kepada engkau sebelum engkau naik ke langit, dan kami tidak akan meyakmi kenaikan engkau itu sebelum engkau membawa kliab dan langit yang dapat kami baca' (17:93).
Maka Allah Taala berfirman kepada beliau,

“Katakanlah, Tuhanku Mahasuci dan segala kelemahan. Aku hanya lah seorang manusia yang menjadi rasul' (17:93).
Akan tetapi, Dia telah mengangkat Almasih a.s. ke langit. Apabila timbul masalah mengenai Muhammad Rasulullah saw., maka dikatakan bahwa kenaikan ke langit adalah bertentangan dengan sifat manusia. Namun apabila timbul masalah mengenai Almasih a.s., maka tanpa guna beliau dinaikkan ke langit. Apakah dengan demikian tidak akan sampai kepada kesimpulan, bahwa Almasih a.s. bukanlah seorang manusia melainkan Tuhan, naudzu billah min dzalika! Atau, kesimpulan lainnya lagi ialah, beliau lebih mulia daripada Rasulullah saw. dan Allah Taala lebih sayang kepada beliau. Akan tetapi ketika hal itu nampak jelas seperti terang benderangnya matahari bahwa Rasulullah saw. termulia dari segala rasul dan segala nabi, lalu betapa akal dapat mempercayai beliau saw. memang tidak naik ke langit, bahkan beliau wafat di atas bumi ini dan dikubur di bawah tanah; namun Almasih naik ke langit dan terus hidup hingga ribuan tahun. Lagi pula masalah ini bukanlah hanya menyangkut masalah ghairat belaka, bahkan pula menyangkut masalah kebenaran Rasulullah saw. Beliau saw. bersabda,
“Seandainya Musa dan Isa masih hidup, tidak boleh tidak kedua-dua beliau harus mengikutiku” (Alyawaqitu wal jawahir, oleh Imam Abdul Wahab al Syi'rani r. a. ).
Apabila Isa a.s. masih hidup, maka ucapan beliau ini menjadi batal, naudzubiliah! Sebab, beliau dengan mengatakan insert mengabarkan tentang wafatnya kedua nabi itu, karena Musa a.s. dan Isa a.s. disatukan. Walhasil setelah memperoleh kesaksian dari Nabi saw., betapa seorang yang mengaku menjadi umat beliau dapat meyakini, bahwa Hazrat Almasih a.s. masih hidup. Seandainya beliau masih hidup, maka kebenaran dan ilmu Rasulullah saw. akan ternoda, karena beliau saw. sendiri mengatakan Nabi Isa a.s. telah wafat.
Diriwayatkan dari Rasulullah saw. juga, bahwa beliau bersabda kepada Siti Fatimah r.a. tatkala beliau dalam keadaan sakit yang membawa wafat kepada beliau,

“Jibrail biasa membacakan Alquran kepadaku sekali setahun. Akan tetapi kali ini ia telah membacakan dua kali Ia mengabarkan kepadaku bahwa tidak ada seorang nabi pun berlalu yang umurnya tidak seperdua umur nabi sebelumnya. ia pan mengabarkan pula kepadaku bahwa Isa O.S. berusia seratus duapuluh tahun. Jadi, kukira umurku akan mencapai kurang lebih enampuluh tahun” '(Mawahib-ud-dunia oleh Qastalani, jilid l, hlm. 42).
Keterangan di dalam. riwayat itu bersumber pada ilham, sebab di dalam riwayat itu Rasulullah saw. tidak menerangkan sesuatu dari diri beliau pribadi, melainkan beliau menerangkan apa yang diterangkan oleh Jibril a.s. ; yaitu, usia Almasih a.s. seratus duapuluh tahun. Pendeknya, pendapat orang-orang yang menyatakan bahwa Almasih a.s. di dalam usia beliau yang ke32 atau ke33 tahun telah diangkat ke langit adalah salah. Sebab, andai kata Almasih a.s. telah diangkat ke langit di dalam usia itu, maka usia beliau bukanlah seratus duapuluh tahun, melainkan usia beliau sampai masa Rasulullah saw. Mendekati enam ratus tahun. Di dalam keadaan seperti itu seharusnya usia Rasulullah saw. mencapai paling kurang tiga ratus tahun. Akan tetapi beliau saw. wafat dalam usia 63 tahun; dan melalui ilham diberitahukan kepada beliau bahwa Hadhrat Isa a.s. telah wafat pada usia 120 tahun. Hal demikian jelas membuktikan bahwa kehidupan Hadhrat Isa a.s. dan bermukim beliau di atas langit sama sekali bertentangan dengan ajar an Rasulullah saw., lagi hal itu disangkal oleh ilham beliau. Dan bila demikianlah peristiwa sebenarnya, lalu betapa kami dapat mempercayai keterangan mengenai hidup Hadhrat Almasih a.s. dari penuturan seseorang dan mengesampingkan ungkapan Rasulullah saw.
Dikatakan bahwa apakah masalah itu di dalam jangka waktu seribu tigaratus tahun terbuka hanya kepada mereka (orang-orang) Ahmadi, dan tidak dimaklumi oleh orang-orang arif terdahulu? Akan tetapi sayang, orang-orang yang mencela itu membatasi pemandangan mereka pada pikiran orang-orang tertentu saja, yang mereka namakan ijmak dan mereka tidak memperhatikan bahwa ulama-ulama paling Awal adalah para sahabat sendiri. Sesudah beliau datang pula tokoh-tokoh alim ulama yang tersebar di seluruh dunia.
Jika kita memperhatikan para sahabat, maka beliau-beliau itu semuanya senafas dengan pendapat kami. Dan bagaimanakah dapat terjadi, bahwa para sahabat Rasulullah saw. sedetik pun dapat menerima kepercayaan yang merendahkan keluhuran martabat Rasulullah saw. Para sahabat tidak hanya sependapat dengan kami mengenai masalah itu, bahkan sesudah Rasulullah saw. wafat pun beliau-beliulah yang pertama-tama berijmak dalam masalah ini, bahwa Hadhrat Isa a.s. telah wafat. Buktinya, di dalam hadis-hadis dan sejarah tercantum riwayat bahwa wafat Rasulullah saw. telah memberi kesan mendalam pada para sahabat demikian rupa sehingga mereka tergoncang dan sebagian di antaranya bicara pun tidak dapat, dan sebagian di antaranya lagi berjalan pun tidak dapat, dan sebagian pula tidak dapat menguasai perasaan dan pikiran mereka. Kesedihan itu diartikan rupa berbekas di hati sebagian orang sehingga beberapa di antaranya setelah bersusah hati beberapa hari lamanya lantas meninggal dunia. Kesedihan itu menimpa Hadhrat Umar r.a. demikian mendalam bekasnya sehingga beliau tidak mempercayai berita wafat Nabi saw., dan seraya menghunus sebilah pedang berdiri dan berkata, barangsiapa mengatakan Rasulullah saw. telah wafat beliau akan membunuhnya. Rasulullah saw., seperti halnya Musa a.s. dahulu, dipanggil dan kembali lagi empatpuluh hari kemudian, demikian pula halnya Rasulullah saw. sesudah beberapa waktu kemudian akan kembali lagi. Barangsiapa menuduh Rasulullah saw. wafat mereka ada lah orang-orang munafik, dan beliau akan membunuh mereka dan beliau akan membunuh mereka dan menyalibkan mereka. Demikian pula beliau dengan meluap-luap bersikeras pada pendirian beliau, sehingga tiada seorang pun di antara para sahabat berani menyangkal perkataan beliau. Melihat gejolak semangat beliau itu beberapa orang menjadi yakin bahwa benarlah Rasulullah tidak wafat dan mulailah nampak pada wajah mereka tanda kegembiraan. Tadinya mereka menundukkan kepala, tiba tiba mereka mengangkat kepala lagi karena kegirangan. Melihat keadaan demikian, beberapa sahabat yang berpandangan jauh menyuruh seorang sahabat berlari supaya segera memangil Hadrat Abu bakar r.a. yang telah pergi ke suatu kampung di dekat kota Medinah dengan seizin Rasulullah saw. dalam selang waktu ketika nampak keadaan beliau agak membaik. Baru saja sahabat itu berangkat di pertengahan jalan bertemulah ia dengan Hadhrat Abubakar r.a. Begitu beliau melihat Hadhrat Abubakar, beliau mencucurkan air mata karena tidak kuasa menahan rasa sedih. Hadhrat Abubakar r.a. mengerti apa yang kiranya telah terjadi. Beliau bertanya kepada sahabat itu, “Apakah Rasulullah saw. telah wafat?” Sahabat itu menjawab bahwa Hadhrat Umar r.a. telah berkata, barangsiapa yang mengatakan Rasulullah saw. wafat, beliau akan mempancung lehernya dengan pedang. Mendengar ini beliau langsung pergi ke rumah Rasulullah saw., dan beliau membukakan kain cadar yang menutupi tubuh suci beliau dan melihatnya. Diketahui lah oleh beliau bahwa Rasulullah saw. benar-benar telah wafat. Air mata beliau berderai karena sedih berpisah dari kekasihnya. Beliau membungkukkan diri dan mengecup kening Rasulullah saw. seraya berkata, Demi Allah, Tuhan tidak akan mendatangkan maut dua kali kepada engkau. Dengan kemangkatan engkau, menimpalah kepada dunia malapetaka yang tidak pernah menimpa kepada dunia karena kemangkatan seorang nabi lain mana pun. Pribadi engkau tiada terlukiskan. Kebesaran engkau demikian keadaannya sehingga tiada ungkapan belasungkawa dapat mengurangi kesedihan perpisahan dengan engkau. Sekiranya untuk menghalangi kemangkatan engkau ada dalam di dalam jangkauan kemampuan kami, kami sekalian akan menghalangi kemangkatan engkau dengan menyerahkan jiwa raga kami.”
Setelah mengatakan demikian beliau menutup kembali kain ke atas wajah suci Rasulullah saw., dan pergi ke tempat Hadhrat Umar r.a. yang tengah berbincang dengan para sahabat serta mengatakan kepada mereka bahwa. Rasulullah saw. tidak wafat, bahkan masih hidup. Sesampainya di sana Hadhrat Abubakar r.a. berkata kepada Hadhrat Umar r.a. agar diam sebentar. Akan tetapi Hadhrat Umar r.a. tidak mengindahkan perkataan beliau dan terus jua mengoceh. Melihat gelagat demikian Hadhrat Abu bakar berpaling ke arah lain dan mulai berkata kepada orang-orang, se sungguhnya Rasulullah telah wafat. Para sahabat meninggalkan Hadhrat Umar r.a. dan berkumpul di sekeliling Hadhrat Abubakar dan pada akhir nya Hadhrat Umar r.a. pun terpaksa menyimak perkataan Hadhrat Abu bakar r.a..

“Dan Muhammad tidak lam melainkan seorang Rasul Sesungguhnya telah berlalu rasul-rasul sebelumnya. Jadi jika ia mati atau terbunuh akan berpalingkah kamu atas tumitmu?” (3:145).

“Sesungguhnya wahai Muhammad engkau akan mati dan sesungguh nya mereka itu akan mati pula” (39:31).

“Hai manusia, barangsiapa menyembah Muhammad, maka sesungguhnya Muhammad itu sudah wafat; dan barangsiapa menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah itu hidup dan tidak akan mati” (Bukhari, jilid 2, Bab Manaqib Abubakar).
Tatkala beliau r.a. membaca ayat-ayat tersebut di atas dan mene rangkan kepada orang-orang bahwa Rasulullah saw. telah wafat, maka jadi jelaslah kepada para sahabat keadaan sebenarnya dan serta merta mereka mulai meratap. Hadhrat Umar r.a. sendiri berkata, ketika Hadhrat Abubakar r.a. membuktikan kemangkatan Rasulullah saw. Dengan ayat-ayat Alquran tersebut, maka beliau merasa bahwa kedua ayat itu seolah-olah baru turun pada hari itu, dan tiada kekuatan pada kedua lutut beliau untuk berdiri. Kaki beliau gemetar dan beliau tidak menguasai diri lalu terkulai ke tanah dari kesedihan yang amat sangat.
Dari riwayat ini tiga masalah telah terbukti: Pertama, ialah, dengan wafatnya Rasulullah saw. ijmak (kesesuaian pendapat) para sahabat pertama-tama cenderung kepada pendapat bahwa para nabi sebelum beliau saw. semuanya telah wafat. Sebab, seandainya siapa pun di antara sahabat-sahabat mempunyai keraguan bahwa ada beberapa nabi belum wafat, tidakkah pada waktu itu juga beberapa di antara mereka akan berdiri dan mengatakan bahwa ayat-ayat yang dipakai dalih oleh Hadhrat Abubakar r.a. itu tidak benar? Sebab Nabi Isa a.s. semenjak enam ratus tahun yang lalu masih hidup di langit; jadi, tidaklah benar kalau sekalian nabi sebelum beliau saw. telah wafat dan seandainya beberapa di antara mereka masih hidup, apakah sebabnya Rasulullah saw. pun tidak . tetap hidup?
Kedua, ialah, kepercayaan mereka terhadap kemangkatan sekalian nabi terdahulu tidak disebabkan oleh suatu pendapat pribadi, melainkan oleh karena mereka menarik pengertian dan ayat-ayat Alquranul Karim. Sebab, seandainya tidak demikian, maka salah seorang sahabat pasti akan berdiri dan berkata bahwa walaupun hal itu benar para nabi telah wafat namun ayat yang dibaca beliau (Hadhrat Abubakar r.a.) tidak dapat disimpulkan bahwa sekalian nabi sebelum Rasulullah saw. telah wafat.
Pendek kata, pembuktian Hadhrat Abubakar Siddiq r.a. mengenai kemangkatan seluruh nabi terdahulu sebelum beliau saw. dengan ayat

dan bukan hanya diamnya para sahabat semuanya bahkan mereka menikmati kelezatan menimba arti dan (ayat) itu, dan lalu lalangnya para sahabat di lorong-lorong dan pasar-pasar membaca ayat itu membuktikan bahwa mereka semuanya sepakat dengan kesimpulan semacam itu.
Ketiga, ialah, dan riwayat itu terbukti bahwa walaupun mereka (para sahabat, Peny.) percaya atau pun tidak atas kemangkatan salah seorang nabi lain, namun demikian pasti mereka tidak mengetahui ten tang Nabi Isa a.s. masih hidup. Sebab, sebagai telah terbukti dari semua hadis yang sahih dan riwayat-riwayat yang terpercaya, Hadhrat Umar r.a. pada waktu itu ada di dalam keadaan emosi, mengatakan kepada para sahabat lainnya bahwa barangsiapa mengatakan Rasulullah saw. wafat beliau akan memenggal lehernya. Pada waktu itu, untuk membuktikan kebenaran pendapat beliau, dikemukakan beliau peristiwa kepergian Hadhrat Musa a.s. selama empatpuluh hari ke gunung. Akan tetapi beliau sekali pun tidaklah mengemukakan peristiwa kepergian Nabi Isa a.s. ke langit. Seandainya para sahabat berkepercayaan bahwa Nabi Isa a.s. masih hidup di atas langit, apakah sebabnya Hadhrat Umar r.a. atau para sahabat yang sependapat dengan beliau tidak mengemukakan peristiwa itu untuk menguatkan pendapat beliau-beliau? Adanya kenyataan mereka menarik kesimpulan dari peristiwa Nabi Musa a.s. dan mereka tidak menarik kesimpulan dari peristiwa Nabi Isa a.s. itu menjadi jelaslah kiranya bahwa di dalam pikiran mereka Sekali-kali tidak ada gagasan semacam itu mengenai peristiwa Nabi Isa a.s.(DA'WATUL AMIR,bagian 2)

Minggu, 15 Maret 2009

CIRI-CIRI KHUSUS TAFSIR AHMADIYAH

Setelah berbicara begitu banyak tentang terjemahan kami, kami ingin mengatakan sesuatu tentang tafsir kami ini.
Tafsir-tafsir Al-Quran sudah banyak diterbitkan dan menambahkan sebuah lagi kepada jumlah itu agaknya hampir-hampir tak dapat dibenarkan. Tetapi, kami mempunyai alasan-alasan kuat untuk mengusahakan dan menyajikan suatu tafsir baru. Alasan-alasan itu ialah:
(i) Sebagaimana kami katakan, kata-kata Arab mempunyai arti yang luasnya luar biasa. Suatu terjemahan hanya dapat mengambil sebuah dan semua arti-arti itu. Oleh sebab itu perlulah disisipkan catatan-catatan pada terjemahan itu, dan dengan demikian mencantumkan arti-arti lainnya.
(ii) Semua tafsir Al-Quran yang besar dan sistematis terdapat dalam bahasa Arab, dan nyatalah bahwa orang-orang yang tak dapat memahami Al-Quran dalam bahasa Arab tak dapat menggunakan tafsir-tafsir itu.
(iii)Catatan-catatan penjelasan yang ditambahkan pada terjemahan-terjemahan oleh penulis-penulis bukan-Muslim tidak mencukupi karena dua sebab:
(a) Catatan-catatan itu dipengaruhi oleh tulisan-tulisan lawan-lawan Islam;
(b) Penulis-penulisnya tak punya pengetahuan tentang bahasa Arab, atau sedikit sekali. Mereka tak mampu membaca tafsir-tafsir yang lebih besar dan lebih dapat dipercayai. Oleh karena itu penerjemah-penerjemah Eropa tak menyinggung-nyinggung tafsir-tafsir itu. Mereka hanya menunjuk kepada tafsir-tafsir kecil yang lebih populer. Kalau terdapat juga penunjukan terhadap salah satu karya yang lebih besar, hal itu diambilnya dari karya lain, bukan dan aslinya.


(iv)Untuk dapat memahami buku yang sistematis atau ilmiah tidak hanya diperlukan pengetahuan bahasa yang dipergunakan buku itu, dan pengetahuan tafsir-tafsir tentang buku yang mungkin ditulis oleh ahli-ahli bahasa atau oleh ahli-ahli persoalan itu. Namun, juga diperlukan penelaahan luas tentang buku itu sendiri dan pendalaman tentang ilmu istilah, langgam dan pokok-pokok yang digunakan buku itu dan dari mana isinya mengambil maknanya. Orang-orang yang mencoba menafsirkan buku tanpa penelaahan buku itu sendiri tidak akan banyak memperoleh hasil dari tafsir-tafsir itu. Penerjemah-penerjemah dan penulis-penulis tafsir Al-Quran dari Eropa tampaknya tak melakukan penelaahan yang diperlukan tentang Kitab Suci ini. Maka tak mengherankan, kalau tafsir-tafsir mereka sering menggelikan.
(v) Setiap abad melahirkan pengetahuan-pengetahuan baru dan dilihat dari segi itu setiap buku yang mengaku mengajarkan sesuatu dihadapkan kepada kritikan-kritikan baru. Dengan itu nilai suatu buku semakin teguh kedudukannya atau ia menjadi lebih disangsikan daripada yang sudah-sudah. Karena Al-Quran tak terkecuali dari kaidah itu, maka suatu tafsir baru diperlukan mengingat pengetahuan baru. Tanpa itu kita tak dapat mengukur berapa jauh Al-Quran masih berguna lagi sebagai ajaran atau berapa jauh ia telah maju dari masa yang lampau.
Ketika tafsir-tafsir Al-Quran yang pertama ditulis, Bible dalam bahasa Arab belum ada. Suatu naskah lengkap tidak ada. Bagian-bagian yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab tak diperoleh penafsir-penafsir Al-Quran. Karena itu kalau mereka perlu membicarakan bagian-bagian Al-Quran yang berisikan rujukan-rujukan kepada Bible atau riwayat-riwayat Musa a.s., mereka terpaksa bersandar pada apa-apa yang mereka dengar saja atau ada terkaan-terkaan mereka sendiri.
Tak usah dikatakan bahwa tafsir-tafsir mereka kadang-kadang mengecewakan dan kadang-kadang menggelikan. Penulis-penulis Eropa menisbahkan kesalahan-kesalahan mereka kepada Al-Quran, dan Kitab Suci itu dijadikan sasaran celaan dan ejekan. Mereka lupa bahwa penafsir-penafsir ini tidak mengenal Bible. Mereka bersandarkan pada cerita-cerita populer atau pada apa yang mereka dengar dan ulama-ulama Yahudi dan Kristen yang memberikan kepada penafsir-penafsir Al-Quran, yang tak menaruh curiga itu, bahan-bahan yang kadang-kadang mereka ambil dan kitab-kitab tradisi, dan bukan dan Bible, dan kadang-kadang dan khayalan jahat mereka sendiri. Dalam perbuatan ini penafsir-penafsir itu memang telah memperlihatkan kebodohan dan kecerobohan mereka, tetapi ulama-ulama Yahudi dan Kristen itu telah menunjukkan tidak mempunyai kejujuran dan kesalehan. Mereka itu, penulis-penulis Eropa pada masa kita ini, lebih banyak mempunyai alasan untuk menyesali kecurangan-kecurangan moyang-moyang mereka daripada menertawakan orang-orang Muslim penafsir Al-Quran itu. Tetapi, kini hal itu telah berubah. Kini pengetahuan tentang Bible sudah merata. Karya dalam bahasa Arab, Latin, dan Yunani telah terbuka untuk ulama-ulama Islam dan kami telah mampu menafsirkan dengan cara baru bagian-bagian Al-Quran berisikan keterangan-keterangan tentang Bible dan sejarah kaum Nabi Musa a.s.
(vi) Sampai masa kita sekarang ini perselisihan di antara satu agama dengan agama lain lebih kurang pertaliannya dengan cita-cita susila dan sosial dan lebih banyak dengan kepercayaan dan upacara agama. Oleh karena itu, ajaran Al-Quran ditujukan kepada cita-cita susila dan pendidikan susila. Tetapi, kini dunia lebih memperhatikan hal-hal yang praktis itu. Oleh sebab itu, dirasakan sangat perlunya mengusahakan suatu tafsir yang lebih banyak menggarap ajaran Al-Quran yang praktis.
(vii) Oleh karena Al-Quran itu Kitab wahyu, maka Kitab itu mengandung nubuatan-nubuatan. Memperbincangkan nubuatan-nubuatan itu tidaklah mungkin sebelum menjadi sempurna. Karena alasan itu juga kita memerlukan suatu tafsir baru yang akan mencantumkan nubuatan-nubuatan yang hingga kini sudah menjadi sempurna dan yang merupakan bagian penting dan bukti bahwa Al-Quran itu Kitab wahyu Ilahi.
(viii) Al-Quran membicarakan semua agama dan ideologi lainnya. Di dalamnya tercakup bagian yang paling baik pada ajaran-ajaran semua agama dan ideologi, menunjukkan kelemahan-kelemahan, dan mengisi kekurangan-kekurangan mereka.
Penafsir-penafsir Islam zaman dahulu tak mengetahui apa yang diajarkan dan dibela oleh agama-agama dan ideologi itu. Karena itu mereka tak mampu menghargai sepenuhnya apa-apa yang harus diajarkan Al-Quran tentang keduanya itu. Kini semua ajaran saling yang paling tersembunyi itu sudah semakin jelas , sehingga ajaran Al-Quran mengenai ajaran-ajaran lain menjadi nyata bagi penganut-penganutnya. Untuk mengisi kekurangan dalam tafsir-tafsir lama itu juga kita memerlukan suatu tafsir Al-Quran baru.
Karena alasan-alasan ini kami merasa bahwa terjemahan dan tafsir kami bukan saja tidak bersifat apolegetik atau mencari-cari helah, tetapi juga memenuhi kebutuhan yang sungguh-sungguh dan penting. Dengan menyajikannya kami memenuhi tugas kami.
Kami berharap bahwa orang-orang yang membaca terjemahan dan tafsir kami, dengan seksama dan tanpa prasangka, akan merasa terpanggil meninjau Islam dari sudut lain. Kami berharap mereka akan menjadi yakin bahwa Islam agama sejati tidak penuh dengan kesalahan-kesalahan. Sebagaimana disangka oleh pujangga-pujangga Barat, tetapi malahan merupakan suatu taman rohani yang ditata dengan sebaik-baiknya, tempat pengunjungnya dapat menikmati segala macam harum-haruman dan keindahan dan mempersembahkan sekilas pemandangan surga yang menjanjikan oleh semua Pembina agama.

PERLUNYA TAFSIR BARU

Dalam menyajikan terjemahan dan tafsir baru Al-Quran ini kami menganggap pada tempatnya untuk mengemukakan, bahwa usaha ini bukanlah suatu usaha komersial dan bukan pula dirasakan pentingnya karena merupakan suatu hal yang baru.
Usaha kami terdorong oleh keyakinan, bahwa sementara terjemahan baru kini diperlukan oleh orang-orang yang tidak faham bahasa Arab, suatu tafsir baru itu diperlukan oleh tiap-tiap orang, baik yang faham bahasa Arab atau pun yang tidak, berdasarkan dua sebab:
Terjemahan-terjemahan yang disiapkan oleh orang-orang yang bukan-Muslim — kecuali terjemahan-terjemahan ke dalam bahasa Urdu dan Persia — semuanya disiapkan oleh penulis-penulis yang sedikit atau sama sekali tidak mempunyai pengetahuan tentang bahasa Arab dan yang karena itu malahan tak mengerti teks Arabnya, apalagi menerjemahkannya. Sebagian dari antara mereka menerjemahkannya dari terjemahan-terjemahan lain, dan hal ini hanya membuat maknanya lebih jauh lagi menyimpang dari aslinya.


Untuk menafsirkan teks terjemahan-terjemahan itu tidak didasarkan pada pengetahuan bahasa Arab, melainkan pada tafsir-tafsir lama. Tetapi, suatu tafsir itu pada umumnya merupakan pendapat perseorangan; jadi sebagian mungkin diterima oleh. seorang, sebagian diterima oleh orang lain dan sebagian lagi tidak diterima oleh siapa pun. Terjemahan yang didasarkan pada suatu tafsir dapat dikatakan mencerminkan pendapat perseorangan, tetapi bukan makna sejati teks itu.
Mengingat kekurangan-kekurangan itu benar-benar sangat diperlukan adanya suatu terjemahan baru yang disiapkan oleh ulama-ulama yang faham bahasa Arab dan bersandar teguh pada pengetahuannya tentang bahasa Arab, tata-bahasa dan langgamnya.
TERJEMAHAN INI MEMENUHI KEBUTUHAN
Terjemahan ini dimaksudkan untuk memenuhi kedua keperluan itu dan, insya-Allah, akan diikuti pada waktunya oleh terjemahan semacam ini dalam bahasa-bahasa lain.
Bahasa Arab ialah bahasa yang berpola filsafat. Kata-katanya disusun dengan suatu maksud. Akar-akarnya dibuat untuk mencerminkan perasaan-perasaan dan pengalaman-pengalaman yang mendasar dan hal ini, dengan perobahan-perobahan kecil dalam penggunaan yang sebenarnya, memberi arti yang luas dan dalam kepada kata-kata bahasa Arab itu. Memindahkan kata-kata itu ke dalam sesuatu bahasa lain dengan sempurna adalah suatu pekerjaan yang hampir-hampir mustahil, dan oleh karena terjemahan saja tidaklah mencukupi, maka kami terpaksa menambahkan catatan-catatan penjelasan pada sesuatu terjemahan untuk menunjukkan keluasaan arti yang tersembunyi dalam teks itu. Terjemahan kami sendiri tidak menyimpang dan kaidah itu. Terjemahan ini tak dapat diharapkan menghasilkan arti aslinya yang sempurna, bahkan yang agak mendekatinya sekalipun. Kami hanya dapat berharap akan menampakkan salah satu saja dan berbagai artinya itu. Karena itu untuk mengisi kekurangan itu kami menambahkan catatan-catatan penjelasan pada terjemahan kami. Tetapi catatan-catatan ini pun tidak melingkupi segalanya. Catatan-catatan itu tidak menjelmakan arti penuh teks itu, tetapi hingga batas tertentu dapat menutupi kekurangan-kekurangan terjemahan itu. Dalam "Kata-kata Penting" kami membentangkan luasnya arti yang terkandung dalam teks itu; dan, untuk kepentingan ini, kami menggunakan kamus-kamus yang dianggap buku baku, baik oleh orang-orang Muslim maupun oleh orang-orang bukan-Muslim yang mengerti bahasa Arab. Kami yakin bahwa penelaahan bahan ini akan memperdalam pengertian pembaca mengenai terjemahan kami, dan akan meyakinkan bahwa arti yang kami usahakan memasukkannya ke dalam perkataan Arab aslinya tidaklah dilakukan sembarangan, melainkan didasarkan pada kebiasaan pemakaian dan kaidah bahasa Arab.
Pembaca yang tak paham bahasa Arab hendaklah merasa yakin bahwa penerjemahan kami, walau tak dapat diterima oleh sebagian orang, berdasar pada pemakaian bahasa Arab yang lazim dan dapat ditolak hanya bilamana terbukti bertentangan dengan bagian-bagian lain Al-Quran atau bertentangan dengan pemakaian bahasa Arab yang lazim..

Senin, 09 Maret 2009

TEGUHNYA IMAN

إِنَّ مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ الْفَحْشَ وَالتَّفَحَّشَ وَسُوءَ الْجِوَارِ وَقَطْعَ اْلأَرْحَامِ وَأَنْ يُؤْتَمَنَ الْخَائِنُ وَيُخَوَّنَ اْلأَمِيْنُ وَمَثَلُ الْمُؤْمِنِ كَمَثَلِ قِطْعَةِ الذَّهَبِ الْجَيِّدِ أُوقَدَ عَلَيْهَا فَخَلَّصَتْ وَأُوزِنَتْ فَلَمْ تَنْقُصْ وَمَثَلُ الْمُؤْمِنِ كَمَثَلِ النَّحْلَةِ أُكِلَتْ طَيِّبًا وَوُضِعَتْ طَيِّبًا أَلاَ! إِنَّ أَفْضَلَ الشُّهَدَاءِ الْمُقْسِطُونَ أَلاَ! إِنَّ أَفْضَلَ الْمُهَاجِرِيْنَ مَنْ هَجَرَ مَا حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ أَلاَ! إِنَّ أَفْضَلَ الْمُسْلِمِينَ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِه وَيَدِه ، أَلاَ! إِنَّ حَوْضِي طُولُه كَعَرَضِه أَبْيَضُ مِنَ اللَّبَنِ وَأَحْلَى مِنَ الْعَسَلِ ، آنِيَتُه عَدَدُ النُّجُومِ مِنْ أَقْدَاحِ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ مَنْ شَرِبَ مِنْهُ شُرْبَةً لَمْ يَظْمَأْ آخِرَ مَا عَلَيْهَا أَبَدًا
Sesungguhnya termasuk di antara syarat-syaratnya Sa’ah itu adalah perbuatan keji, kata-kata kotor, ketetanggaan yang buruk, memutuskan

persaudaraan, jika pengkhianatan dipercaya dan orang-orang terpercaya dikhianati, dan perumpamaan orang mukmin itu seperti sepotong emas yang baru dibakar (diuji); lalu tetap murni, lalu ditimbang dan tidak berkurang,; dan perumpamaan seorang mukmin itu seperti buah kurma, jika dimakan enak dan jika diletakkan kelihatan bagus. Ingatlah ! Sesungguhnya syuhadak yang paling utama adalah orang yang berlaku adil. Ingatlah ! Orang-orang hijrah yang paling utama adalah orang yang hijrah dari apa yang telah diharamkan oleh Allah,. Ingatlah ! Sesungguhnya orang Islam yang paling utama adalah orang Islam yang orang-orang Islam lainnya selamat dari gangguan lisan dan tangannya. Ingatlah ! Sesungguhnya panjang kolamku seperti kehormatannya yang putih susu dan lebih manis daripada madu, tempatnya sebanyak bintang dari gelas-gelas emas dan perak. Siapa yang minum darinya sekali minum tidak akan merasa haus pada waktu lain selamanya ( Al-Kharaith dalam Makarimal-Akhlaq dari Ibnu Umar ra dan Kanzul-Umal, Juz XIV / 38528 )
Komentar:
Hadits-hadits Rasulullah saw ini memberikan nubuatan kepada kepada kaum muslimin, bahwa Sa’ah kehancuran suatu kaum yang durhaka di dunia ini akan terjadi:
1. Apabila banyak orang yang mengenakan baju jubah, tetapi hati dan amal perbuatan mereka tidak mencerminkan ajaran Islam, malah bertentangan dengan ajaran Islam.
2. Apabila perdagangan sudah menggelobal dan kekayaan melimpah-ruah yang menyebabkan kebanyakan kaum muslimin terpengaruh oleh falsafah materialistik. Akibatnya mereka menghormati dan mendewakan para konglomerat lantaran harta kekayaannya di atas orang-orang yang taqwa yang miskin.
3. Apabila keburukan, kejahatan dan kemaksiatan sudah menjalar kemana-mana, di kota dan di desa; di kalangan orang kaya dan miskin; bahkan di kalangan orang yang tidak mengerti agama dan di kalangan orang-orang yang mengerti agama.
4. Apabila sudah terjadi kepemimpinan yang masih kekanak-kanakan.
5. Apabila jumlah kaum wanita melebihi jumlah kaum pria.
6. Apabila banyak pemimpin yang berbuat keburukan, kejahatan dan kemaksiatan.
7. Apabila sudah lazim terjadi kecurangan dalam perdagangan, misalnya dengan cara mengurangi takaran, timbangan, ukuran dll.
8. Apabila banyak orang laki-laki sudah merasa lebih baik memelihara anak anjing daripada anaknya sendiri.
9. Apabila banyak pejabat dan pemimpin yang tidak dihormati karena kejahatannya, dan rakyat kecil tidak disayang, malah diperas dan ditindas.
10. Apabila perbuatan zina dilakukan secara terang-terangan, bahkan dilakukan di jalan-jalan tanpa rasa malu seperti binatang.
11. Apabila banyak pemimpin yang tampaknya baik, tetapi hati mereka lebih buruk daripada srigala.
12. Apabila ada kaum mukmin yang iman mereka seperti sepotong emas yang dibakar, tetapi masih menunjukkan kemurniannya tanpa berubah sedikitpun.
13. Apabila ada kaum mukmin yang seperti buah kurma, jika dimakan rasanya enak dan jika diletakkan kelihatan bagus dan menawan.
14. Apabila perbuatan zhalim sudah merajalela, sehingga langka sekali orang yang berbuat adil. Se akan-akan orang yang berbuat adil sebagai seorang pahlawan ( syahid ) dalam suatu pertempuran.
15. Apabila kaum muslimin sudah banyak yang bergelimang dalam perbuatan dan harta yang haram. Sehingga orang Islam yang berusaha menghindari hal-hal yang haram itu seperti melakukan hijrah yang paling utama.


إذَا اقْتَرَبَ الزَّمَانُ كَثُرَ لُبْسُ الطَّيَالِسَةُ وَكَثُرَتِ التِّجَارَةُ وَكَثُرَ الْمَالُ وَعُظِّمَ رَبُّ الْمَالِ لِمَالِهِ ، وَكَثُرَتِ الْفَاحِشَةُ وَكَانَتْ إِمَارَةُ الصِّبْيَانِ ، وَكَثُرَ النِّسَآءُ ،وَجَارَ السُّلْطَانُ وَطُفِّفَ فِى الْمِكْيَالِ وَالْمِيْزَانِ فَيُرَبِّي جَرُودًا خَيْرٌ مِنْ أَنْ يُرَبِّي وَلَدًا لَه وَلاَ يُوقَرُ كَبِيرٌ وَلاَ يُرْحَمُ صَغِيرٌ ، وَيَكْثُرُ أَوْلاَدُ الزِّنَا حَتَّى أَنَّ الرَّجُلَ لِيُغَِشِّيَ الْمَرْأَةَ عَلَى قَارِعَةِ الطَّرِيْقِ وَيَلْبَسُونَ جُلُودَ الضَّأْنَ عَلَى قُلُوبِ الذِّئَابِ أَمْثَلُهُمْ فِى ذلِكَ الزَّمَانِ الْمَدَاهِنُ
Apabila zaman itu sudah dekat, maka banyak orang mengenakan baju jubah, banyak perdagangan, banyak harta, konglomerat diagungkan karena hartanya, banyak keburukan, banyak kepemimpinan yang masih bayi, banyak wanita, penguasa menyimpang, ukuran dan timbangan dikurangi, maka seorang laki-laki memelihara anak anjing lebih baik daripada memelihara anak laki-lakinya, orang yang besar tidak dihormati, orang yang kecil tidak disayang

dan banyak anak-anak zina sampai seorang laki-laki mendatangi wanita di tengah jalan dan mereka memakai kulit-kulit domba melebihi hati srigala. Itulah permisalan-permisalan dalam lukisan zaman itu ( Ath-Thabrani dalam Al-Kabir, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, Ta’aqqub dari Muntashirin bin Ammarah bin Abi Dzar dari ayahnya dari kakeknya ra dan Kanzul-Umal, Juz XIV / 38501 )

DAMPAK BURUK MUSIK

يَا ابْنَ مَسْعُودٍ ! إِنَّ لِلسَّاعَةِ أَعْلاَمًا وَ إِنَّ لِلسَّاعَةِ أَشْرَاطًا أَلاَ ! وَإِنَّ مِنْ عِلْمِ السَّاعَةِ وَأَشْرَاطِهَا أَنْ يَكُونَ الْوَلَدُ غَيْظًا ،وَ أَنْ يَكُونَ الْمَطَرُ قَيْظًا وَأَنْ يُقْبَضَ اْلأَشْرَارُ قَبْضًا ، يَا ابْنَ مَسْعُودٍ! مِنْ أَعْلاَمِ السَّاعَةِ وَأَشْرَاطِهَا أَنْ يُصَدَّقَ الْكَاذِبُ وَأَنْ يُكَذَّبَ الصَّادِقُ يَا ابْنَ مَسْعُودٍ! إِنَّ مِنْ أَعْلاَمِ السَّاعَةِ وَأَشْرَاطِهَا أَنْ يُؤْتَمَنَ الْخَائِنُ وَأَنْ يُخَوَّنَ اْلأَمِيْنُ يَا ابْنَ مَسْعُودٍ! إِنَّ مِنْ أَعْلاَمِ السَّاعَةِ وَأَشْرَاطِهَا أَنْ يُوَاصَلَ اْلأَطْبَاقُ وَأَنْ يُقَاطَعَ اْلأَرْحَامُ يَاابْنَ مَسْعُودٍ! إِنَّ مِنْ أَعْلاَمِ السَّاعَةِ وَأَشْرَاطِهَا أَنْ يُسَوَّدَ كُلَّ قَبِيْلَةٍ مُنَافِقُوهَا وَكُلَّ سُوقٍ فُجَّارُهَا يَاابْنَ مَسْعُودٍ! إِنَّ مِنْ أَعْلاَمِ السَّاعَةِ وَأَشْرَاطِهَا أَنْ يَكُوْنَ الْمُؤْمِنُ فِى الْقَبِيْلَةِ أَذَلَّ مِنَ النَّقْدِ يَاابْنَ مَسْعُودٍ! إِنَّ مِنْ أَعْلاَمِ السَّاعَةِ وَأَشْرَاطِهَا أَنْ تُزَخْرَفَ الْمَحَارِيْبُ وَأَنْ تُخْرَبَ الْقُلُوبُ يَاابْنَ مَسْعُودٍ! إِنَّ مِنْ أَعْلاَمِ السَّاعَةِ وَأَشْرَاطِهَا أَنْ يُكْتَفَى الرِّجَالُ بِالرِّجَالِ وَالنِّسَآءُ بِالنِّسَآءِ يَاابْنَ مَسْعُودٍ! إِنَّ مِنْ أَعْلاَمِ السَّاعَةِ وَأَشْرَاطِهَا أَنْ تُكْنَفَ الْمَسَاجِدُ وَأَنْ تَعْلُوَ الْمَنَابِرُ يَاابْنَ مَسْعُودٍ! إِنَّ مِنْ أَعْلاَمِ السَّاعَةِ وَأَشْرَاطِهَا أَنْ يُعْمَرَ خَرَابُ الدُّنْيَا وَيُخْرَبَ عُمْرَانُهَا يَاابْنَ مَسْعُودٍ! إِنَّ مِنْ أَعْلاَمِ السَّاعَةِ وَأَشْرَاطِهَا أَنْ تُظْهَرَ الْمَعَازِفُ وَشُرِبَ الْخُمُورُ يَاابْنَ مَسْعُودٍ! ! إِنَّ مِنْ أَعْلاَمِ السَّاعَةِ وَأَشْرَاطِهَا أَنْ تَكْثُرَ الشُّرُطُ وَالْهَمَّازُونَ وَالْغَمَّازُونَ وَالْلَّمَّازُونَ يَاابْنَ مَسْعُودٍ! إِنَّ مِنْ أَعْلاَمِ السَّاعَةِ وَأَشْرَاطِهَا أَنْ تَكْثُرَ أَوْلاَدُ الزِّنَا
Wahai Ibnu Mas’ud ! Sesungguhnya Sa’ah itu mempunyai beberapa tanda. Dan sesungguhnya Sa’ah itu mempunyai beberapa syarat. Ingatlah ! Sesungguhnya di antara ilmu Sa’ah dan syarat-syaratnya itu apabila seorang anak laki-laki menjadi

marah, dan jika hujan menjadi panas dan apabila keburukan-keburukan dicabut. Wahai Ibnu Mas’ud ! Di antara tanda-tanda Sa’ah dan syarat-syaratnya itu apabila seorang pendusta dibenarkan dan seorang yang benar didustakan. Wahai Ibnu Mas’ud ! Di antara tanda-tanda Sa’ah dan syarat-syaratnya itu adalah orang yang khianat dipercaya dan orang terpercaya dikhianati. Wahai Ibnu Mas’ud! Diantara tanda-tanda Sa’ah dan syarat-syaratnya itu adalah jika orang-orang yang sesuai saling menyambung hubungan komunikasi dan jika saudara-saudara sedarah saling memutuskan hubungan,. Wahai Ibnu Mas’ud ! Sesungguhnya di antara tanda –tanda Sa’ah dan syarat-syaratnya itu adalah apabila setiap suku dipimpin oleh orang-orang munafiqnya dan setiap pasar dipimpin oleh orang-orang jahatnya. Wahai Ibnu Mas’ud ! Sesungguhnya di antara tanda-tanda Sa’ah dan syarat-syaratnya adalah apabila seorang mukmin dalam suatu suku menjadi lebih rendah daripada uang. Wahai Ibnu Mas’ud ! Sesungguhnya diantara tanda-tanda Sa’ah dan syaratnya adalah apabila tempat imaman masjid diperindah dan hati tidak mengerti agama. Wahai Ibnu Mas’ud ! Sesungguhnya di antara tanda-tanda Sa’ah dan syarat-syaratnya adalah apabila orang laki-laki merasa cukup dengan laki-laki dan orang-orang perempuan merasa cukup dengan perempuan. Wahai Ibnu Mas’ud ! Sesungguhnya di antara tanda-tanda Sa’ah dan syarat-syaratnya adalah apabila masjid-masjid dijaga dan mimbar-mimbar ditinggikan. Wahai Ibnu Mas’ud ! Sesungguhnya di antara tanda-tanda Sa’ah dan syarat-syaratnya adalah apabila kehancuran dunia itu dibangun dan bangunan-bangunannya dirobohkan. Wahai Ibnu Mas’ud! Di antara tanda-tanda Sa’ah dan syarat-syaratnya adalah apabila jenis alat-alat musik yang bersenar banyak diunggulkan dan khamer diminum. Wahai Ibnu Mas’ud! Di antara tanda-tanda Sa’ah dan syarat-syaratnya adalah apabila banyak orang hina, pengumpat, suka memfitnah dan mengadu domba (provokator). Wahai Ibnu Mas’ud ! Sesungguhnya di antara tanda-tanda Sa’ah dan syarat-syaratnya adalah apabila banyak anak-anak zina ( Ath-Thabrani dalam Al-Kabir dari Ibnu Mas’ud ra dan Kanzul-Umal, Juz XIV / 38495 )
Komentar:
Hadits-hadits Rasulullah saw ini menubuatkan tentang datangnya Sa’ah kehancuran kaum yang durhaka, apabila tanda-tanda dan syarat-syaratnya sudah terjadi. Di antaranya adalah:
1. Apabila ilmu pengetahuan dan teknologi mencapai perkembangan sedemikian maju, seperti diciptakan sarana transportasi, informasi, dan komunikasi yang canggih. Sehingga jarak yang jauh hanya ditempuh dalam waktu yang pendek, seakan-akan jika jarak itu ditempuh pada zaman Rasulullah saw membutuhkan satu bulan, tatapi pada zaman akhir cukup satu minggu saja; yang dahulunya membutuhkan waktu satu minggu, dapat ditempuh hanya dalam waktu sehari; dan yang dahulu membutuhkan waktu sehari, dapat ditempuh hanya dalam waktu satu jam saja.
2. Apabila binatang-binatang buas sudah diteliti untuk diambil manfaatnya bagi kehidupan manusia.
3. Apabila anak laki-laki banyak yang marah kepada orang tuanya.
4. Apabila sudah banyak hujan rahmat Ilahi, tetapi kebanyakan manusia menolaknya, sehingga adzab Allah diturunkan kepada mereka.
5. Apabila orang-orang yang khianat dipercaya untuk memegang urusan yang mengakibatkan kerugian dan kerusakan besar bagi suatu bangsa.
6. Apabila orang benar didustakan dan orang dusta dibenarkan, akibat banyaknya kolusi dan nepotisme yang negatif.
7. Apabila terjadi putusnya hubungan sedarah, karena manusia lebih mementingkan hubungan yang seide dan serasi.
8. Apabila orang-orang munafiq sudah menjadi pemimpin daerah, suatu bangsa atau golongan.
9. Apabila pasar-pasar dipimpin orang-orang jahat.
10. Apabila kaum mukmin di suatu daerah atau suku sudah direndahkan dan dihinakan.
11. Apabila prajurit suatu bangsa diberi pakaian uniform yang indah, tetapi hati mereka penakut.
12. Apabila ada kaum laki-laki merasa cukup hidup dengan laki-laki dan ada kaum perempuan merasa cukup hidup bersama kaum perempuan.
13. Apabila masjid-masjid dijaga dan mimbar-mimbar ditinggikan.
14. Apabila banyak manusia yang membuat rekayasa untuk mendapatkan kemenangan politik dengan mendirikan bangunan-bangunan lalu mereka hancurkan.
15. Apabila banyak kaum muslimin sudah menyenangi musik, artis-artis dan minuman yang memabukkan yang menyebabkan iman dan akhlaq mereka rusak dan berubah seperti binatang.
16. Apabila banyak orang-orang yang mudah menghina, mengumpat, memfitnah dan memprovokasi untuk mengadu sesama bangsa atau golongan.
17. Apabila banyak anak-anak lahir akibat perbuatan zina.


PEMIMPIN BERWATAK BINATANG

لاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى يَتَقَارَبَ الزَّمَانُ فَتَكُونَ السَّنَةُ كَالشَّهْرِ وَيَكُوْنَ الشَّهْرُ كَالجُمُعَةِ وَتَكُونَ الْجُمُعَةُ كَالْيَوْمِ وَيَكُوْنَ الْيَومُ كَالسَّاعَةِ وتَكُونَ السَّاعَةُ كَالضَّرَمَةِ بِالنَّارِ
As-Sa’ah tidak akan terjadi sampai zaman itu menjadi saling berdekatan; lalu satu tahun seperti satu bulan, satu bulan seperti satu Jum‘at dan satu Jum‘at seperti satu hari dan satu hari seperti satu jam dan satu jam seperti lamanya panas batu kerikil terjilat api ( Ahmad bin Hambal dalam Musnadnya, At-Turmudzi dari Anas radhiallahu ‘anhu dan Kanzul-Umal, Juz XIV / 38395 )
إِذَا قَرُبَ السَّاعَةُ يَتَقَارَبُ الزَّمَانُ فَتَكُونُ السَّنَةُ كَالشَّهْرِ وَيَكُوْنُ الشَّهْرُ كَالجُمُعَةِ وَالْجُمُعَةُ كَاحْتِرَاقِ السَّعَفَةِ بِالنَّارِ
Apabila As-Sa’ah sudah dekat, maka zaman saling berdekatan, sehingga satu tahun menjadi seperti satu bulan, satu bulan menjadi seperti satu Jum‘ah dan satu Jum‘ah menjadi seperti lama waktu terbakarnya daun kurma dalam api ( Abu Ya’la dalam Musnadnya dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dan Kanzul-Umal, Juz XIV /38503 )



لاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى يَتَقَارَبَ الزَّمَانُ فَتَكُونَ السَّنَةُ كَالشَّهْرِ وَيَكُوْنَ الشَّهْرُ كَالجُمُعَةِ وَتَكُونَ الْجُمُعَةُ كَالْيَوْمِ وَيَكُوْنَ الْيَومُ كَالسَّاعَةِ وتَكُونَ السَّاعَةُ كَاحْتِرَاقِ السَّعَفَةِ
As-Sa’ah tidak akan terjadi sehingga zaman itu berdekatan, maka satu tahun menjadi seperti satu bulan, dan satu bulan menjadi seperti satu Jum‘ah, dan satu Jum‘ah menjadi seperti satu hari, dan satu hari menjadi seperti satu jam, dan satu jam menjadi seperti lama waktu terbakarnya daun pohon kurma ( Ahmad bin Hambal dalam Musnadnya, Abu Nu’aim dalam Al-Khilyah dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dan Kanzul-Umal, Juz XIV /38504 )
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِه ! لاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى تُكَلِّمَ السِّبَاعُ اْلإِنْسَ ، وَحَتَّى يُكَلِّمَ الرَّجُلَ عَذَبَةُ سَوْطِهِ وَشِرَاكُ نَعْلِه، وَيُخْبِرُه فَخْذُه بِمَا يُحَدِّثُ أَهْلَه بَعْدَه
Demi Dzat yang jiwaku berada di Tangan-Nya! As-Sa’ah tidak akan terjadi sampai binatang buas berbicara kepada seorang laki-laki, dan sampai kotoran cambuknya dan tali sandalnya berbicara kepada manusia, dan pahanya menceritakan kepadanya sebab apa yang terjadi sesudahnya pada keluarganya ( Ahmad bin Hambal dalam Musnadnya, At-Turmudzi, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, Ibnu Hibban dalam Shahihnya dari Abu Sa’id radhiallahu ‘anhu dan Kanzul-Umal, Juz XIV / 38437 )
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى لاَ يُقَالَ فِى اْلأَرْضِ : اَللهُ اَللهُ، وَحَتَّى تَمُرَّ الْمَرْأَةُ بِقِطْعَةِ النَّعْلِ فَتَقُولُ: قَدْ كَانَ لِهذِهِ رَجُلٌ مَرَّةً وَحَتَّى يَكُونَ الرَّجُلُ قَيَّمَ خَمْسِيْنَ امْرَأَةً ، وَحَتَّى تَمْطُرَ السَّمَآءُ وَلاَ تَنْبُتُ اْلأَرْضُ
Sa’ah tidak akan terjadi, sehingga di bumi tidak diucapkan “Allah, Allah”. Dan sehingga seorang wanita berjalan dengan sepotong sandal, lalu ia berkata: Sungguh pada satu waktu ada seorang laki-laki untuk wanita ini sehingga seorang laki-laki menjadi suami lima puluh orang perempuan. Dan sehingga langit menurunkan hujan, tetapi bumi tidak menumbuhkan tumbuh-tumbuhan ( Al-Hakim dalam Al-Mustadrak dari Anas radhallahu ‘anhu dan Kanzul-Umal, Juz XIV /38572 )


FITNAH MERAJALELA

لاَ يَعْلَمُهَا إِلاَّ اللهُ وَلاَ يَجْلِيْهَا لِوَقْتِهَا إِلاَّ هُوَ وَلكِنْ سَأُحَدِّثُكُمْ بِمَشَارِيْطِهَا وَمَا بَيْنَ يَدَيْهَا، أَلاَ ! إِنَّ بَيْنَ يَدَيْهَا فِتَنًا وَهَرْجًا ، قِيْلَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا الْهَرْجُ ؟ قَالَ : هُوَ بِلِسَانِ الْحَبَشَةِ الْقَتْلُ ، وَأَنْ يُلْقِيَ بَيْنَ النَّاسِ التَّنَاكُرُ فَلاَ يَعْرِفُ أَحَدٌ وَتَحُفُّ قُلُوْبَ النَّاسِ ، وَيَبْقَى رِجْرِجْةٌ لاَ تَعْرِفُ مَعْرُوْفًا وَلاَ تُنْكِرُ مُنْكَرًا
Tidak ada yang mengetahuinya, kecuali Allah; dan tidak ada yang mengetahui waktunya, kecuali Dia. Tetapi aku akan menceritakan kepada kalian tentang syarat-syaratnya dan apa yang ada di antaranya. Ingatlah ! Sesungguhnya di antranya ada fitnah-fitnah dan kekacauan. Ditanyakan; Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, apakah kekacauan itu ? Kekacauan itu adalah peperangan yang disebabkan lisan Habsyi, dan jika pura-pura bodoh terjadi di kalangan manusia, lalu tidak seorang pun mengetahuinya, dan itu mengelilingi hati manusia dan kehinaan menetap yang tidak mengenal kebaikan dan tidak mengenal kemungkaran ( Ath-Thabrani dalam Al-Kabir, Ibnu Mardawaih dari Abu Musa radhiallahu ‘anhu dan Kanzul-Umal, Juz 14 / 38543 )




عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّيْ لاَ يَجْلِي لِوَقْتِهَا إِلاَّ هُوَ وَلكِنْ سَأُخْبِرُكُمْ بِمَشَارِيْطِهَا وَ يَكُوْنُ بَيْنَ يَدَيْهَا : إِنَّ بَيْنَ يَدَيْهَا فِتْنَةً وَهَرْجًا ، قَالُوْا : يَا رَسُوْلَ اللهِ ! اَلْفِتْنَةُ قَدْ عَرَفْنَاهَا فَالْهَرْجُ مَا هُوَ ؟ قَالَ : بِلِسَانِ الْحَبَشَةِ الْقَتْلُ ، وَيُلْقَي بَيْنَ النَّاسِ التَّنَاكُرُ فَلاَ يَكَادُ أَحَدٌ أَنْ يَعْرِفَ أَحَدًا
Ilmunya As-Sa’ah berada di sisi Tuhanku, tidak ada yang mengetahuinya, kecuali Dia. Akan tetapi aku akan menceritakan syarat-syaratnya kepada kalian dan apa yang ada di sekitarnya, yaitu sesungguhnya di sekitarnya ada fitnah dan kekacauan. Mereka berkata: Wahai Rasulullah! Fitnah itu telah kami mengerti, lalu apakah yang dimaksud dengan kekacauan itu? Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: Disebabkan lisan Habsyi terjadilah peperangan, dan sikap berpura-pura terjadi di kalangan mereka, sehingga hampir seorang tidak mengenal seorang lainnya ( Ahmad bin Hambal dalam Musnadnya, Sa’id bin Manshur dalam Sunannya dari Khudzaifah radhiallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang As-Sa’ah, lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan Hadits tersebut dan Kanzul-Umal, Juz 14 / 38544 )
بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ فِتَنٌ كَقَطْعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ
Di sekitar As-Sa’ah itu adalah fitnah-fitnah seperti sepotong malam yang gelap ( Al-Hakim dalam Al-Mustadrak dari Anas radhiallahu ‘anhu dan Kanzul-Umal, Juz XIV / 38446 )
Komentar:
Hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini menubuatkan datangnya Sa’ah kehancuran kaum yang durhaka kepada Allah dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sa’ah atau As-Sa’ah menurut Al-Quran tidak selalu berarti Qiyamat; kadang-kadang Sa’ah itu digunakan untuk arti kehancuran suatu kaum yang durhaka di dunia ini; dan terkadang juga digunakan sebagai wujud siksaan yang sempurna di alam Akhirat nanti. Dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan Sa’ah kehancuran kaum yang durhaka di dunia ini, baik mereka yang mengaku sebagai kaum muslimin maupun mereka yang bukan muslimin. Di antara tanda dan syarat datangnya Sa’ah itu adalah:
1. Apabila wanita budak melahirkan anak dari tuan majikannya.
Nampaknya nubuatan ini sudah terjadi zaman sekarang ini. Sebab banyak berita dari surat kabar, majalah dan omongan banyak orang bahwa banyak wanita yang melahirkan anak dari tuan majikannya, terutama para wanita tenaga kerja, baik di negara yang non muslimin dan negara yang muslimin.
2. Apabila orang telanjang yang tidak beralas-kaki menjadi pemimpin umat manusia.
Mungkin yang dimaksud orang telanjang yang tidak beralas-kaki adalah orang yang tidak mempunyai rasa malu karena tidak berdiri di atas landasan iman yang benar. Jika makna ini yang dimaksud, berarti nubuat itu sudah terwujud, sebab sejak puluhan tahun yang lalu sudah banyak pemimpin manusia, baik di tingkat daerah maupun nasional, baik di negara yang banyak musliminnya, maupun yang non muslimin yang tidak malu-malu berbuat sekandal maksiat, korupsi dan kolusi dalam melakukan tindak kejahatan.
3.Apabila para pemimpin kaum muslimin saling berlomba membanggakan rumah mereka. Nubuat ini pun, dewasa ini sudah bisa kita saksikan di mana-mana. Seakan-akan nilai duniawai sudah dijadikan sebagai ukuran kemuliaan dan kesuksesan hidup seseorang. Sehingga sudah menjadi kebiasaan manusia, jika bertemu kawan lamanya yang ditanyakan dan yang diceritakan adalah masalah pekerjaan, jabatan, rumah, kendaraan dll.
4. Apabila sudah banyak fitnah dan kekacauan.
Nubuat ini pun sudah sering kita saksikan dalam kehidupan umat dewasa ini, baik mereka yang non muslimin maupun yang mengaku muslimin. Ujung-jung dari fitnah dan kekacauan itu adalah kebencian, kesalah fahaman, permusuhan, pengrusakan dan perang saudara yang hanya merugikan mereka sendiri.
5. Apabila kehinaan menimpah mereka yang mengaku kaum muslimin yang tidak mengenal kebaikan dan kemungkaran.
Nubuat ini pun nampaknya sudah terjadi. Sebab kenyataan banyak kaum muslimin yang fanatis golongan dengan menganggap golongannya saja yang benar, sedang golongan lainnya salah tanpa dilandasi oleh suatu penelitian. Mereka tidak kritis dan tidak mempunyai keinginan untuk mengenal pihak lain. Akibatnya kebenran dan hikmah yang ada pada golongan lain tidak mereka ketahui, malah dianggap salah dan sesat menyesatkan. Selanjutnya mereka menjadi bodoh dari kebenaran. Hidupnya terjajah dan mudah digoncang bangsa-bangsa lain.
6. Sikap hidup berpura-pura sudah mewarnai banyak pemimpin.
Nubuat ini pun nampaknya sudah terjadi. Buktinya banyak para peminpin yang mengerti kebenaran dan keadilan, tetapi dalam praktik mereka menghindari kebenaran, kejujuran dan ketidak adilan, hanya bertujuan untuk memperkuat kedudukan atau takut menanggung resiko duniawi.

PARA PEMIMPIN TIDAK BERMALU

As-Sa‘ah dalam bahasa Arab termasuk isim musytarak yaitu isim yang mempunyai banyak makna. Di antaranya rusak, binasa, sekarang, jam atau satu jam dalam arti 60 menit. Alquran sering menggunakan kata itu dalam makna siksaan yang lebih dahsyat daripada adzab (9:40; 19:76) sehingga menimbulkan kehancuran suatu bangsa atau suku bangsa. Sa‘at dalam makna inilah yang dimaksudkan Nabi kita Al-Mushthafa Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dalam beberapa Hadits.
Wanita dan Pemimpin adalah suatu kenikmatan yang dilaruniakan kepada satu kaum atau bangsa, karena berkat wanita salehah hati seorang suami akan mendapat ketentraman (7:190; 30:22) dan berkat Pemimpin yang menegakkan amanat dan bersikap adil kehidupan suatu bangsa dan masyarakat akan mendapatkan keamanan, kemakmuran dan keberkatan (4:59)

sebaliknya jika wanita tidak menjaga kesuciannya akan mendatangkan bencana keluarga dan bangsanya, demikian pula Pemimpin yang tidak menegakkan tongkat kepemimpinan yang diamanatkan Allah melalui rakyatnya akan mendatangkan kekacauan, perang saudara dan bencana yang menyebabkan kehancuran kekayaan, bangsa dan peradabannya. Guna lebih jelas, kita renungkan Hadits Nabi kita Al-Mushthafa Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berikut ini:
مَا الْمَسْؤُلُ عَنْهَا – يَعْنِي السَّاعَةَ – بِأَعْلَمَ مِنَ السَّآئِلِ ، وَسَاُخْبِرُكُمْ عَنْ أَشْرَاطِهَا : إِذَا وَلَدَتِ الْأَمَةُ رَبَّتَهَا فَذَاكَ مِنْ أَشْرَاطِهَا ، وَإِذَا كَانَتِ الْعُرَاةُ الْحُفَاةُ رُؤُسَ النَّاسِ فَذَاكَ مِنْ أَشْرَاطِهَا ، وَإِذَا تَطَاوَلُوْا فِى الْبُنْيَانِ فَذَاكَ مِنْ أَشْرَاطِهَا، فِى خَمْسٍ مِنَ الْغَيْبِ لاَ يَعْلَمُهُنَّ إِلاَّ اللهُ "إِنَّ اللهَ عِنْدَه لَعِلْمُ السَّاعَةِ- الأيَةُ
Orang yang ditanya tentang itu, yakni As-Sa’ah itu tidak lebih mengetahui daripada orang yang bertanya; dan aku shallallahu ‘alaihi wa sallam akan memberitahukan kepadamu tentang syarat-syaratnya, yaitu: Apabila seorang budak perempuan telah melahirkan tuannya. Itulah di antara syarat Sya’ah. Dan apabila orang-orang yang telanjang yang tidak beralas kaki menjadi para pemimpin manusia. Itulah di antara syarat-syaratnya. Dan apabila mereka saling membanggakan bangunan-bangunan (rumah-rumah). Itulah di antara syaratnya. Ada lima perkara ghaib yang tidak ada yang mengetahui kecuali Allah “Sesungguhnya hanya di sisi Allah ilmu As-Sa’ah itu Al-Ayah.” (Ahmad bin Hambal dalam Musnadnya, ِAL-Bukhari, Muslim, Ibnu Majah dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Muslim, Abu Daud dan An-Nasai dari Umar radhiallahu ‘anhu, An-Nasai dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dan Abi Dzar radhiallahu ‘anhu bersama-sama dan Kanzul-Umal, Juz 14 / 38393 )
مَا الْمَسْؤُلُ عَنْهَا – يَعْنِي السَّاعَةَ – بِأَعْلَمَ مِنَ السَّآئِلِ ، وَسَأُخْبِرُكَ عَنْ أَشْرَاطِهَا : إِذَا وَلَدَتِ الْأَمَةُ رَبَّتَهَا فَذَاكَ مِنْ أَشْرَاطِهَا ، وَإِذَا كَانَتِ الْحُفَاةُ الْعُرَاةُ رُؤُسَ النَّاسِ فَذَاكَ مِنْ أَشْرَاطِهَا ، وَإِذَا تَطَاوَلَ رُعَاةٌ الْبُهْمِ فِى الْبُنْيَانِ فَذَاكَ مِنْ أَشْرَاطِهَا، فِى خَمْسٍ مِنَ الْغَيْبِ لاَ يَعْلَمُهُنَّ إِلاَّ اللهُ "إِنَّ اللهَ عِنْدَه عِلْمُ السَّاعَةِ- الأيَةُ
Orang yang ditanya tentang Sa’ah itu tidak lebih mengetahui daripada orang yang bertanya. Dan aku akan beritahukan kepadamu tentang syarat-syaratnya, yaitu: Apabila seorang wanita budak telah melahirkan tuannya. Itulah di antara syaratnya. Dan apabila orang-orang telanjang tanpa alas kaki menjadi pemimimpin manusia. Itulah di antara syarat-syaratnya. Dan apabila para pemimpin orang-orang bisu (رُعَاةُ الْبَهَمِ para penggembala kambing atau sapi) menyombongkan bangunan-bangunan istana. Itulah di antara syarat-syaratnya. Tentang lima yang ghaib tidak ada yang mengetahui kecuali Allah “Sesungguhnya hanya di sisi Allah sajalah ilmu tentang Sa’ah itu” Al-Ayah. ( Ahmad bin Hanbal dalam Musnadnya, Al-Bukhari, Muslim, Ibnu Majah dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwa sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah ditanya: Kapan As-Sa‘ah (terjadi) ? Beliau menjawab, lalu menyebutkan Hadits tersebut ( Muslim, Abu Daud, An-Nasai dari Umar radhiallahu ‘anhu, An-Nasai dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dan Abu Dzar bersama-sama, Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah dari Anas radhiallahu ‘anhu dan Kanzul-Umal, Juz 14 / 38542 )
إِذَا رَأَيْتَ اْلأَمَةَ قَدْ وَلَدَتْ رَبَّتَهَا وَرَأَيْتَ أَصْحَابَ الْبُنْيَانِ يَتَطَاوَلُوْنَ بِالْبُنْيَانِ وَرَأَيْتَ الْحُفَّاةَ الْجِيَاعَ الْعَالَةَ كَانُوْا رُؤُسَ النَّاسِ فَذَاكَ مِنْ مَعَالِمِ السَّاعَةِ وَأَشْرَاطِهَا
Apabila kamu melihat seorang budak perempuan telah melahirkan tuannya dan engkau telah melihat pemilik-pemilik bangunan saling membanggakan bangunan-bangunan itu dan engkau melihat orang-orang yang tidak beralas kaki kelaparan, miskin menjadi pemimpin-pemimpin manusia. Itulah di antara tanda-tanda Sa‘ah dan syarat-syaratnya ( Ahmad bin Hambal dalam Musnadnya dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu dan Kanzul-Umal, Juz 14 / 38394 )
Komentar:
Hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini menubuatkan datangnya Sa’ah kehancuran kaum yang durhaka kepada Allah dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sa’ah atau As-Sa’ah menurut Al-Quran tidak selalu berarti Qiyamat; kadang-kadang Sa’ah itu digunakan untuk arti kehancuran suatu kaum yang durhaka di dunia ini; dan terkadang juga digunakan sebagai wujud siksaan yang sempurna di alam Akhirat nanti. Sa’ah dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, mengisyaratkan kepada kehancuran kaum yang durhaka di dunia ini, baik mereka yang mengaku sebagai kaum muslimin maupun mereka yang bukan muslimin. Di antara tanda dan syarat datangnya Sa’ah itu adalah: